Sampai tahun ini, Waroeng SS punya 83 cabang di 43 kota dengan total karyawan 3.600 orang. Uniknya semua rumah makan tersebut adalah cabang, tidak ada yang waralaba.
"Waralaba itu menguntungkan secara jangka pendek, tetapi jangka panjang sangat berisiko. Semua di luar kendali kita dari kualitas produk dan pelayanan," kata Yoyok.
Baca juga: Sejak Kapan Masyarakat Indonesia Mengonsumsi Sambal?
Yoyok mengatakan tidak akan membuka waralaba, jika pada akhirnya merusak citra warung makan yang telah dibangun dengan jerih payah.
Untuk menjalankan bisnis rumah makan dengan jumlah banyak itu, Yoyok membagi bisnisnya dalam dua lini besar, yakni support dan operasional. Support mengurus bagian manajerial dan operasional mengurus bagian produksi makanan.
"Terbagi dari satu kantor pusat dan tujuh kantor area. Jadi karyawan SS itu 500 orangnya ngantor," kata Yoyok.
Untuk omzet, Yoyok hanya menggambarkan dalam satu bulan Waroeng SS di Indonesia bisa menjual 1,2 juta porsi dalam satu bulan.
Jika harga sambal per porsi dihargai Rp 3.000, maka omzet dari sambalnya saja Rp 3,6 miliar per bulan.
Baca juga: Ulek, Tumbuk, atau Blender, Mana yang Lebih Enak untuk Sambal?
Belum omzet dari hidangan seperti nasi, aneka lauk pauk, dan minuman. Jadi terbayang bukan bisnis Rp 9 juta Yoyok berkembang sejauh mana?
Dekan FTP UGM, Dr. Ir. Eni Harmayani, M. Sc. ditemui di momen yang sama mendorong anak muda untuk mau berbisnis kuliner pedas layaknya Yoyok. Sebab bisnis kuliner pedas tenyata sama pedasnya dengan omzet yang diterima.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.