Infrastruktur dan sumber daya manusia yang menjadi kelemahan daerah itu mulai dibenahi. Sejak 2010, Pemkab Banyuwangi merintis penerbangan dari Surabaya ke Banyuwangi. Upaya itu tak selalu mulus, tetapi Banyuwangi berhasil mempersingkat waktu tempuh dari Surabaya ke Banyuwangi dari 7-8 jam menjadi 45 menit.
Banyuwangi juga mencoba meningkatkan sumber daya manusianya. Salah satunya melalui penguasaan bahasa Inggris, Arab, dan Mandarin. Ketiga bahasa itu penting karena turis dari negara-negara itulah yang akan disasar Banyuwangi.
Para pemilik homestay juga diajari cara mengelola homestay sesuai standar hotel. Kebersihan, makanan, dan pelayanan diperbaiki. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan ingin tetap menjaga kelokalan Banyuwangi karena itulah yang menjadi nilai lebih daerah itu dibandingkan yang lain.
Dari kerja keras tersebut, Banyuwangi akhirnya mampu membalikkan nasib. Jika dahulu Blambangan hanya dianggap sebagai negeri antah-berantah dan minim peradaban, kini Banyuwangi menjadi kota baru dunia yang informasinya dengan mudah didapatkan di internet.
Kabupaten yang pernah menjadi tempat pembuangan para pelaku kriminal ini ditetapkan dunia sebagai kota welas asih pertama di Indonesia karena mengedepankan humanisme, kebinekaan, dan keberlanjutan.