Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Blusukan ke Gang Kelinci, Padat dan Memesona...

Kompas.com - 29/06/2018, 06:55 WIB
Silvita Agmasari,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menyebut nama Gang Kelinci yang terpintas pasti lirik lagu yang dinyanyikan Lilis Suryani.

"Rumahku di salah satu gang

Namanya gang kelinci

Entah apa sampai namanya kelinci

Mungkin dulu kerajaan kelinci, karena manusia bertambah banyak

Kasihan kelinci terdesak..."

Gang Kelinci memang benar adanya di Jakarta, dan memang benar padat penduduk seperti yang dinyanyikan Lilis. Saking padatnya, Gang Kelinci punya pesona tersendiri. Potret sudut Jakarta yang padat tetapi indah dalam toleransi.

"Disebut Gang Kelinci karena daerah ini padat, seperti sarang kelinci yang kecil tetapi banyak isinya," kata pemandu dari Jakarta Good Guide, Cindy, dalam acara Heritage Tour dari Archipelago International, Kamis (28/6/2018).

Baca juga: Asal-usul 5 Pasar Bersejarah di Jakarta

Gang Kelinci tepat berada di samping Pasar Baru, Jakarta. Ditilik dari sejarah, Pasar Baru merupakan pusat niaga yang dibangun Belanda pada 1820.

Gerai cakwe legendaris milik Ko Atek di samping Bakmi Gang Kelinci, Pasar Baru. Kompas.com/Silvita Agmasari Gerai cakwe legendaris milik Ko Atek di samping Bakmi Gang Kelinci, Pasar Baru.
Pasar Baru ada untuk melengkapi dua pasar sebelumnya yakni Pasar Tanah Abang dan Pasar Jatinegara yang dibangun pada 1735.

"Dulu Pasar Baru ini seperti kawasan belanja elit. Rata-rata penjualnya adalah orang Tionghoa dan India, masih sampai sekarang," jelas Cindy.

Baca juga: Ulang Tahun Jakarta, Inilah Wisata Pantai Zaman Dulu di Jakarta

Masa kejayaan Pasar Baru sebenarnya masih dapat dilihat sampai sekarang. Beberapa toko masih mempertahankan bangunan lama bergaya art deco.

Paling mudah melihat Toko Kompak, toko milik Tio Tek Hong yang berusia lebih dari 100 tahun, dan masih ada di Pasar Baru.

Begitu pula dengan toko-toko legendaris seperti toko Sin Lie Seng, Lee Iie Seng, Popular, atau bekas toko jamu Nyonya Meneer, membuktikan Pasar Baru sebagai pusat perekonomian kelas atas di daerah Jakarta.

Baca juga: 6 Rekomendasi Destinasi Akhir Pekan Anti-Mainstream di Jakarta

Tidak heran di sekitar pasar, pemukiman dibangun dengan pesat. Gang kelinci salah satunya.

Kelenteng Sin Tek Bio adalah saksi pertumbuhan daerah Pasar Baru khususnya Gang Kelinci. Dibangun pada 1698, awalnya sebagai tempat peribadatan untuk buruh Cornelis Chastelein, tuan tanah Hindia Belanda yang punya banyak tanah sampai ke Depok.

"Awal dibangun kelenteng ini tidak di gang sempit seperti ini. Punya halaman luas, makin lama semakin sempit karena terhimpit bangunan," kata Cindy.

Klenteng Sin Tek Bio di Pasar Baru dibangun 1698.Kompas.com/Silvita Agmasari Klenteng Sin Tek Bio di Pasar Baru dibangun 1698.
Kelenteng Sin Tek Bio jelas jadi salah satu tempat perhentian wajib dikunjungi di Gang Kelinci. Kelenteng ini masih mempertahankan bentuk dan ornamen lama dari abad ke-17.

Di sekeliling kelenteng adalah rumah penduduk yang berhimpitan. Ketika KompasTravel berjalan menyusuri Gang Kelinci, penduduk yang sedang duduk bersantai menampakkan sudut Jakarta yang bersahaja.

Penduduk dengan latar belakang berbagai etnis ini duduk bersama. Tak jauh ada Bakmi Aboen yang menjual bakmi bertoping babi dan Bakmi Gang Kelinci yang menjual bakmi bertoping halal. Berjalan terus ke depan, akan tampak deretan toko penjual kain India.

"Pasar Baru ini sebenarnya bukti toleransi. Kita bisa menemui kelenteng, gereja, masjid, dan pura untuk Hindu India di dalam satu kawasan," ujar Cindy.

Sebutan Gang Kelinci agaknya cocok disematkan untuk lokasi tersebut. Padat, tetapi tidak terkesan kumuh, cermin toleransi tampak di sana. Sama halnya seperti kelinci yang dianggap binatang dengan konotasi positif, lokasi ini membuat orang mudah jatuh hati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com