Usai puasa, mereka membuat aneka ketupat yang dibawa ke masjid untuk dinikmati bersama seluruh warga desa. Dari sinilah bakdo kupat menjadi besar seperti sekarang ini.
“Dulu, lawok (lauk) yang menyertai ketupat adalah sambel goreng yang terbuat dari pepaya teto (dipotong kecil) dan bumbu tumbok (kacang dan rempah),” ujar Abdurrohim Mertosono.
Masyarakat Jaton mengenal 4 macam bentuk anyaman ketupat, panggang, into (jantung), luar dan bawang.
Saat semua hidangan tersaji di masjid, seorang imam akan mempimpin doa keselamatan bagi semua warga dan seluruh bangsa Indonesia. Doa yang selalu dirapalkan oleh anak keturunan Kiyai Modjo dan 63 pengikutnya yang dibuang Belanda di Minahasa, Sulawesi Utara.
Dalam tanah pengasingan, puluhan kombatan Perang Jawa ini menikahi gadis Minahasa yang melahirkan masyarakat Jaton.
Dalam tradisi bakdo kupat, setiap keluarga Jaton selalu menyiapkan ketupat, nasi bulu, jenang, dan aneka masakan daging. Mereka akan menyambut semua tamu yang datang dengan ramah, biasanya yang datang adalah kolega kantor, sekolah atau keluarga jauh.
Sambil berbincang mengenai kehidupan sehari-hari mereka menikmati hidangan lezat ini bersama-sama.
Tidak hanya itu, buah tangan untuk tamu sudah disiapkan tuan rumah, jenang yang dibungkus daun woka (Livistona sp) dan nasi bulu atau biasa disebut juga dengan nama nasi jaha (dari asal nasi jahe, karena ada bumbu jahe dalam pengolahannya).