Banyaknya kampung etnis yang tersebar di tepi sungai menandakan maraknya pendatang yang berdagang menggunakan jalur Sungai Musi. Ada Kampung Kapitan yang merupakan jejak peradaban Tionghoa di Palembang dan ada juga Kampung Arab 13 Ulu.
”Sejak dulu, Palembang telah menjadi kawasan metropolitan. Itu tidak lepas dari keberadaan Sungai Musi,” ujarnya. Pada masa kolonial Belanda, Sungai Musi masih memancarkan pesonanya. Bahkan, sebutan ”Venice of the East” pernah disematkan oleh para penjajah.
Selain kampung etnis, penemuan sejumlah peninggalan pada masa Kerajaan Sriwijaya, seperti arca, keramik, dan prasasti, di kawasan sungai juga menandakan adanya aktivitas masyarakat di tepi sungai pada masa itu. Bahkan, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa Palembang merupakan sebuah kota besar atau bahkan dimungkinkan sebagai pusat Kedatuan Sriwijaya.
Jejak Kerajaan Palembang Darussalam juga masih ada. Farida mengatakan, di kawasan Pulau Kemaro, selain terdapat klenteng Hok Tjing Rio, sebenarnya terdapat benteng pertahanan terluar dari kerajaan Palembang Darusalam yang dihancurkan Belanda di masa kolonial pada 1818. ”Saat benteng di Pulau Kemaro dihancurkan, Kerajaan Palembang Darussalam pun runtuh pada 1821,” katanya.
Wisata sungai
Kekayaan sejarah di tepian sungai inilah yang hendak dikembangkan Pemerintah Kota Palembang menjadi wisata sungai, bahkan yang pertama di Indonesia.
Saat ini pemkot tengah mengerjakan sejumlah proyek penataan tepian Sungai Musi, dimulai dari penataan Benteng Kuto Besak (BKB) sejak pertengahan juli lalu. Kawasan BKB dipugar, taman kota akan dibangun, juga tugu Ikan Belida setinggi 13 meter.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.