Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Wisata Lait Gola Rebok atau Semut Kolang di Flores Barat (5)

Kompas.com - 29/04/2019, 14:37 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

KOLANG, KOMPAS.com — Minggu, 31 Maret 2019, sesudah mengikuti ibadah di Gereja Tritunggal Mahakudus Ranggu, Kevikepan Labuan Bajo, Keuskupan Ruteng yang dipimpin oleh Pastor Paroki, Romo Patris Pr bersama ratusan umat Katolik di wilayah Paroki, saya bergegas ke kamar untuk menggantikan pakaian gereja dengan baju lapangan menuju ke rumah keluarga, Yuvensius Aquino Kurniawan yang tak jauh dari lokasi gereja tersebut.

Terlebih dahulu saya minta izin ke Pastor Paroki untuk bertamu di rumah keluarga. Kebiasaan saya kalau pergi liputan ke kawasan Kolang dan Ranggu, saya selalu cari wae minse (air nira) bening yang bersumber dari pohon Aren. Saya juga menanyakan kepada warga setempat dimana ada “sari” atau tempat masak gola khas Kolang.

Kebiasaan ini saya lakukan untuk mengenang Almarhum Nikolaus Dahu, seorang warga Kampung Wajur, Desa Wajur, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT yang memiliki talenta alamiah mengolah air nira menjadi gola kolang sebagai bahan dasar untuk campur di air minum.

Baca juga: Tiga Sawah Jaring Laba-laba di Lembah Ranggu-Kolang Flores Barat (4)

Bahkan, wae minse selalu disuguhkan kepada saya sewaktu masih kecil pada waktu duduk di SD hingga perguruan tinggi. Bahkan, yang lebih menarik adalah warisan "Lait Gola Kolang" atau Makan Gola Merah Kolang yang langsung di kuali dengan memakai sombek atau sendok alamiah yang terbuat dari kayu.

Sendok tradisional itu berbentuk datar seperti sebuah sendok pabrik. Namun, bagian depan sombek atau sendok tradisional itu berbentuk segi empat memanjang.

Sebelumnya, Sabtu (30/3/2019) saya mengumpulkan informasi melalui karyawan di Pastoran Paroki Tritunggal Mahakudus Ranggu dengan menanyakan di mana tempat “Sari” atau pondok memasak Gola Merah Kolang.

Baca juga: Sembilan Air Terjun di Kawasan Ranggu-Kolang Flores Barat (3)

Beberapa karyawan di Pastoran itu memberikan informasi beberapa tempat yang berada tak jauh dari Pastoran itu, termasuk Kampung Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat. Selanjutnya, saya mengambil keputusan untuk pergi ke Kampung Tado yang berada di sebelah Daerah Aliran Sungai (DAS) Wae Impor.

Pagi itu saya didampingi Yuvensius Aquino Kurniawan, Staf Bappeda Kabupaten Manggarai Barat yang datang dari Kota Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat untuk bertemu dan membantu kelancaran liputan di Lembah Ranggu-Kolang. Selain itu ada juga dua siswa Kelas III SMAK Sanctissima Trinitas Ranggu, Rikardus Suryanto dan Ronaldus Arman Desenjaya menuju ke Kampung Tado dengan sepeda motor.

Kami berempat melintasi perkampungan Ranggu dan jalan menurun di sebelah Kampung Ranggu hingga tiba di jembatan Wae Impor. Jalan menurun dari Kampung Ranggu hingga tiba di Jembatan Wae Impor sangat rusak parah.

Saat itu saya turun dari motor yang dikendarai Kurniawan karena saya takut dengan kondisi jalan yang sangat parah.

Setelah melewati Jembatan Wae Impor, kondisi jalan menuju ke Desa Tengku juga kondisi jalannya sangat rusak. Setiba di pertigaan Kampung Monsok, Desa Tengku, kami berempat belok kiri dengan melintasi jalan raya yang sudah diaspal dengan baik.

Kampung Tado Pusat Kuliner Gola Kolang

Warga Kampung Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat masih merawat dan melestarikan tradisi olah air nira menjadi gola merah kolang.

Terik matahari siang itu tak dihiraukan karena keinginan untuk “Lait Gola” di rumah warga di Kampung Tado yang sedang memasaknya.

Seorang perajin di Kampung Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Minggu, (31/3/2019). Kampung ini sebagai pusat produksi gola kolang di Flores Barat dan kini warga setempat memperkenalkan wisata lait gola khas Kolang. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Seorang perajin di Kampung Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Minggu, (31/3/2019). Kampung ini sebagai pusat produksi gola kolang di Flores Barat dan kini warga setempat memperkenalkan wisata lait gola khas Kolang.

Keinginan itu terpenuhi dimana dua perajin gola semut atau Rebok Kolang sedang mengaduk-aduk gola itu di kuali besi. Melihat kami tiba di pintu rumah perajin itu, semua pada kaget. Apalagi kami membawa kamera.

Saat itu juga seorang warga Kampung Tado, Bernadus Maja, yang mendampingi kami mengatakan bahwa yang datang untuk melihat proses produksi gola semut atau rebok adalah wartawan Kompas.com serta seorang staf Bappeda Kabupaten Manggarai Barat.

Memotret Proses Produksi Gola Semut atau Rebok Khas Kolang

Setelah diperkenalkan, saya mengeluarkan kamera untuk mulai memotret para perajin gola semut atau rebok khas Kolang yang sedang mengaduk-aduk gola itu di kualinya.

Setelah saya memotret, perajin Damianus Onggo (79) memberi saya sebuah sombek atau sendok tradisional yang berbahan kayu untuk “lait gola”. Keinginan saya sudah terwujud dengan melakukan wisata “Lait Gola Kolang”.

Kampug Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat sudah terkenal di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta karena beberapa tahun lalu mahasiswa UGM melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kampung itu.

Wisatawan lokal sedang Lait Gola Rebok atau makan gula merah di Kampung Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Minggu, (31/4/2019). Ini destinasi alternatif di luar Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Wisatawan lokal sedang Lait Gola Rebok atau makan gula merah di Kampung Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Minggu, (31/4/2019). Ini destinasi alternatif di luar Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat.
Bahkan di kalangan pedagang Gola Merah Kolang sudah mengenal Kampung Tado sebagai kampung produksi gola merah kolang hingga di era digital ini.

Selain menikmati wisata “Lait Gola Merah Kolang”, wisatawan bisa menjelajahi kawasan pegunungan Poso Kuwuh dengan berbagai pilihan obyek wisata yang dikunjungi.

Berikut ini beberapa pilihan yang bisa dijelajahi di kawasan lembah Ranggu-Kolang.

1. Belajar Tewa Raping atau teknik memukul Ndara atau batang pohon Nira

2. Cara produksi Kokor Gola (memproduksi air nira/minse menjadi gula merah) di sari milik Damianus Onggo. Tempat memproduksi minse menjadi gula merah, orang Kolang menamakan "sari", biasanya dibangun berupa gubuk beratapkan ijuk yang berasal dari pu'u raping (pohon enau/aren) atau bisa saja beratapkan Leka (daun dari pohon aren).

Perajin gula biasanya membuat sari dekat dengan pohonnya, karena untuk membuat gula semut yang baik dibutuhkan nira aren yang segar dari pohonnya. Sari kita bisa lihat di kebun milik petani, prinsipnya di mana ada penderes nira di situ pasti ada sari.

Sari milik Damianus Onggo (79) biasa disapa Daming yang masih setia menekuni kokor gola  (memproduksi gula) terletak di bibir jalan beraspal tidak jauh dari kampung Tado. Di sini wisatawan bisa menyaksikan langsung proses kokor gola, merasakan Lait Gola.

Seorang pengrajin masak Gola Kolang sedang menuangkan wae minse di kuali didampingi istrinya di Kampung Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, Minggu (31/3/2019). Ini destinasi alternatif di luar Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Seorang pengrajin masak Gola Kolang sedang menuangkan wae minse di kuali didampingi istrinya di Kampung Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, Minggu (31/3/2019). Ini destinasi alternatif di luar Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat.
Bahkan, di sini wisatawan ditantang memanjat langsung pohon aren mengambil minse (air nira) dari gogong atau rudang (wadah untuk menampung air nira terbuat dari bambu betong). Ketika para wisatawan ingin menghilangkan dahaga, minumlah wae minse akan memulihkan badan yang lelah.

Selain merasakan segarnya wae minse, wisatawan boleh terlibat langsung memasak wae minse atau air nira.

Damianus menjelaskan proses pembuatan gula semut mulai dari pengambilan nira aren dari pohon sampai menjadi butiran gula.

Kokor gola atau memasak gola, lanjut Damianus, diambil dari pohon langsung dimasak menggunakan kayu bakar hingga mendidih dan mengental. Bahan lain sebagai campuran agar hasilnya gurih, biasanya kemiri secukupnya dengan memasukkannya saat air nira atau aren sudah mendidih.

"Wae minse dimasak berjam-jam sampai benar-benar kental dan berwarna kecoklatan," ujar Damianus sambil mengaduk minse yang mulai mendidih (lua).

Damianus menjelaskan, setelah didapatkan warna dan kekentalan yang masak, para wisatawan dipersilakan mencoba "Lait Gola" menggunakan sombek dengan cara menyeduhkan sombek ke dalam wadah yang dimasak lalu julurkan lidah di sombek yang sudah disiapkan.

Perkampungan Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Flores Barat, NTT, Minggu, (31/3/2019). Ini destinasi wisata alternatif untuk menyaksikan proses produksi Gola rebok atau semut Kolang di luar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Perkampungan Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Flores Barat, NTT, Minggu, (31/3/2019). Ini destinasi wisata alternatif untuk menyaksikan proses produksi Gola rebok atau semut Kolang di luar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat.
Jilatan di sombek itu akan terasa sensasi yang luar biasa serta manisnya gola dereng khas Kolang. Kemudian, perajin mengangkat wajan besar yang menjadi wadah untuk memasak gola dereng (merah) dari tungku api.

Proses selanjutnya, gula kental tersebut terus diaduk dengan sombek. Tujuannya untuk mengurangi kadar air dalam gula.

"Proses mengaduk sampai mengayak ini gulanya harus dalam keadaan panas," kata Damianus.

Damianus menjelaskan, setelah diaduk hingga kering, minse yang sudah berubah wujud menjadi gula tersebut diayak hingga berwujud butiran gola rebok (gula semut) yang bisa dikonsumsi. Gula semut bisa dimakan langsung, dicampur kopi atau bahan tambahan membuat kue.

Staf Bappeda Kabupaten Manggarai Barat, Yuvensius Aquino Kurniawan mengungkapkan, dirinya bersama keluarga saat akhir pekan atau hari libur selalu mengunjungi Kampung Tado, yang juga kampung asal orangtua menikmati wisata “Lait Gola Kolang” di Sari. "Selain wisata Lait Golak Kolang kami sekeluarga minum wae minse (air nira)," katanya.

Kurniawan mengatakan dirinya sering memberikan motivasi kepada perajin gola semut atau rebok untuk mempertahankan tradisi Kokor Gola Kolang. Ini merupakan kekhasan warga Kolang bahkan kekhasaan ini sudah didemonstrasikan di Pantai Pede, Labuan Bajo, pada saat ajang Sail Komodo 2013. "Banyak pelancong serta tamu pemerintahan ikut merasakan,” katanya kepada Kompas.com, Minggu (31/3/2019).

Kurniawan menjelaskan, pasca Sail Komodo 2013, nama Kampung Tado mulai dilirik wisatawan untuk merasakan pengalaman Lait Gola.

Kurniawan menambahkan, penderes minse (nira) di Kampung Tado memanfaatkan minse menjadi olahan yang memiliki nilai lebih dari sekadar diminum langsung atau dibuat gula merah biasa.

“Hasil olahan penderes yang sudah menjadi gola rebok, biasanya dijual ke pasaran oleh pedagang di Kota Ruteng, Labuan Bajo dan Borong,” katanya.

Kurniawan mengungkapkan, perajin kokor gola di Kampung Tado dan bahkan Hamente Kolang kini makin langka, hanya tinggal beberapa orang saja yang masih setia menekuninya.

"Hal ini terjadi karena proses produksinya sangat ribet. Selain itu bahan bakar kayu sangat terbatas, tambahan pula pohon enau semakin langka. Ini terjadi karena tempat populasi tumbuhan ini banyak digunakan petani untuk di jadikan lahan pertanian," kata Kurniawan.

Dari hasil olahan kokor gola itu, Damianus bisa menyekolahkan anaknya sampai menjadi sarjana bahkan Damianus bisa membuat rumah permanen.

“Gola Rebok buatan Damianus cukup berkualitas dan bertahan lama. Karena bertahan lama, gula semut dari Tado ini sering dijadikan buah tangan oleh misionaris Katolik yang bertugas di luar negeri," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com