Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Purnomo, Wisata Plus Lestarikan Hutan

Kompas.com - 31/03/2017, 19:17 WIB

BERSEPATU bot warna hijau tua, mengenakan celana panjang penuh saku serta tas pinggang, Purnomo (40) berjalan meniti jalur bebatuan sambil membawa parang.

Kaus oblong warna merahnya basah oleh keringat. Dia baru saja selesai kerja bakti bersama beberapa warga desa memperbaiki pipa saluran air bersih di tepi sungai.

Kerja bakti dan gotong royong warga Dusun Kalipagu, Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, itulah yang kini mengubah wajah lingkungan, sosial, dan ekonomi desa.

Melalui proses panjang sejak 2008, Purnomo yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Gempita Desa Ketenger perlahan mengajak warga menggali potensi religi dan budaya.

Warga juga diajak mengangkat keindahan alam desanya, terutama dengan wisata alam Curug Jenggala.

(BACA: Penggemar Selfie, Ini 4 Kampung Warna-warni di Indonesia)

Desa Ketenger di lereng Gunung Slamet sisi timur dikaruniai pemandangan alam yang lengkap. Perbukitan dengan pohon-pohon pinus dan hutan yang rimbun memberikan kesejukan udara.

Hamparan sawah warga berjejer membentuk teras-teras berundak yang rapi. Air sungai yang bening dan deras mengalir dari air terjun menyusuri bebatuan.

Sejumlah situs sejarah, seperti situs Lemah Wangi Batur Lumpang atau Padepokan Galuh Purba dan situs Batur Semende juga ada di sana.

Untuk menjaga kearifan lokal, setiap dua tahun sekali ada ritual baritan. Dalam ritual itu, warga yang memiliki hewan peliharaan menari bersama penari lengger untuk memohon keselamatan kepada Tuhan.

(BACA: Kragilan Top Selfie, Ini Pulau Nami-nya Indonesia...)

Kemudian, pada 2015-2016, Purnomo bersama sejumlah warga desa berinisiatif memanfaatkan aliran air terjun dengan ketinggian sekitar 15 meter, yang merupakan pertemuan antara Sungai Banjaran dan Sungai Mertelu, sebagai obyek wisata.

Didukung Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur dengan modal untuk membangun jembatan dan ”dek cinta”, yaitu papan berbentuk hati untuk wisatawan berswafoto, Purnomo mengajak warga bergotong royong menata lokasi sekitar 0,25 hektar agar dapat menarik wisatawan.

”Awalnya hanya empat orang yang membantu, tapi kemudian bertambah jadi 28 orang, lalu sekarang sedikitnya ada 50 orang yang terlibat mengelola wisata ini,” kata Purnomo, Rabu (22/3/2017).

Warga desa butuh waktu sekitar dua minggu untuk membangun jembatan, membuat jalan setapak sepanjang 500 meter dengan ratusan anak tangga dari tanah yang ditahan bambu, membangun gapura selamat datang, serta membersihkan pohon rengas dan kemadu yang bisa mengakibatkan gatal pada kulit.

”Ada sekitar 10 pohon rengas dan kemadu yang kami tebang, tapi kemudian kami menanam 500 bibit pohon nagasari, tembagan, dan klengsar yang merupakan tanaman endemik di lereng Gunung Slamet,” kata Purnomo.

Masyarakat sejahtera

Kendati ada cemoohan dari beberapa warga yang meragukan usaha mengelola wisata Curug Jenggala, Purnomo tetap meneruskan membangun tempat itu.

Dengan misi hutan lestari masyarakat sejahtera, Purnomo yakin manfaat wisata alam itu bisa dirasakan bagi semua warga di desa itu.

Melalui promosi di media sosial, Curug Jenggala yang baru dibuka pada Oktober 2016 mampu mendongkrak pengunjung secara drastis.

Kalau biasanya pengunjung sekitar 2.000 orang per bulan, kini jumlahnya bisa mencapai 10.000-13.000 orang per bulan. Pemasukan dari wisatawan mencapai Rp 50 juta-Rp 67 juta per bulan.

”Saat ini sedikitnya ada sembilan pelataran rumah warga yang dijadikan tempat parkir. Warga yang tadinya berburu burung di hutan ada yang beralih menjadi tukang ojek atau mengurus taman dan ibu-ibu rumah tangga juga membuka warung makanan ringan,” tutur Purnomo yang sehari-hari bekerja sebagai operator pintu jaga air PLTA Ketenger.

Menurut Purnomo, aneka jenis burung yang banyak diburu warga antara lain burung percit, depyu mini, kutilang hijau, dan kanis jenggot.

Hasil tangkapan itu dijual dengan harga Rp 30.000 hingga Rp 300.000 per ekor. ”Biasanya warga memburu dengan getah atau jaring,” ujarnya.

Sejumlah warga mengapresiasi usaha dan kerja keras Purnomo dalam mengelola wisata alam di desanya tersebut.

Joko (45), warga desa yang dulu sering berburu burung di hutan, misalnya, kini turut mengelola lingkungan sekitar tempat wisata curug.

”Dulu saat cari burung harus berjalan kaki ke dalam hutan sampai delapan jam dan menginap di hutan. Paling banyak dapat lima burung. Sekarang tidak usah masuk ke dalam hutan, bersih-bersih di sini juga sudah dapat pemasukan,” kata Joko.

Warga lain, Kusno (29), kini menjadi tukang ojek dengan pemasukan Rp 30.000-Rp 50.000 di hari biasa, sedangkan di hari libur bisa mencapai Rp 100.000-Rp 150.000.

Sebelumnya, dia menjadi buruh bangunan dan buruh tani dengan upah Rp 60.000 per hari. ”Jadi buruh tenaganya terperas seharian. Sekarang lebih baik,” kata Kusno.

Uang pemasukan dari penjualan tiket, ujar Purnomo, dibagi dua bagian, yaitu 40 persen bagi Perhutani sebagai pemilik area hutan dan 60 persen bagi LMDH Gempita.

Pemasukan bagi LMDH Gempita itu kemudian dibagi-bagi lagi, masing-masing untuk upah tenaga kerja, pengembangan, kas LMDH, kas desa, dana bina lingkungan desa, dana bina budaya dan religi, serta untuk dana-dana sosial.

Setidaknya ada 30 pengurus LMDH Gempita yang mengelola tempat wisata itu. Mereka berbagi tugas, antara lain menjaga loket masuk, mengembangkan usaha, dan menjaga keamanan.

Pendapatan mereka per bulan berkisar Rp 1 juta-Rp 1,5 juta. Selain dampak ekonomi, setidaknya 160 keluarga di Dusun Kalipagu juga sudah mulai sadar wisata, antara lain bagaimana menyambut pengunjung dengan ramah serta tidak sembarangan menjemur pakaian dalam di depan rumah.

Selain terlibat aktif dalam mengembangkan wisata dan menjaga hutan di desa, Purnomo pernah mengikuti Semiloka Nasional Hutan Indonesia di Jakarta pada September 2016.

Purnomo juga pernah menjadi pembicara pada diskusi publik bertema ”Kearifan Masyarakat Lokal Lereng Gunung Slamet dalam Menghadapi Ancaman Bencana” yang digelar Korps Mahasiswa Pecinta Alam FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, pada 2009.

Purnomo menyampaikan, dek cinta yang dibangun di Curug Jenggala bukan sekadar papan berbentuk hati yang dipakai untuk berswafoto. Fasilitas itu, katanya, juga sebagai pengingat bagi warga dan semua pengunjung tentang semangat handuweni (memiliki).

”Dengan semangat handuweni, orang akan ikut mencintai dan menjaga lingkungan serta sesamanya,” ujar Purnomo. (MEGANDIKA WICAKSONO)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Maret 2017, di halaman 16 dengan judul "Wisata Plus Lestarikan Hutan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

8 Penginapan di Ciwidey dengan Kolam Air Panas, Cocok untuk Relaksasi

8 Penginapan di Ciwidey dengan Kolam Air Panas, Cocok untuk Relaksasi

Hotel Story
Capaian Timnas U-23 di Piala Asia Bawa Dampak Pariwisata untuk Indonesia

Capaian Timnas U-23 di Piala Asia Bawa Dampak Pariwisata untuk Indonesia

Travel Update
Harga Tiket Masuk Taman Safari Prigen 2024 dan Cara Pesan via Online

Harga Tiket Masuk Taman Safari Prigen 2024 dan Cara Pesan via Online

Travel Tips
3 Promo BCA Australia Travel Fair 2024, Ada Cashback hingga Rp 2 Juta

3 Promo BCA Australia Travel Fair 2024, Ada Cashback hingga Rp 2 Juta

Travel Update
4 Promo Tiket Pesawat dan Tur BCA Australia Travel Fair, Rp 7 Juta ke Perth PP

4 Promo Tiket Pesawat dan Tur BCA Australia Travel Fair, Rp 7 Juta ke Perth PP

Travel Update
Hari Ini, BCA Australia Travel Fair 2024 Digelar di Gandaria City

Hari Ini, BCA Australia Travel Fair 2024 Digelar di Gandaria City

Travel Update
10 Tips Wisata Saat Cuaca Panas, Pakai Tabir Surya dan Bawa Topi

10 Tips Wisata Saat Cuaca Panas, Pakai Tabir Surya dan Bawa Topi

Travel Tips
5 Wisata di Palangka Raya, Ada Wisata Petik Buah

5 Wisata di Palangka Raya, Ada Wisata Petik Buah

Jalan Jalan
5 Tips ke Museum iMuseum IMERI FKUI di Jakarta, Reservasi Dulu

5 Tips ke Museum iMuseum IMERI FKUI di Jakarta, Reservasi Dulu

Travel Tips
Cara Menuju ke Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah

Cara Menuju ke Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah

Jalan Jalan
Bukit Tangkiling Palangka Raya untuk Pencinta Alam dan Petualangan

Bukit Tangkiling Palangka Raya untuk Pencinta Alam dan Petualangan

Jalan Jalan
Rute Menuju ke Jungwok Blue Ocean Gunungkidul, Yogyakarta

Rute Menuju ke Jungwok Blue Ocean Gunungkidul, Yogyakarta

Jalan Jalan
Segara Kerthi Diperkenalkan ke Delegasi World Water Forum di Bali, Apa Itu?

Segara Kerthi Diperkenalkan ke Delegasi World Water Forum di Bali, Apa Itu?

Travel Update
Sederet Aktivitas Seru di Jungwok Blue Ocean, Tak Hanya Bisa Foto

Sederet Aktivitas Seru di Jungwok Blue Ocean, Tak Hanya Bisa Foto

Jalan Jalan
Kering sejak Maret 2024, Waduk Rajui Jadi Spot Instagramable di Aceh

Kering sejak Maret 2024, Waduk Rajui Jadi Spot Instagramable di Aceh

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com