Belum puas sampai di ruangan itu, rombongan menuju ke tempat yang disebut Batu Cermin yang terus dipandu oleh pemandu lokal. Dalam ruangan itu, rombongan jurnalis bertemu dengan pengunjung lainnya yang berwisata di tempat itu.
Tak jauh dari ruangan itu rombongan tiba di lokasi Goa Watu Cermin (watu artinya batu). Mengapa disebut Watu Cermin? Dalam bahasa Manggarai, "watu" adalah batu, sedangkan "sermeng" adalah cermin. Jadi sesungguhnya goa itu disebut Watu Sermeng, yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi Goa Batu Cermin.
Menurut Salup, Goa Batu Cermin ditemukan oleh seorang misionaris asal Belanda yang bertugas di Keuskupan Ruteng. Disebut Batu Cermin, lanjut Salup, ada sebuah lubang bulat di celah-celah goa itu, di mana sinar matahari masuk ke dalam goa melalui lubang tersebut.
Sinar matahari itu dipantulkan di batu-batu sehingga mengakibatkan sinar itu menyinari ruangan. Jadi di areal Goa Batu Cermin terdapat dua ruangan di antara langit dan bumi. Unik dan ajaib.
“Luas area goa yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat adalah 19 hektar. Goa ini dikelilingi pemukiman masyarakat Kota Labuan Bajo. Goa ini berada di pusat Kota Labuan Bajo. Akses dari bandara dan pelabuhan sangat dekat. Kini, jalan masuk sudah diaspal. Ini dampak dari Sail Komodo bagi pembangunan infrastruktur jalan di obyek wisata,” tutur Salup.
Setiap hari selalu ada wisatawan berkunjung ke goa ini, baik secara pribadi maupun rombongan.
“Beberapa bulan lalu sangat ramai dikunjungi wisatawan mancanegara dan nusantara. Kalau hari-hari belakangan ini, jumlah kunjungan wisatawan tidak terlalu ramai,” kata Aleksius.
Wartawan Republika, Ahmad Islamy Jamil, yang pertama kali mengunjungi Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat kepada KompasTravel menjelaskan, Labuan Bajo dengan ikon komodo menjadi daya tarik bagi jurnalis Jakarta untuk melakukan peliputan berita dan perjalanan wisata.
“Semua wartawan Jakarta rindu untuk meliput keunikan binatang komodo yang menjadi ikon dunia. Selain itu keindahan alam menjadi daya tarik tersendiri untuk digali dari seorang jurnalis,” jelasnya.
Bahkan, setiap suku yang berada di sembilan Kabupaten di Flores ini memiliki bahasa ibu sendiri. Itu yang unik dan perlu diteliti dan dikaji lebih jauh. Jadi Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu anak-anak bangsa di Pulau Flores dan Lembata.
“Saya sangat kagum dengan alam di Pulau Flores. Saat mendarat di Bandara Komodo dua hari lalu, dari atas pesawat melihat keindahan alam dan baharinya,” kata Ahmad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.