Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ngubek Leuwi" di Muara Cipasarangan

Kompas.com - 04/09/2016, 14:10 WIB

TIGA ribu orang, termasuk Bupati Garut Rudi Gunawan dan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, berbasah-basah mengubek "leuwi" (lubuk) Sungai Cipasarangan. Di atas panggung, musik tradisional Sunda terus menggema. Itulah puncak tradisi tahunan ngubek leuwi, yakni mencari ikan dengan tangan kosong di muara Cipasarangan Desa Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (9/7/2016).

Tradisi ngubek leuwi merupakan ungkapan rasa syukur warga Cikelet atas berbagai nikmat yang telah diberikan Allah SWT, terutama kesehatan, setelah melaksanakan ibadah puasa satu bulan Ramadhan. Kebahagiaan itu mereka sempurnakan dengan berkumpul bersama sanak keluarga saat Lebaran.

Menurut budayawan yang juga warga Cikelet, Iip Sarip Hidayana, kegiatan itu sekaligus ditujukan untuk menggugah kesadaran terhadap pelestarian daerah aliran sungai (DAS) yang selama ini menopang kehidupan warga.

Apalagi, kesadaran masyarakat memelihara lingkungan, termasuk hulu Sungai Cipasarangan, semakin mengendur. Ada sekelompok orang yang justru berperilaku merusak sumber air di hulu sungai.

Padahal, Desa Cikelet merupakan salah satu daerah potensial pariwisata di Jawa Barat yang terletak di ujung selatan Kabupaten Garut. Pantainya bersih. Kecamatan Cikelet memiliki kekayaan budaya sangat khas, yaitu Kampung Adat Dukuh, yang teguh mempertahankan identitas tradisi kampung Sunda lama.

Kampung adat itu terletak di kaki Gunung Dukuh sekitar 10 kilometer dari pusat Kecamatan Cikelet. Salah satu falsafah hidupnya di bidang pelestarian alam adalah ulah coba-coba motong iwung bitung di tonggoh sabab bisa edan salelembur, yakni melarang setiap pengambilan pohon di lereng gunung karena bisa mengakibatkan orang sekampung tidak waras.

Falsafah itu sudah dijalankan sejak beratus-ratus tahun lalu sehingga tidak ada yang berani melanggarnya karena takut gila. "Kalaupun ada pohon yang tumbang di atas, tidak boleh diambil dan harus dibiarkan busuk," kata Rosyid (66), tokoh masyarakat Cikelet.

Mengapa hutan di atas kampung itu dikeramatkan? Kawasan ini merupakan lereng pegunungan yang curam. Luasnya 10 hektar dan merupakan daerah tangkapan air, termasuk mata air Sungai Cipasarangan. Jika hutan ini terganggu, selain warga kampung di bawahnya akan kesulitan air, bahaya longsor juga mengancam mereka.

Membabat hutan

Namun, reformasi 1998 telah mengembuskan angin buruk bagi kawasan hutan di hulu Sungai Cipasarangan. Sejak itu, sekelompok orang tidak bertanggung jawab mencuri kayu dengan membabat hutan yang selama ini menjadi sumber air. Akibatnya, pada akhir 2010, banjir bandang menghantam Cikelet.

Cipasarangan yang semula jernih berubah menjadi coklat karena membawa lumpur dan material lain dan merendam perkampungan di daerah alirannya. "Saya sedih sekali. Sungai yang dulu banyak lubuknya, menjadi dangkal dan kotor," kenang Iip Sarip.

Dari peristiwa itu, budayawan yang juga staf pengajar Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung ini berpikir bagaimana cara menggerakkan masyarakat untuk mengembalikan lebatnya hutan di hulu Cipasarangan.

Penyuluhan kepada masyarakat terkait pentingnya kelestarian alam dirasakan tidak efektif karena latar belakang pendidikan sebagian besar warga tidak memadai. Akhirnya, ditemukan cara untuk mengumpulkan warga, yakni menggelar hiburan tradisional berlabel Festival Pasarangan.

Dalam festival itu digelar aneka kesenian tradisional mulai pencak silat dan musik tradisional, seperti terbang (rebana) gembrung atau terbang sejak. Agar warga aktif berpartisipasi, digelar atraksi ngubek leuwi di Sungai Cipasarangan.

Leuwi yang diubek-ubek untuk mencari ikan dengan tangan kosong itu dipilih yang agak luas tetapi tidak terlalu dalam. Kebetulan lubuk itu berada di bawah jembatan jalur Jabar selatan, tidak jauh dari tempat bermuaranya sungai itu di Samudra Hindia. Setelah "dihitung" oleh para sesepuh Cikelet, ngubek leuwi harus diselenggarakab pada setiap hari kedua Lebaran.

Acara itu digelar di aliran Sungai Cipasarangan, Desa Cikelet, di kawasan pantai selatan Kabupaten Garut. Penyelenggaranya adalah anak-anak muda Cikelet yang tergabung dalam Rumah Budaya Cipta Kreatif Lintas Talenta (CKLT) dan Yayasan Pagar Cipasarangan, Cikelet.

Kawin "cai"

Iip Syarip menjelaskan, gagasan festival muncul enam tahun lalu karena didorong oleh keprihatinan atas rusaknya hutan di hulu Sungai Cipasarangan. Melalui ritual ini diharapkan muncul kesadaran warga akan pentingnya memelihara sungai.

Ngubek leuwi berarti harus ada ikan. Ikan baru akan hidup jika air sungai itu bersih dan terjamin ketersediaannya. Semua itu bisa terjadi jika kawasan hutan di hulunya terjaga dengan baik.

Kegiatan ngubek leuwi selain membentuk ruang silaturahim budaya, juga sebagai ruang penyadaran bagi seluruh warga akan pentingnya memuliakan lingkungan, terutama sumber air. Pergelaran seni rakyat disertakan sebagai upaya pelestarian seni tradisi yang selama ini tergerus zaman.

Sebagai penghormatan terhadap sumber air, dalam kegiatan itu diisi upacara Kawin Cai, yakni menggabungkan air yang diambil dari tujuh sumber mata air di Kecamatan Cikelet, yakni mata air Gunung Dukuh, Gunung Kasur, mata air Cimangke, Cipasarangan, Cikarang, Cikandang, dan Ciseundeuhan.

Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta, mengapresiasi inisiatif warga Garut selatan ini. Dia menilai, kegiatan ini merupakan upaya pemeliharaan yang nyata terhadap tradisi dan kearifan lokal.

Acara seperti ini sudah sangat jarang dilakukan anak-anak muda. Mereka biasanya lebih banyak membuat festival-festival musik kontemporer dibandingkan dengan festival budaya berbasis tradisi masyarakat.

Setelah DAS Cipasarangan dapat dikembalikan ke kondisi seperti sebelum reformasi, Iip Syarip berharap, wilayah itu dijadikan kawasan konservasi. Setelah menjadi wilayah konservasi yang diperkuat peraturan daerah, fungsi ekologi, sosial dan ekonomi dari jasa lingkungan akan muncul bagi kesejahteraan warga. (Dedi Muhtadi)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 September 2016, di halaman 22 dengan judul "Ngubek Leuwi" di Muara Cipasarangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com