DARWIN, KOMPAS.com – Jika ingin mendapatkan pengalaman bekerja dan hidup di luar negeri sekaligus bebas jalan-jalan, working and holiday visa (visa bekerja dan berlibur) antara Indonesia dan Australia bisa menjadi salah satu jalan.
Visa ini digagas dengan tujuan mendorong pertukaran budaya serta mempererat hubungan antarwarga Indonesia dan Australia.
Sejak tahun 2012, setiap tahunnya, 1.000 kuota dibuka untuk anak-anak muda yang ingin berangkat ke Australia untuk bekerja dan liburan selama setahun penuh. Begitu pula sebaliknya untuk pemuda Australia.
Dengan visa ini, anak-anak muda yang datang bisa bekerja dengan kontrak jangka pendek, mendapatkan uang dan menggunakannya untuk berbagai keperluan, mulai dari menabung hingga berlibur. Aturannya, setiap orang memiliki masa bekerja maksimal 6 bulan pada si pemberi kerja . Jadi, setelah 6 bulan, pemilik visa ini harus mencari pekerjaan di tempat lain di Negeri Kanguru ini.
Untuk mendapatkan visa ini, selain harus memenuhi syarat umur , calon peserta harus menempuh proses pengajuan visa dan seleksi dari Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kedutaan Besar Australia. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengajukan permohonan untuk mendapatkan surat rekomendasi dari pihak Imigrasi dan Kedutaan Besar Australia. Pengajuan bisa dilakukan secara online.
Apa saja syarat untuk mengajukannya?
Sekali lagi ingat, working and holiday visa tidak sama dengan program beasiswa. Anak-anak muda yang lolos seleksi harus berusaha sendiri menentukan keberangkatannya, tinggal di mana setelah tiba di Australia dan bagaimana menemukan pekerjaan pertama.
Ribet? Tidak juga
Berbekal persyaratan dan sedikit kenekatan, perempuan yang akrab dipanggil Sasha ini mengaku berangkat ke Australia setelah lulus kuliah dari Universitas Indonesia.
“Sebenarnya dulu galau juga sih mau daftarnya, apalagi udah mau lulus kerja kan. Orang-orang lain juga lagi cari kerja yang bagus. Nyokap aku aja bingung, ‘hah mau travelling, ngapain travelling?’ katanya. Gue sih mau santai dulu habis lulus, ya udah gue berangkat aja,” tuturnya ketika ditemui di Charles Darwin University, akhir Mei 2016.
Selain dari sumber resmi, segala informasi terkait pendaftaran, persiapan berangkat, pencarian tempat tinggal hingga pencarian kerja di Australia diperolehnya dari bertukar pikiran di dunia maya, seperti dari situs web khusus para petualangdan grup Facebook WHV Australia.
Jangan lupa juga rajin membaca koran setempat yang menyediakan informasi berlimpah untuk para pemburu kerja sementara.
Dari informasi tersebut, ketika dia tiba di Australia pada bulan Maret 2014, dia lalu tinggal di share house bersama petualang lainnya dari berbagai negara.
Sasha juga segera mendapatkan pekerjaan menjadi kakak asuh untuk anak-anak. Tugasnya menjaga dan mengasuh anak penduduk setempat, mulai dari bangun pagi, antar ke sekolah hingga menyiapkan makan malamnya.