Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah 5 Tradisi Menyambut Bulan Suro di Pulau Jawa

Kompas.com - 10/09/2018, 16:04 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peringatan tahun baru hijriah bagi masyarakat Jawa identik dengan peringatan malam 1 Suro. Biasanya, masyarakat Jawa menyambut bulan Suro dengan perayaan yang disertai prosesi adat karena dianggap sakral.

Hal ini terjadi karena penanggalan Jawa dan kalender Hijriah memiliki kedekatan sejak Sultan Agung (Raja Mataram Islam) mengubah sistem kalender Jawa.

Otomatis setiap pergantian tahun baru hijriah, dibarengi dengan Tahun Baru Jawa yang diawali bulan Suro.

Sampai saat ini, beberapa tradisi dilakukan untuk memperingati pergantian tahun itu. Berikut beberapa tradisi menyambut Bulan Suro di berbagai daerah Indonesia, yang dihimpun dari pemberitaan Kompas.com:

1. Tradisi Kirab Kebo Bule dan pusaka Keraton Kasunanan Surakarta

Kirab Kebo Bule di Solo, Kamis (15/10/2015) di Satu Suro.KOMPAS.COM/ M Wismabrata Kirab Kebo Bule di Solo, Kamis (15/10/2015) di Satu Suro.

Kirab Kebo Bule (Kiai Slamet) dilakukan oleh pihak Kasunanan Surakarta. Selain Kiai Slamet, pihak kasunanan juga membawa sejumlah pusaka yang dibawa dalam kirab.

Banyak kisah sekitar kebo bule Kiai Slamet tersebut. Salah satu kisah yang dianggap fenomenal adalah sebagian masyarakat Jawa percaya hewan tersebut membawa berkah dan keselamatan dari Sang Kuasa.

Saat memperingati datangnya 1 Suro, warga selalu mencoba menyentuh hingga mengambil air jamasan. Bahkan, ada yang percaya kotoran sang kebo juga memiliki khasiat.

Kebo bule Kiai Slamet mempunyai sejarah panjang. Nama Kiai Slamet tersebut sebetulnya adalah salah satu pusaka berupa tombak milik keraton.

Baca juga: Tujuh Kebo Bule dan 19 Pusaka Dikirab pada Perayaan Satu Suro di Solo

Pada zaman Pakubuwono X, sekitar 1893-1939, kesunanan melakukan tradisi membawa pusaka Kiai Slamet keliling tembok Baluwarti pada Selasa dan Jumat Kliwon.

Tradisi dari Pakubowono X tersebut terus dilanjutkan oleh kerabat keraton dan sang kebo selalu mengikuti pusaka Kiai Slamet tersebut sampai sekarang.

Rute kirab biasanya dari Kori Kamendungan menuju Kawasan Sapit Urang depan keraton lalu menuju Jalan Sudirman.

Setelah itu, ke Timur melewati Jalan Mayor Kusmanto dan melewati Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Veteran, Jalan Yos Sudarso, lalu Jalan Slamet Riyadi, hingga bunderan Gladag dan kembali lagi menuju keraton.

2. Tradisi Sapi-Sapian di Desa Kenjo Banyuwangi

Warga Desa Kenjo, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur saat menggelar tradisi Sapi-sapian, Sabtu (25/10/2014).

KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI Warga Desa Kenjo, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur saat menggelar tradisi Sapi-sapian, Sabtu (25/10/2014).

Tradisi ini muncul sejak 1700-an, ketika tiga orang asal Bugis membuka lahan untuk permukiman dan pertanian. Saat akan membajak tanah, mereka tidak memiliki alat untuk menarik bajak sehingga mereka memutuskan menggunakan tenaga mereka sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com