Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia di Museum Pustaka Peranakan Tionghoa

Kompas.com - 15/03/2018, 07:32 WIB
Silvita Agmasari,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Papan nama ruko tersebut bertuliskan Museum Pustaka Peranakan Tionghoa, berwarna merah dengan ukiran kayu khas oriental. Sekilas mengingatkan saya akan papan perguruan silat di salah satu film Hongkong.

Saya buka pintu ruko tersebut. Ada pria berkulit coklat, dengan rahang tegas, mata besar, serta bewok lebat. Khas perawakan laki-laki Sumatera. Ia menyambut hangat saya dengan deretan gigi putih yang kontras dikelilingi bewoknya. Laki-laki tersebut memperkenalkan dirinya sebagai Azmi. 

Azmi Abubakar kelahiran Jakarta 46 tahun silam, berdarah Gayo, Aceh, pemilik Museum Pustakan Peranakan Tionghoa. Saya bingung, tidak dapat menemukan benang merah antara Azmi dan Tionghoa.

"Museum ini saya buka dari tahun 2011. Awalnya justru lebih banyak peneliti dari luar negeri yang tahu, baru belakangan peneliti lokal," kata Azmi yang lantas izin ke belakang membuatkan kopi.

Baca juga : Makan Bandeng Saat Imlek, Hanya Ada di Tradisi Tionghoa Indonesia

Mata saya berkeliling. Melihat ruang dengan luas sekitar empat kali sepuluh meter. Ruangan tersebut penuh buku tua. Azmi menyebut ada sekitar 30.000 buku, dokumen, potongan artikel koran, dan foto yang berhasil ia kumpulkan. Selain itu juga tampak beberapa papan nama dan patung berunsur Tionghoa.

Pengunjung mencari refrensi di Museum Pustaka Peranakan Tionghoa.Kompas.com/Silvita Agmasari Pengunjung mencari refrensi di Museum Pustaka Peranakan Tionghoa.
"Saya mengumpulkan ini sehabis lulus kuliah. Sebelumnya mahasiswa, tidak punya uang," kata Azmi sambil tertawa. Ia mengaku sudah berkeliling seluruh Jawa. Tak lain untuk mengumpulkan segala literatur Tionghoa.

"Waktu itu saingan (berburu buku) belum banyak seperti sekarang. Siapa juga mau mengumpulkan buku sejarah Tionghoa zaman itu," kata Azmi.

Baca juga : Mencicipi Kuliner Peranakan Indonesia di Gopek Restaurant

Masa Orde Baru merupakan masa kelam bagi etnis Tionghoa di Indonesia. Pemerintah saat itu mengeluarkan peraturan mengenai larangan penerbitan dengan bahasa serta aksara China, perayaan keagamaan hanya dalam keluarga, serta aturan mengganti nama bagi etnis Tionghoa Indonesia.

Namun Orde Baru juga yang 'melahirkan' Azmi menjadi seperti sekarang. Azmi menempuh pendidikan di Institut Teknologi Indonesia (ITI) Serpong dan menjadi aktivis di Jakarta pada 1993-1995. Saat Mei 1998 mahasiswa turun ke jalan untuk menuntut Soeharto lengser, Azmi ikut serta. "Peristiwa 13-14 Mei 1998 inilah yang paling kuat melatarbelakangi saya membangun museum ini," katanya.

Baca juga : Jongkie Tio, Pendongeng Tionghoa Peranakan

Azmi bercerita ketika kerusuhan meluas di Jakarta, bersama kawan-kawan ITI ia menjaga seputar Pondok Cabe-Ciputat-Pamulang-Sepong.

"Saya melihat sendiri, bagaimana bisa masyarakat yang ingin menumbangkan rezim Orde Baru, tapi kok seolah digerakkan untuk berhadapan dengan etnis Tionghoa," kata Azmi dengan suaranya mulai bergetar.

Bertahun-tahun ia melakukan aksi unjuk rasa sebelum 1998, tidak ada satu pun orasi, yel, atau spanduk yang menyebutkan kebencian terhadap Tionghoa.

"Seingat saya dan kawan-kawan (mahasiswa) tidak ada hal-hal yang menjurus terhadap kekerasan etnis itu. Kejadian itu, kalau saya ingat tahun 1998 saya sedih. Apa gunanya Orde Baru jatuh kalau korbannya saudara sendiri. Ini membekas ke saya dan saya coba cari tahu, makanya saya mengumpulkan buku," kata Azmi dengan mata berkaca-kaca.

Ia menyimpulkan kejadian 13-14 Mei juga terjadi lantaran informasi tidak dapat diakses oleh masyarakat umum.

"Informasinya banyak. Orang Tionghoa menghasilkan puluhan ribu literatur. Bahkan media dan akademis juga menghasilkan literasi Tionghoa. Itu banyak sekali informasinya tetapi tidak diakses, tidak sampai ke masyarakat," jelas Azmi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Travel Update
10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com