KULON PROGO, KOMPAS.com - Air terjun bertingkat di Dusun Banyunganti di Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kulon Progo di Yogyakarta ini semakin menawan sejak menjadi destinasi wisata alam Taman Sungai Mudal.
Air yang mengalir di tebing dengan kemiringan lebih dari 45 derajat, menciptakan banyak air terjun sampai 200-an meter.
Warga mengelolanya dengan baik. Banyak jembatan bambu menghubungkan antar tubir.
Dari tiap jembatan itu, wisatawan bisa menikmati beragam panorama dan spot swafoto. Kombinasi tangga semen dan tanah keras di kemiringan itu tak bikin lelah dan menghindari kesan becek.
Belum lagi soal sejumlah kedung atau kolam alami yang tercipta dari jatuhan air di bawah jeram. Kedung-kedung itu memiliki kedalamannya beragam, sesuai umur.
Mulai dari yang cuma setinggi lutut, sepinggang, setinggi dada, atau kedung terbawah yang dalamnya bisa lebih dari 2 meter. Tiap kedung punya nama dan bisa digunakan untuk berenang.
Jeram, air terjun, dan kolam memang potensi utama, tetapi hutan di sekelilingnya menjadi kunci di sektor pariwisata.
Warga yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata Ekowisata Sungai Mudal menerapkan aturan main menjaga hutan di sekeliling taman.
Alasannya, menjaga struktur tanah di kemiringan itu agar Mudal tetap lestari.
Mudal merupakan kawasan milik warga dengan luas antara 1-2 hektar. Mudal berada di bawah dinding karst di Gunung Kelir.
Dulunya, sebelum berkembang seindah ini, air dan sungai, juga kedung, hanya dimanfaatkan warga untuk apapun, termasuk persediaan air minum, mencuci, maupun buang air. Belum ada yang melirik potensi wisata alam.
Warga mulai tertarik mengembangkannya di 2015. Berawal dari turunnya dana bina lingkungan perusahaan, masyarakat di sekitar Mudal mulai bergotong royong membersihkan mulai dari keluarnya air dari goa kapur sampai jeram-jeram yang ada.
Mereka sekaligus menatanya dan jadilah taman wisata keluarga.
Kawasan itu sejatinya penuh pohon, dari jenis mahoni, jati, sengon, hingga bambu. Beberapa kayunya dimanfaatkan untuk fasilitas pendukung mulai dari tempat duduk hingga berteduh. Tak jarang, kayunya diambil untuk kepentingan warga.
Namun, mereka menerapkan sistem potong dan tanam agar struktur tanah tetap lestari. Ia memastikan, tidak ada penebangan sembarangan di sana.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.