Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat dari Dekat Kehidupan Suku Dayak di Lamandau Kalteng

Kompas.com - 02/12/2017, 09:40 WIB
Kontributor Pangkalan Bun, Nugroho Budi Baskoro

Penulis

Ikat tongang adalah pemasangan gelang dari akar kayu tongang pada para tetamu oleh kepala adat. Pada tongang yang terikat itu terdapat daun sangkuba, yang menjadi semacam 'mata gelangnya'.

Dalam upacara ini, para tamu didudukkan pada sebuah garantung (alat musik tradisional Dayak), dengan latar belakang Tempayan (guci besar) peninggalan leluhur.

"Jadi orang ikat tongang itu harus duduk di garantung, bersandar di tempayan. Maknanya berarti kita berdiri sama tinggi, duduk sama rendah," kata Kepala Desa Lopus, Yohanes Bidi Dermawan.

Usai penyematan tongang, ada ritus tabur beras, "mengotap bosi" (menggigit besi), dan lalu meminum sedikit tuak manis. Semua ritus ini, dalam pemahaman masyarakat Dayak setempat, ada maknanya.

"Ikat tongang itu supaya panjang umur, supaya jangan mendapat rintangan waktu di jalan. Tabur beras supaya tetap semangat. Mengotap bosi, bosi itu kering, jadi keras. Supaya tetap keras semangatnya. Minum itu penghargaan, penghormatan. Tuak itu mengiringi adat, budaya," ungkap Martinus Sungkur, Mantir Adat Lopus, pada KompasTravel usai mengikuti ritual itu.

"Saat kami mengikat, kami itu berdoa. Yang dibaca itu supaya kalian panjang umur dalam bahasa adat. Kalian pulang bisa selamat. Itu doa dari orang agama Kaharingan," lanjutnya.

Lalu, yang tak bisa dielakkan para tamu adalah mereka harus ikut menari dalam acara bagondang. Ketika kepala desa, atau tokoh adat menarik tangan tamunya, maka pada tamu itu segera disematkan busana menari, berupa ikat kepala, kain penutup kaki, untuk kemudian menari atau baigal.

Dalam bagondang, penari berhadapan berpasangan. Di Lopus terdiri dari empat pasangan, sedangkan di Tapinbini dua pasangan.

Tak seperti kebanyakan tarian Dayak yang energik, dalam bagondang tarian berlangsung lambat dan anggun penuh penghayatan. Penari hanya merenggangkan kedua tangan lebar, lalu mengayunkannya perlahan, sembari bergerak ke kanan-kiri.

Kepala Dinas Pariwisata Lamandau, Frans Evendi, memotong kayu rintangan dalam upacara Garung Pantan, upacara penyambutan tamu dalam adat Dayak, di Desa Lopus, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, Jumat (30/11/2017). KOMPAS.COM/BUDI BASKORO Kepala Dinas Pariwisata Lamandau, Frans Evendi, memotong kayu rintangan dalam upacara Garung Pantan, upacara penyambutan tamu dalam adat Dayak, di Desa Lopus, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, Jumat (30/11/2017).
Pertukaran posisi dilakukan pada pasangan yang saling berhadapan, laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan di tiap satu sesi yang temponya sekitar dua menit. Lalu ada jeda dengan suguhan minum tuak manis lagi. Tidak banyak, seperempat gelas saja.

Kuliner yang unik

Tuak bukan satu-satunya kuliner yang identik dengan Suku Dayak yang disuguhkan dalam trip ini. Selain itu, ada nasi yang juga dimasak dan dikemas dalam daun. Masyarakat setempat menyebutnya daun topah.

Daun ini berbentuk oval, namun lebar, dengan terdapat garis-garis arsiran berwarna hijau tua. Sepintas, kemasannya mirip kue lapis daun pisang, namun lebih panjang.

Yang lebih unik adalah sajian beras ketan gurih yang dikemas dan dimasak dalam bungkus kantong semar. Karena kemasannya, masyarakat setempat menyebutnya tabiku untuk makanan ini.

Tabiku tak lain merupakan sebutan untuk kantong semar itu. Rasa makanan ini seperti nasi lemang yang dibuat di dalam bambu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com