TANJUNG REDEB, KOMPAS.com - Perahu kayu dengan kelir kuning ini panjangnya 19 meter. Pada bagian lambung, perahu memiliki lebar satu meter. Dibangun dari bahan kayu meranti merah, perahu ini mampu memuat 30 laki-laki dewasa.
Ujung depan perahu berbentuk ukiran kepala naga tengah menganga. Batang lehernya tertulis: 'Naga Sekuin'. Buritan perahu berbentuk ekor yang diukir bulat pendek.
Naga Sekuin, dalam bahasa Banua (Berau) berarti naga kepala dua, berada di pelataran Museum Gunung Tabur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Minggu (18/9/2016) pagi.
Museum ini tadinya adalah bekas Keraton Kesultanan Gunung Tabur. Pagi itu, Naga Sekuin memang sedang menunggu diturunkan ke Sungai Segah, sungai besar yang membelah Berau.
Untuk kesekian kalinya, Naga Sekuin bakal jadi tanda bahwa dimulainya pertandingan mendayung perahu panjang masyarakat Berau sebagai bagian merayakan Hari Jadi ke-63 Kabupaten Berau.
Naga Sekuin merupakan benda milik keraton. Sebelum diturunkan ke pertandingan, tetua adat Gunung Tabur 'menyarandu' (dalam bahasa Banua berarti memberi sesaji lalu mendoakan) agar perahu beserta para pedayungnya merasa kuat, tetap selamat, dan memenangkan pertandingan.
Usai 'menyarandu', 50-an pria menggotong Naga Sekuin secara beramai-ramai dan meletakkannya di tepi Sungai Segah. Meski jarak hanya sepelemparan batu, namun ternyata tak mudah menggotong Naga Sekuin lantaran panjangnya perahu.
“Tapi di awal-awal tradisi ini berlangsung, perahu bisa lebih berat. Mengangkatnya pun tidak boleh sembarangan,” kata Ibrahim Istur Anwar, tetua adat yang menjalankan prosesi 'menyarandu'.
Para penggotong perahu kebanyakan pria dengan usia senja, bermuka keriput, jambang, rambut sudah beruban dan memutih. Tampak pula Pemangku Adat Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung.
“Ada para abdi dari kesultanan dan warga sekitar sini. Mereka ini juga sekaligus para pedayung perahu nantinya,” kata Ibrahim.
Siaplah perahu itu di sungai untuk melakoni apa pun, termasuk turut serta dalam pertandingan balap perahu dayung membelah Sungai Segah.
Masyarakat Berau mengenal seluruh prosesi itu sebagai tradisi Baturunan. Tradisi ini telah berlangsung turun temurun dari masa Kerajaan Berau berdiri. "Lima tahun belakangan ini mulai dihidupkan kembali," kata Ifransyah, pegawai museum Gunung Tabur.
Baturunan sejatinya memiliki arti serupa gotong royong. Ibrahim mengungkapkan, baturunan itu seumpama antar penduduk saling membantu apabila ada salah satu warga ada yang belum selesai menuai padi.
Begitu pula bila ada masyarakat yang selesai membuat perahu. Ketika perahu hendak diturunkan ke sungai, para tetangga diundang dan kerabat diajak makan bersama lalu dilanjutkan dengan mendorong perahu beramai-ramai sampai ke sungai.
Baturunan bisa pula diartikan sebagai silaturahmi, pertemanan, persahabatan, keamanan, kekerabatan, kerja sama, kekompakan, satu tujuan, menggalang persatuan dan kesatuan masyarakat Berau.
“Kita harus menghidupkan terus semangat kebersamaan," kata Ibrahim.
“Semangat gotong royong anak-anak muda kita ini sudah luntur. Mereka lebih memilih menyendiri dengan hape (gadget). Harus dihidupkan,” sambung Ibrahim.
Siangnya, prosesi Baturunan dilanjutkan dengan lomba mendayung perahu panjang yang diikuti warga dari kampung-kampung dari berbagai kecamatan.
Ifransyah mengatakan, masyarakat nelayan yang banyak di Berau diyakini ikut dengan kapal-kapal mereka sendiri.
"Nelayan dari kampung-kampung datang. Kami tidak akan kalah dengan mereka, karena kami mencari yang berbadan kuat dan terbiasa kerja keras. Jadi ada yang kerjanya tukang batu dan buruh ikut sama kami," kata Ifransyah.
Kalender Wisata
Bupati Berau, H Muharram menginginkan tradisi Baturunan menjadi salah satu andalan Berau menarik wisatawan. Meski sudah berlangsung secara resmi untuk yang ke sekian kali, ia menginginkan tradisi ini terus bertahan. “Harus terus dipromosikan, sekaligus biar terus lestari budaya daerah kita,” kata Muharram.
Oleh karena itu, lanjut Muharram, pemerintah perlu memasukkan tradisi ini dalam kalender pariwisata Berau agar menjadi acuan wisatawan bahwa gelaran serupa akan terus berlangsung di Berau. "Jadi kesannya ada terus setiap waktu, setiap tahun," katanya.
Bupati Berau berniat menggandeng semua suku yang ada di Berau, termasuk Dayak, Bajau, hingga semua warga Banua untuk mendukung program ini. "Kita akan mengemas lebih bagus. Kalau perlu H minus tujuh hingga H plus tujuh. Biar hotel kita bisa penuh terus," kata Muharram.
Kutai Kartanegara dinilai Muharram, merupakan daerah yang berhasil mengelola potensi budaya daerahnya untuk mendatangkan wisatawan mancanegara.
"Berau dengan kekayaan yang tidak kalah banyaknya seharusnya juga bisa mewujudkan keberhasilan serupa Kukar. Kita bisa seperti Kukar. Orang Eropa saja bisa datang ke sana," tambah Muharram.
*****
KompasTravel kembali menghadirkan kuis "Take Me Anywhere 2". Pemenang akan mendapatkan kesempatan liburan gratis yang seru ke Yogyakarta selama tiga hari dua malam.
Hadiah sudah termasuk tiket pesawat, transportasi lokal, hotel, konsumsi, dan beragam aktivitas seru selama di Yogyakarta. Juga raih kesempatan memenangkan hadiah smartphone. Klik link berikut: Mau Liburan Gratis di Yogyakarta? Ikuti Kuis "Take Me Anywhere 2"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.