Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Jejak Sejarah Perang Dunia II di Biak

Kompas.com - 02/08/2018, 22:45 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Editor

  KOMPAS.com - “Hmm.. kalau di sekitar Biak, coba eksplorasi ke Goa Jepang saja...” ucap Danlanud Manuhua, Pak Fajar Adryanto, saat kami bertanya mengenai obyek wisata yang dapat kami kunjungi selagi transit di Biak.

Perjalanan jauh yang kami lalui dari Jakarta memaksa kami untuk beristirahat lebih lama di Biak, kota transit tempat kami berganti moda transportasi. Saat itu saya bersama tim Ekspedisi Bumi Cenderawasih dilanda sedikit kebingungan. Kami belum mendapat kepastian mengenai jadwal kapal yang seharusnya mengantarkan kami ke Manokwari.

Bepergian bersama mahasiswa pencinta alam memang memiliki manfaat dan tantangannya sendiri. Beruntung dalam perjalanan kali ini saya merasakan keduanya.

Saat ada waktu kosong, mereka yang sudah punya jam terbang yang tinggi dalam hal ekspedisi pasti merasa ‘gatal’ jika hanya disuruh diam di penginapan. Apalagi kami berhenti di kota Biak. Sebuah tempat yang banyak terdengar mengenai keindahan alamnya.

Tim ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI mengunjungi obyek wisata Goa Jepang di Biak Numfor, Papua Barat. Ekspedisi Bumi Cenderawasih bertujuan untuk menyingkap potensi wisata di Papua Barat.DOK. MAPALA UI Tim ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI mengunjungi obyek wisata Goa Jepang di Biak Numfor, Papua Barat. Ekspedisi Bumi Cenderawasih bertujuan untuk menyingkap potensi wisata di Papua Barat.
Rasa ingin tahu keadaan sekitar melanda sebagian dari kami yang baru pertama kali menginjakkan kaki di tanah Papua. Alhasil, dibuatlah rencana untuk mengadakan perjalanan dadakan di kota yang memiliki julukan “Karang Panas” ini.

Tantangan yang harus saya hadapi adalah menyiapkan diri untuk ‘eksplorasi dadakan di Biak’ dengan melawan ‘inginnya beristirahat satu hari penuh setelah 8 jam menempuh perjalanan Hercules’ cukup besar. Namun, manfaat yang saya miliki dalam ‘eksplorasi dadakan di Biak’ jauh lebih besar lagi.

Para pencinta alam ini tidak hanya jago dalam hal eksplorasi. Mereka juga sangat gesit dalam hal perencanaan. Ada saja orang yang berani mereka datangi untuk menanyakan rekomendasi tempat-tempat yang mereka bisa jelajahi. Tak hanya meminta rekomendasi, mereka bahkan tak segan meminta bantuan. 

Berangkat dari Jakarta hingga sampai di Biak, kami menggunakan bantuan dari TNI AU berupa pesawat. Saat tahu, kami tidak langsung melanjutkan perjalanan ke Manokwari, tempat yang seharusnya menjadi base communication untuk kegiatan kami yaitu Ekspedisi Bumi Cenderawasih.

Pemandangan di dalam obyek wisata Goa Jepang di Biak Numfor, Papua Barat saat dikunjungi tim Ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI. Ekspedisi Bumi Cenderawasih bertujuan untuk menyingkap potensi wisata di Papua Barat.DOK. MAPALA UI Pemandangan di dalam obyek wisata Goa Jepang di Biak Numfor, Papua Barat saat dikunjungi tim Ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI. Ekspedisi Bumi Cenderawasih bertujuan untuk menyingkap potensi wisata di Papua Barat.
TNI AU Kabupaten Biak-Namfor menyambut dan memberikan tempat bermalam di mess transit Lanud Manuhua, Biak. Kami dijadwalkan untuk bertemu Danlanud di pagi hari 24 Juli, setelah malamnya beristirahat di tempat yang telah mereka sediakan.

Saat bertemu, tidak hanya menyampaikan berterima kasih, tetapi kepala tim kami, Ghazi, juga mengambil inisiatif untuk menanyakan tempat-tempat yang bisa dikunjungi oleh kami di Biak hari itu.

Pak Fajar, yang merupakan pemimpin Landasan Udara Manuhua dengan pangkat Marsekal Pertama, menjawab dengan antusias keinginan kami untuk menjelajahi kota Biak. Ia menyarankan, utamanya, adalah untuk kami mengeksplorasi keindahan bawah laut dengan snorkeling dan diving.

Merasa tidak memungkinkan dalam hal perlengkapan dan juga waktu, ia pun memberikan saran untuk kami mengeksplorasi peninggalan Perang Dunia II di kota yang menjadi salah satu tempat dengan dampak terparah pasca-perang tersebut.

Kondisi mulut Goa Jepang di Biak Numfor, Papua Barat saat dikunjungi Ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI . Ekspedisi Bumi Cenderawasih bertujuan untuk menyingkap potensi wisata di Papua Barat.DOK. MAPALA UI Kondisi mulut Goa Jepang di Biak Numfor, Papua Barat saat dikunjungi Ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI . Ekspedisi Bumi Cenderawasih bertujuan untuk menyingkap potensi wisata di Papua Barat.
Pak Fajar memanggil pak Sampir, anggota TNI AU yang juga merupakan archer andalan di Lanud Manuhua, untuk mendampingi kami membelah histori Perang Dunia II di kota Biak.

Saat sampai di depan area Goa Jepang, satu hal yang paling menarik perhatian adalah koleksi misil, bom, dan peluru yang dibentuk melingkari senapan otomatis yang dikeluarkan tahun 1940-an oleh Jepang.

Kebetulan, koleksi alat berat yang sudah sangat berkarat tersebut terjajar tak jauh dari koleksi noken, tas anyam cantik yang dijual di toko oleh-oleh.

Untuk bisa masuk ke Goa Jepang dikenakan retribusi sebesar Rp 10.000 per orang. Di bagian pusat informasi terdapat foto-foto dan arsip peninggalan tentara Jepang, peta keseluruhan goa, dan juga informasi dasar mengenai goa.

Goa Jepang di Biak ini sebenarnya memiliki nama asli goa Binsari. Situs ini menjadi saksi bisu pertempuran antara pasukan Jepang melawan pasukan sekutu.

Kondisi mulut Goa Jepang di Biak Numfor, Papua Barat saat dikunjungi Ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI. Ekspedisi Bumi Cenderawasih bertujuan untuk menyingkap potensi wisata di Papua Barat.DOK. MAPALA UI Kondisi mulut Goa Jepang di Biak Numfor, Papua Barat saat dikunjungi Ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI. Ekspedisi Bumi Cenderawasih bertujuan untuk menyingkap potensi wisata di Papua Barat.
Jejak sejarah mengungkapkan bahwa sekitar 3.000 prajurit Jepang tewas dan terkubur hidup-hidup di goa alami yang diubah menjadi tempat persembunyian, pusat logistik, dan pertahanan bagi tentara Jepang saat Perang Dunia II tahun 1943-1944 silam.

Bergeser sedikit dari pusat informasi dan tidak jauh dari situs goa, dibangun ruang arsip khusus yang menyimpan sisa tulang-tulang dan tengkorak pasukan eks-tentara Jepang yang berlindung di bawah goa pada pengeboman 7 Juni 1944 oleh pasukan sekutu.

Mulut goa Binsari terletak tidak jauh dari pusat informasi dan ruang arsip tulang, tetapi sebelumnya kami lebih dahulu disuguhkan dengan pemandangan lubang yang menembus ke dalam goa sebesar ±30 meter.

Pertama kali decak kagum keluar melihat lansekap yang lebar menganga itu, hingga salah seorang sahabat berbicara, “Kira-kira apa (bom) yang mereka masukkan hingga membuat lubang sebesar ini?”, dan kami pun menyadari kejadian tragis yang terjadi berpuluh-puluh tahun silam.

Tim ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI mengunjungi obyek wisata Goa Jepang di Biak Numfor, Papua Barat. Ekspedisi Bumi Cenderawasih bertujuan untuk menyingkap potensi wisata di Papua Barat.DOK. MAPALA UI Tim ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI mengunjungi obyek wisata Goa Jepang di Biak Numfor, Papua Barat. Ekspedisi Bumi Cenderawasih bertujuan untuk menyingkap potensi wisata di Papua Barat.
Kami berjalan sedikit menuju mulut goa dengan beberapa bagian ditutupi lumut hijau alami dan menuruni tangga yang lembab, stalagtit-stalagtit raksasa menggantungi langi-langit goa yang sangat lebar. Kegelapan menyambut kami untuk mengarah ke lubang yang dapat terlihat dari atas sebelumnya.

Di bagian dasar goa yang tertembus sinar matahari, tumbuh subur tumbuhan yang mengarah ke puncak karst degan tinggi yang sedang. Dilihat dengan mata telanjang ataupun melalui lensa, pemandangan di dalam goa seperti latar yang diambil dalam film Jurassic Park.

Sebuah bendera dan tulisan kanji diikat pada akar pohon dan menjadi titik ziarah bagi keluarga eks-tentara Jepang.

Pak Sampir membawa kami tak hanya ke Goa Jepang, tetapi juga ke Monumen Perang Dunia II yang terletak 7 km dari situs goa. Monumen tersebut dibangun oleh Pemda Biak di Desa Paray, terletak antara Mokmer dan Bosnik, Biak Timur.

Monumen Perang Dunia ke-2 di obyek wisata Goa Jepang di Biak Numfor, Papua Barat saat dikunjungi Ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI. Ekspedisi Bumi Cenderawasih bertujuan untuk menyingkap potensi wisata di Papua Barat.DOK. MAPALA UI Monumen Perang Dunia ke-2 di obyek wisata Goa Jepang di Biak Numfor, Papua Barat saat dikunjungi Ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI. Ekspedisi Bumi Cenderawasih bertujuan untuk menyingkap potensi wisata di Papua Barat.
Oleh karena letaknya yang di bibir pantai, tim kami berhenti untuk melihat-lihat laut, dan saat akan memasuki monumen terdapat pungutan Rp 10.000 per orang oleh warga sekitar. Menjadi pelajaran bagi kami dalam berwisata di tanah yang belum pernah kami kunjungi untuk selalu waspada terhadap jenis pungutan di destinasi.

Konon, di tempat monumen tersebut dibangun, terdapat peti-peti jenazah eks-tentara Jepang. Namun sayang, peti-peti tersebut diperjualbelikan secara illegal dan memperkecil kemungkinan ziarah keluarga eks-tentara Jepang ke tanah Biak.

(Artikel dari anggota Tim Ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI, Nabila Andrawina. Artikel dikirimkan langsung untuk Kompas.com di sela-sela kegiatan Ekspedisi Bumi Cenderawasih di Papua Barat)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Travel Update
10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com