Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kristoforus Nison Mengajak Turis ke Liang Ndara

Kompas.com - 06/06/2017, 21:42 WIB

LABUAN Bajo sedang dalam proses menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan. Kristoforus Nison tidak hilang akal menjual desa sekitar Labuan Bajo.

Ia membentuk lembaga ekowisata Riwung Tanah Tiwa di Desa Liang Ndara, Kecamatan Mbeliling, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Desa wisata ini membuat warga betah di desa, tidak lagi menjadi TKI atau TKW di luar negeri.

Kristoforus Nison membentuk lembaga ekowisata Riwung Tanah Tiwa tahun 2008/2009 yang beranggotakan lima orang. Mereka menggalang warga desa untuk terlibat dan menelusuri sejumlah tarian daerah warisan leluhur, lagu-lagu daerah, syair-syair adat kuno, dan berbagai tradisi Liang Ndara yang nyaris punah.

Kristo, panggilan Kristoforus, di Labuan Bajo, Sabtu (27/5/2017), mengatakan, sangat rugi jika wisata Labuan Bajo dengan binatang komodo yang sudah mendunia tidak didukung dengan wisata desa. Padahal, potensi desa sangat besar di bidang budaya, alam, kuliner, hingga tradisi masyarakatnya.

Pada 2010, Riwung Tanah Tiwa membangun sanggar dengan nama yang sama. Kini, pengurus inti kelompok ekowisata ini sebanyak 37 orang serta 170 anggota tidak tetap.

(BACA: Kegelisahan Ignasius Suradin terhadap Pariwisata Manggarai Barat...)

Anggota inti merupakan anggota yang terlibat rutin melakukan berbagai kreasi dan inovasi. Sementara anggota tidak tetap adalah orang-orang yang terlibat saat wisatawan tiba.

”Mereka terlibat dalam kegiatan budaya, kuliner, trekking kerajinan lokal, seperti anyaman untuk suvenir, dan penginapan atau home stay. Kini, kami sedang mengupayakan agar di setiap penginapan ada internet sehingga mendorong pengunjung lebih lama bertahan di desa itu,” ujar Kristo.

Paket budaya

Desa Liang Ndara yang terletak di Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, bisa ditempuh dalam waktu 45 menit dari Labuan Bajo. Desa itu berada di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut.

(BACA: Inikah Desa Wisata Alam Terbaik di Flores?)

Penduduknya merupakan masyarakat Liang Ndara yang termasuk etnis Kempo (ata Kempo), yakni turunan suku Manggarai. Mata pencarian penduduknya sebagian besar petani.

Pada 2012, Kristo merancang enam paket wisata yang dijual kepada wisatawan lokal dan mancanegara, yakni paket budaya, trekking kampung, trekking kebun, trekking Mbeliling, aktivitas masyarakat, serta home stay, dan juga kuliner.

Di antara paket-paket yang ditawarkan kepada wisatawan itu, paket budaya merupakan paket yang paling diminati wisatawan. Mereka biasanya datang ke Desa Liang Ndara dalam rombongan.

Peminat paket budaya pada 2016 tercatat 1.586 orang yang datang dalam 133 grup. Satu grup yang beranggotakan 1-10 orang dikenai tarif Rp 1,6 juta.

Jika lebih dari 20 orang, ditambah Rp 200.000 sehingga menjadi Rp 1,8 juta. Setiap tambahan 20 wisatawan untuk paket budaya dikenai tarif Rp 200.000.

Paket budaya ini terdiri atas enam jenis atraksi, yakni penerimaan tamu, tarian caci (perang), tarian ako mawo (mengetam padi), tarian ndudu ndake (kain selendang yang digulirkan dari tamu yang satu ke tamu yang lain sambil menari), tarian ceca kalu (tarian lompat bambu), serta tarian sanda (peserta berdiri melingkar, menyentakkan kaki sambil menyanyikan lagu daerah dan berputar keliling sambil berpegangan tangan).

Paket budaya ini diakhiri dengan pemberian minuman kopi lokal dan sopi (arak lokal) kepada tamu. Kopi dan arak yang disuguhkan benar-benar asli hasil olahan warga. Ini merupakan bagian dari budaya warga.

Biasanya paket budaya ini dilanjutkan dengan paket kuliner yang disiapkan anggota tetap dan tidak tetap. Jenis kuliner ini berupa pangan lokal olahan kelompok sanggar. Harga kuliner Rp 15.000 per orang. Kuliner ini juga disiapkan dalam bentuk mentah, seperti buah-buahan, beras, dan umbi-umbian. Semuanya organik.

Paket hiking hanya diminati wisatawan tertentu. Biasanya mereka berjumlah 1-4 orang. Hiking kebun dan kampung berlangsung 30-60 menit.

Wisatawan diajak melihat panorama alam dari desa atau kebun memandang ke Laut Sawu, cakrawala, menyaksikan masyarakat berkebun, dan berladang (menyiapkan lahan, membersihkan tanaman, memanen, dan menyimpan).

Tarif kedua jalur hiking ini Rp 150.000 per orang atau 1-10 orang Rp 200.000. Setiap penambahan 10 orang dihargai Rp 50.000.

Sementara trekking Mbeliling (berjalan kaki menuju bukit Mbeliling) membutuhkan waktu 5-6 jam perjalanan sehingga peserta harus menginap di home stay setempat.

Tarif trekking Rp 200.000 per orang atau 1-10 orang Rp 300.000, setiap penambahan 10 orang dikenai tarif Rp 100.000.

”Listrik menyala 24 jam, jaringan internet sedang diupayakan. Jika ada internet, pengunjung lebih betah dan nyaman, bahkan lebih lama berada di Liang Ndara,” ucap Kristo.

Paket aktivitas masyarakat antara lain menyaksikan kerajinan menenun, tradisi memecah kemiri, menganyam, menyaksikan masyarakat membahas adat perkawinan di antara kedua kelompok (pihak keluarga perempuan dan keluarga pria), serta ritual adat mencukur rambut pertama seorang bayi.

Setiap Jumat, Kristo memimpin anggota Riwung Tanah Tiwa melakukan bakti sosial di desa. Mereka membersihkan lingkungan dari sampah, merapikan pagar dan bunga, serta menyiram pohon.

Ia melarang warga melepaskan ternak berkeliaran di desa. Jenis ternak besar, seperti kambing, sapi, dan babi, harus dikandangkan sekitar 500 meter dari desa.

Ia pun mengingatkan warga agar tetap menjaga kebersihan rumah. Meski darurat, warga merawat dan menata rumahnya dengan baik sehingga wisatawan akan merasa betah dengan rumah yang menawan.

Betah di desa

Sejak ekowisata di Desa Liang Ndara, dengan berbagai kegiatan, termasuk sanggar wisata, dibuka pada 2008/2009, tidak ada lagi warga Desa Liang Ndara yang menjadi TKI ilegal.

Warga juga tidak bergegas ke kota-kota di Nusa Tenggara Timur untuk mencari pekerjaan. Tidak terdengar lagi kabar kematian TKI atau TKW dari desa itu di luar negeri.

Sebanyak 477 warga desa tersebut lebih betah berada di desa, termasuk lulusan sarjana dan sekolah menengah. Mereka melakukan berbagai aktivitas, terutama berkreasi untuk menghadirkan suvenir yang unik dan lucu, sesuai kearifan lokal masyarakat.

Penduduk Liang Ndara berjumlah 116 keluarga. Warga yang terlibat dalam ekowisata ini secara rutin mendapatkan keuntungan minimal Rp 1 juta per bulan.

Untuk ukuran warga Liang Ndara, jumlah Rp 1 juta per bulan sudah cukup besar, apalagi keterlibatan mereka tidak setiap hari, tetapi saat wisatawan datang. ”Mereka masih mengolah lahan pertanian seperti biasa,” kata Kristo. (KORNELIS KEWA AMA)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Juni 2017, di halaman 16 dengan judul "Mengajak Turis ke Liang Ndara".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com