Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karena Mandalika Tak Hendak Seragam

Kompas.com - 30/07/2016, 17:15 WIB

Direktur ITDC Edwin Darmasetiawan optimistis pembangunan infrastruktur di Mandalika melesat dalam 1-2 tahun ke depan. Kawasan wisata elite ini akan dapat dinikmati paling
tidak mulai 2018. Konsepnya terencana seperti di Nusa Dua, Bali.

Bedanya, Mandalika berkonsep kota ramah lingkungan. Air laut diolah menjadi air bersih. Selain dari pengolahan sampah, kebutuhan listrik dipasok dari pemanfaatan tenaga surya.

KEK Mandalika dibagi menjadi dua kawasan, yaitu umum (mixed area) dan mewah (luxurious area). Di mixed area akan dibangun hotel-hotel berbintang dengan kapasitas total 5.000 kamar, sarana konvensi dan arena pertunjukan berskala internasional, pertokoan, jalur pejalan kaki, infrastruktur olahraga air, dan sarana ibadah.

Di luxurious area bakal dibangun arena golf seluas 150 hektar. Ada pula resor Medclub yang memiliki jaringan wisata elite terluas di dunia. ITDC akan membangun infrastruktur wisata bawah air, dermaga, hingga sandaran kapal pesiar.

Dibangun pula kluster syariah (Islamic friendly cluster) untuk menarik turis Asia dan Timur Tengah. Pembangunan ini akan memperkuat identitas Lombok sebagai World Best Halal Tourism Destination dan World Best Halal Honeymoon Destination yang ditetapkan dalam World Halal Travel Summit/Exhibition 2015. Demi target itu pula, penerbangan langsung dari Abu Dhabi ke Bandara Internasional Lombok akan dibuka.

Wakil Direktur Program ITDC Indah Juanita mengatakan, sebagian besar pembangunan fisik akan dimulai Juli hingga akhir tahun ini, seperti jalan dan hotel. Keran investasi masih terus dibuka.

Akan bisa dibayangkan bagaimana sibuknya pembangunan kawasan ini dalam 1-2 tahun ke depan. Pelancong seperti Dani dan Norah yang baru mendengar itu tercengang. Mereka bertanya akankah kawasan ini menjadi seperti pusat-pusat wisata di Bali yang mereka anggap sudah terlalu padat.

”Jika seperti itu, apalagi yang kami harapkan dari tempat ini?” ujar Norah. Belum lagi, lanjutnya, kehadiran hotel-hotel supermewah itu akan menepikan keberadaan homestay dan hotel kecil.

Terlepas dari kekhawatiran turis, masyarakat setempat berharap pembangunan Mandalika segera terealisasi. Mereka telah menunggu berpuluh tahun. ”Bahkan sudah sampai menjual sawah dan ladang yang menjadi sumber mata pencarian utama. Anak-anak mereka dijanjikan akan direkrut sebagai tenaga kerja,” ujar Kepala Desa Kuta Badarudin.

Budaya asli

Pakar budaya dari Universitas Negeri Mataram, Agus Faturahman, mendukung sekaligus mengingatkan agar budaya asli tetap menjiwai pembangunan KEK Mandalika. Hal yang tak kalah penting, pembangunan jangan malah menghilangkan hak akses publik terhadap pantai.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Panorama Pantai Kuta, kawasan Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kamis (16/6/2016). Kawasan pesisir Mandalika berpotensi menjadi salah satu kawasan ekonomi khusus pariwisata yang dikembangkan untuk tujuan wisata unggulan Indonesia. Meski demikian, tantangan pembangunan sumber daya manusia dan pemberdayaan masyarakat lokal serta penataan kelestarian lingkungan dari dampak pembangunan perlu diperhatikan.
Dia mengatakan, Mandalika memiliki ajang festival berumur ratusan tahun, bau nyale (mengambil cacing laut), yang mendatangkan belasan ribu pengunjung lokal dalam semalam. Warga dari ujung utara hingga selatan Lombok menginap di tepi pantai hanya dengan beralas tikar. Ajang budaya dan wisata rakyat ini jangan sampai mati karena pengembangan KEK.

Ia pun mengingatkan ITDC agar menilik dampak pembangunan wisata di kawasan pantai Senggigi dan 3 Gili. Selain menarik turis, pembangunan hotel dan resor sepanjang tepi pantai menimbulkan ekses negatif. Pantai hanya dapat dinikmati tamu hotel. Masyarakat sulit mengakses dan keindahannya tertutup bangunan hotel.

”Jika pengembangan hanya menjadikan Mandalika kawasan wisata elite, persoalannya menjadi seragam dan berulang. Hilanglah akses bagi rakyat kecil,” ujarnya. (KHAERUL ANWAR/RUNIK SRI ASTUTI/IRMA TAMBUNAN)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Juli 2016, di halaman 22 dengan judul "Karena Mandalika Tak Hendak Seragam".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com