Akan tetapi, seorang sinologis (pakar kajian China) asal Inggris, Endymion Wilkinson menyebut jika harga minyak masih sulit dijangkau oleh kebanyakan masyarakat Tionghoa saat itu (Chinese History: A New Manual, 2012). Teknik menumis belum betul-betul dipraktikkan dalam keseharian rakyat China.
Pada era Dinasti Ming (1368-1644), teknik menumis baru betul-betul merakyat, menyusul penemuan bentuk wajan yang paling proporsional untuk menumis, tidak terlalu cekung dan tidak terlalu datar.
Di masa ini pula, Eugene Anderson dalam The Food of China (1988) mencatat bahwa harga batu bara dan kayu bakar melambung tinggi, sehingga masyarakat terpaksa memasak selekas mungkin demi menghemat kayu bakar. Dus, satu-satunya opsi yang paling masuk akal adalah menumis.
Akhirnya, teknik menumis kian membudaya hingga akhir era Dinasti Qing (1912), seiring pertumbuhan kota-kota yang menyukai keadaan serbacepat.
Di sisi lain, ketiadaan catatan resmi tentang kapan masuknya teknik menumis ke Nusantara. Satu hal yang dapat disimpulkan, teknik menumis memang datang dari China.
Selain terlacak dari asal-usul istilahnya, masakan asli Nusantara tidak ada yang ditumis, sebut Aji Bromokusumo, pakar kuliner peranakan Tionghoa dalam Peranakan Tionghoa dalam Kuliner Indonesia (2013).
Dalam perkembangannya, teknik menumis tidak hanya diadopsi untuk pangan jenis sayuran. Jika diperhatikan, proses memasak nasi goreng, misalnya, juga tergolong "menumis". Ya, prosedurnya sama persis dengan metode menumis.
Meskipun terkesan sederhana, tetapi kepiawaian koki juga mutlak dituntut. Tanpa kelincahan tangannya, masakan bisa telanjur gosong. Kepandaian mengatur suhu kompor juga amat dibutuhkan demi mengunci rasa bahan-bahan masakan secara sempurna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.