KOMPAS.com - Bukit dengan padang rumput luas menghampar sejauh mata memandang di perjalanan menuju Rotarua dari Bandara Auckland, Pulau Utara, Selandia Baru. Setiap bukit yang saya lewati dipenuhi domba hingga sapi. Jumlahnya tak terhitung. Dari kejauhan mereka seperti gerombolan titik yang memenuhi puncak bukit.
Konon, jumlah domba di Selandia Baru lebih banyak daripada jumlah manusia. Mungkin ada benarnya, karena inilah pemandangan yang lazim terlihat di Selandia Baru. Namun, Selandia Baru yang sesungguhnya bukanlah padang rumput berbukit dengan gerombolan domba dan sapi.
"Semua itu impor. Bahkan rumput yang Anda lihat adalah impor, bukan asli Selandia Baru," kata Jessie, pemandu tur dari Rotarua Canopy Tours.
BACA: Kia Ora, Berani Memacu Adrenalin di Selandia Baru?
Jadi seperti apa Selandia Baru sesungguhnya? Jessie mengantar saya dan peserta tur canopy di Rotarua untuk mendapatkan jawaban itu. Rotarua adalah kota di Pulau Utara dari Selandia Baru. Selandia Baru terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau Utara dan Pulau Selatan.
Rotarua dikenal sebagai “rumah” para Maori, bangsa pertama yang menetap di Selandia Baru. Rotarua bisa diakses melalui Bandara Auckland melalui perjalanan darat sekitar empat jam. Jika ke kota ini, turis kerap disarankan untuk mengikuti tur yang disediakan Rotarua Canopy Tours.
Tur ini membawa peserta melihat alam Selandia Baru sesungguhnya, ketika para Maori baru saja datang ke Selandia Baru. Sebuah hutan perawan yang luas dengan pohon-pohon tinggi menjadi tempat penjelajahan.
Penjelajahan dilakukan dengan cara zipline dari pohon ke pohon. Jika Anda bingung apakah zipline itu, zipline kerap disebut flying fox di Indonesia.
Seperti pada umumnya canopy tour, zipline dan jembatan gantung ini terhubung dari satu penyangga ke penyangga lainnya. Semua penyangga dibangun di atas pohon. Selain itu, peserta tur juga ditemani pemandu profesional yang tak hanya memastikan keamanan peserta, tetapi juga menjelaskan seluk-beluk flora dan fauna setempat.
BACA: Turis Indonesia, Inilah Waktu Terbaik Liburan di Selandia Baru
Di Indonesia, sudah ada operator yang menawarkan pengalaman canopy tour yang sama. Menjelajahi hutan atau pegunungan dengan cara bergelantungan menggunakan zipline atau jembatan gantung.
Rotarua Canopy Tour menawarkan sensasi yang berbeda. Untuk menjelajahi hutan, perlu melewati enam zipline dan dua jembatan gantung. Total “trekking” bergelantungan menjelajahi hutan ini sepanjang lebih dari satu kilometer dan memakan waktu selama tiga jam.
Bayangkan, Anda bergelantungan di atas hutan dan “terbang” setinggi pohon. Hampir keseluruhan perjalanan dilakukan di ketinggian, bukan berjalan di tanah. Setiap zipline memiliki panjang berbeda-beda, dari 40 meter hingga 220 meter.
BACA: Mengenal Lebih Dekat Maori di Selandia Baru, Kunjungi 3 Tempat Ini
Sementara jembatan gantung yang lebarnya hanya cukup untuk satu orang itu memiliki panjang 15 meter dan 50 meter. Ketinggian penyangga pohon bervariasi dari 12 meter hingga 22 meter. Peserta diajak menikmati suasana hutan perawan dari penyangga pohon tersebut.
Waktu selama tiga jam tak terasa saat melesat “terbang” membelah pepohonan. Jessie kerap menyuruh saya dan peserta lainnya meluncur dengan berbagai gaya, mulai dari gaya Superman, jatuh menghadap ke langit, hingga gaya duduk.
Walau tampak bersenang-senang, keamanan sangat diperhatikan. Sebelum memulai perjalanan, instruksi keselamatan disampaikan dengan detail hingga semua peserta benar-benar paham. Tanpa segan, Jessie memberikan “tes kecil” sekadar mengulang apakah peserta benar-benar mengerti instruksi yang sudah disampaikan.
Keheningan
Hutan ini begitu hening. Pohon-pohon begitu rapat. Jarak saya dengan pohon-pohon berusia ratusan tahun itu sangat dekat hingga mudah bagi saya untuk memeluknya. Gesekan daun tertiup angin jelas terdengar.
Namun, walau saya berada di ketinggian, bunyi burung begitu jarang terdengar. Ketika akhirnya muncul burung robin yang mengambil makanan dari pemandu, rasanya baru lengkap.
“Dulu hutan ini sangat sepi, baru ramai malam hari. Sekarang burung-burung sudah mulai kembali,” kata Jessie.
Dulu, malam hari di hutan Dansey Road Scenic Reserve baru terdengar ramai oleh suara-suara binatang seperti tikus dan possum (sejenis tupai). Burung-burung lokal pun terancam punah, habis dimakan binatang-binatang tersebut. Pada siang hari, hutan pun sunyi karena burung-burung makin menghilang.
Jika beruntung, Anda bisa bertemu atau mendengar nyanyian burung Kereru, Tui, Taotowai, Kaka, Koekoea, Miromiro, dan burung Piwakawaka. Ini adalah burung-burung asli Selandia Baru. Ada burung-burung lain yang dulu menghuni hutan itu, tetapi sekarang sudah tidak ada.
“Sebelum bangsa Eropa datang, hutan ini dipenuhi burung kiwi. Binatang bawaan bangsa Eropa mendesak kelangsungan hidup burung kiwi,” cerita Jessie.
Sebab, zipline terpanjang dalam tur ini yaitu sepanjang 220 meter meluncur dari penyangga yang dipasang di pohon berusia 1.000 tahun itu. Anda dibawa meluncur di ketinggian 22 meter. Itu pun belum di puncak pohon.
Saat meluncur, sepanjang mata memandang pepohonan tinggi yang begitu rindang. Karena begitu tinggi, saat melihat ke bawah, yang tampak adalah pucuk-pucuk pohon. Inilah Selandia Baru sesungguhnya...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.