Kecuali kamar raja, seluruh ruangan dalam astana itu bisa diakses pengunjung. Samudra mengatakan, pihaknya memang terbuka terhadap pera pengunjung untuk menginap di bangunan cagar budaya itu. Baginya, istana dengan segala eksklusivitasnya, tidak lagi berlaku setelah era kerajaan selesai.
"Semua yang saya buka dan dapat dilihat di sini, silakan dilihat. Ada beberapa hal memang yang tak dapat dilihat," ucapnya.
Tuan rumah menempatkan para tamunya dalam kamar khusus di bagian bangsal untuk tidur para tamu wanita. Dan, tidur di Bangsal untuk para pria.
Di tengah malam di suasana Kampung Kotawaringin yang sepi, berangkat tidur di ruangan besar yang menjadi tempat raja menerima tamu itu merupakan sensasi tersendiri. Berandai-andai apa saja yang dilakukan raja dan kerabatnya di ruang yang tinggi berbatas atap kayu sirap itu pun sulit dihindarkan.
Apalagi ini didukung suasana sejuk di peraduan para tamu yang beralas tikar sebagai lapis lantai kayu ulin astana itu.
Kecamatan Kotawaringin Lama, tempat istana itu berada berjarak 41 kilometer, dari Kota Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Ia bisa diakses melalui jalan darat kurang dari satu jam lamanya. Kotawaringin Lama menjadi pusat Kerajaan Kotawaringin, sebelum dipindahkan oleh Pangeran Ratu Imanuddin, pada paruh pertama abad ke-19.
Sebenarnya, kota kecil pinggir Sungai Lamandau ini telah lama banyak dikunjungi tamu dari berbagai daerah untuk berziarah ke makam Kyai Gede, seorang ulama yang disebut juga sebagai patih (wazir) di awal berdirinya Kerajaan Kotawaringin.
Di tempat ini pula masih berdiri tegak Masjid Kyai Gede, dengan pilar-pilar tiang aslinya yang berukiran ornamen Dayak. "Ini ukiran kelakai (tanaman paku-pakuan), yang diperkirakan dibuat oleh orang-orang Dayak dari wilayah Delang (hulu Sungai Lamandau)," jelas Samudra.
Ditopang lingkungan alam sekitar yang indah, Danau Masoraian dengan kekayaan ikan dan tradisi penangkapannya, plus tradisi pengolahan gula aren, Kotawaringin Lama sebenarnya bisa menjadi destinasi wisata yang tak cukup dijelajahi dalam sehari.
"Setelah trial trip ini, semoga tahun depan, Kotawaringin Lama dan Komunitas Masoraian bisa menjadi destinasi tetap kunjungan wisata," ujar Samudra.
Yomie Kamale, Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kalimantan Tengah, yang juga ikut sebagai peserta trial trip menyebut Kotawaringin Lama punya potensi besar, karena sejak lama sudah dikunjungi para peziarah ke masjid dan makam Kyai Gede.
"Mungkin bisa dikemas, bagaimana membuat paket wisata syariah. Berziarah lalu membuat pengajian di sini," usul laki-laki yang banyak makan asam garam sebagai pemandu wisata di Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) ini.
Tertarik? Silakan mulai rencanakan perjalanan Anda kemari. Tempat ini bisa jadi pelengkap kunjungan ke Pangkalan Bun, setelah destinasi utama TNTP, dengan hutan alami sebagai tempat orangutannya masih mudah dijumpai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.