Sementara pernik-pernik yang harganya tidak terlalu tinggi, ternyata “Made in China”. Dan nyaris semua cindera mata di Vegas maupun di tempat wisata lain adalah buatan China.
Nah, lalu apakah yang masih asli di lokasi ini? Jawabannya adalah makanan dan suasana bersantap ala koboi.
Bangunan utama di Hualapai Ranch adalah restoran dengan pintu kupu-kupu seperti dalam film wild west. Dindingnya dihiasi senapan-senapan kuno, panah, serta tomahawk atau kapak perang suku Indian.
Di restoran ini menunya menyesuaikan kebiasaan setempat. Kita bisa memilih kentang atau sup kacang, dengan lauk ayam panggang atau daging. Sayurannya sama, wortel, buncis, dan brokoli. Sebagai makanan penutup ada roti jagung manis.
Kami mengantre di depan dapur. Di sana ada tulisan peringatan bahwa makanan ini diproses dengan cara setempat, dan pengunjung dipersilakan mempertimbangkan sendiri apakah mau menyantapnya atau tidak.
Petugas akan menanyakan apa pilihan kita, lalu menuangkan makanan ke piring. Benar-benar seperti kehidupan di wild west yang liar.
Saya dan Erry Rahmantyo, rekan lain dari Lenovo Indonesia, segera menyantap makanan itu. Rasanya tidak seburuk dugaan, bahkan terasa enak di lidah kami. “Ngelih je (lapar je),” ujar Erry dalam bahasa Jawa.
Saat makan, kami tiba-tiba dikejutkan oleh letusan pistol dari luar restoran. Ternyata di halaman ranch sedang ada adu tembak antar dua koboi. Mereka sebenarnya turis yang diberi topi dan ikat pinggang berisi pistol. Keduanya adu cepat menembak. Tentu saja pistol itu tidak berisi peluru asli, meski suaranya sangat keras.
Selain duel pistol, wisatawan bisa juga mengendarai kuda atau kereta di dalam ranch. Ada juga permainan rodeo meskipun tidak menggunakan banteng sungguhan, namun hanya robot banteng.
Bagi mereka yang ingin bermalam di dalam ranch, disediakan lodge yang bersih dan nyaman. Meski begitu, pengunjung diperingatkan untuk hati-hati berjalan-jalan di sekitar ranch karena di daerah itu masih banyak ular derik atau rattle snake yang gigitannya bisa membuat seseorang kehilangan nyawa.
Elang Grand Canyon
Keluar dari ranch, masih banyak lokasi indah di Grand Canyon. Kami pun menunggu bus sambil menghangatkan badan di dekat tungku api yang tersedia. Tak lama, bus tiba untuk membawa kami ke tujuan berikutnya: Eagle Point.
Jurang di Eagle Point sangat curam, sehingga pengunjung diminta berhati-hati untuk tidak berada terlalu dekat dengan bibir tebing.
“Bebatuan di sini bisa lepas. Jadi jangan terlalu ke pinggir. Bila ada barang yang terjatuh, relakan saja, tidak usah berusaha mengambilnya karena tidak ada yang selamat bila jatuh dari sini,” ujar Peter.
Meski diminta berhati-hati, namun pesona Eagle Point membuat banyak pengunjung rela menempuh resiko. Banyak yang berfoto di tepinya, demi mendapatkan latar belakang sang elang, dan jurang dalam di bawahnya.
Patricia, salah seorang pemandu yang mendampingi rombongan kami, mendekati saya dan menunjukkan titik di mana kita bisa mengambil foto dengan latar belakang keren.
Salah satunya adalah sebuah batu yang menonjol, di mana kita bisa duduk dan mendapatkan background jurang dengan Rio Colorado di bawahnya.
Titik lain yang ditunjukkan Patricia adalah lokasi dengan latar belakang platform kaca Grand Canyon Skywalk di mana orang bisa berjalan di atasnya untuk melihat ke dasar jurang sedalam 1,3 kilometer.
Di titik itu, Patricia meminta saya seolah mengangkat platform dengan tangan. “Naikkan dikit, ya berhenti di situ,” ujarnya.
Belum selesai menikmati pemandangan Eagle Point, kami sudah diminta berkumpul untuk menuju Guano Point. Di tempat yang juga disebut sebagai “home of the Hualapai” ini terdapat bukit di mana kita bisa melihat pemandangan 360 derajat dari Grand Canyon.
Puncak bukit itu tidak sulit untuk didaki, meski kita harus berhati-hati melangkah karena ada batu-batu yang bisa terlepas dari tempatnya.
Saya dan Son, wartawan dari Vietnam sempat kesulitan naik ke bukit karena keliru memilih jalan setapak. Kami mendorong dan menarik satu sama lain untk mencapai puncak.
Begitu sampai puncak, kami baru sadar bahwa ada jalan setapak yang jauh lebih mudah dilalui. Sementara tidak ada orang lain yang melalui jalur kami.
Dahulu ada jalur tram untuk membawa guano ke atas. Namun guano yang ditambang ternyata tidak sebesar perkiraan, sehingga penambangan dihentikan.
Kini tempat itu menjadi titik wisata menarik untuk memandang Grand Canyon. Di situ pengunjung bisa bersantai dan menyantap makanan yang disediakan suku Hualapai.
Di rumah orang-orang Hualapai itulah kami mengakhiri petualangan di Grand Canyon. Dalam perjalanan pulang menuju Las Vegas, keindahan Grand Canyon, wangi kaktus dan tumbuhan gurun, serta dinginnya angin lembah terbawa dalam mimpi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.