JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa saat lalu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas, Jawa Tengah, mengusulkan mendoan menjadi warisan budaya tak benda 2020.
Makanan khas Banyumas tersebut ternyata sudah ada sejak lebih dari satu abad lalu.
Baca juga: Tempe Mendoan Diusulkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda
Deskart Sotyo Djatmiko, SH, MSi, Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Kabupaten Banyumas menjabarkan bahwa tempe mendoan adalah makanan olahan dari fermentasi atau peragian dari kacang kedelai (soybean cake).
Lalu dilumuri dengan bumbu dan tepung, kemudian digoreng sebentar dalam minyak panas. Tempe mendoan disajikan panas-panas ditemani cabe rawit hijau dan atau sambal kecap manis.
Baca juga: Tempe Mendoan Bisa Ditemukan di Seluruh Area Purwokerto, Benarkah?
"Sebagaimana tempe yang cenderung menjadi lauk makan sementara mendoan lebih sebagai makanan ringan," jelas Sotyo Djatmiko saat dihubungi oleh Kompas.com, Selasa, (3/3/2020).
Hidangan ini berasal dari Banyumas, meskipun cita rasanya sama dengan tempe, tapi lebih tipis dengan ketebalan bahan mentah sekitar 3 inci. Berbeda dengan tempe lain, mendoan ini dimasak setengah matang.
Baca juga: Asal-usul Nama Tempe Mendoan
Nama mendoan juga berasal dari teknik masaknya. Dalam bahasa Jawa Banyumas mendo memiliki arti setengah matang.
Maka mendoan adalah asli Banyumas ditilik dari cara membuat dan memasaknya, serta penamaan bahasanya.
Mendoan digoreng setengah matang karena dulunya dibuat sebagai olahan cepat saji. Hal ini bertujuan untuk mempersingkat waktu pembuatan.
Mendoan muncul bersamaan dengan tempe yang merupakan makanan berbahan baku kedelai yang banyak tumbuh di seputar Asia Tengah wilayah China dan Indocina.
Lalu kedelai dibawa oleh masyarakat Asia Tengah ketika bermigrasi ke tenggara.
Makanan ini bukan sekadar kudapan nikmat untuk menemani minum teh, tetapi juga sebagai ujung tombak pariwisata Kabupaten Banyumas.
"Kalau sebagai makanan masyarakat umum sudah sejak lama, tapi mulai menjadi komuditas ekonomis dan dikelola secara komersial dalam dunia kepariwisataan sejak awal 1960 an," jelas Djatmiko.
Hal ini bersamaan dengan munculnya pusat oleh-oleh sawangan dan kripik Nyoya Sutrisno yang mengolah bentuk lain dari mendoan yang kering atau disebut dengan nama kripik.
Bahkan nama mendoan dan kripik sebagai makanan serumpun telah menjadi lambang semangat gerakan sosial masyarakat di Banyumas.
"Orang Banyumas bisa diumpamakan seperti mendoan yang lemas fleksibel mudah menyesuaikan diri. Namun, dalam keadaan yang mendesak bisa menjadi kaku seperti kripik yang bila diajak berselisih ibarat mau diajak remuk bersama," papar Djatmiko.
Ia mengaitkan jika orang Banyumas zaman dulu banyak yang menjadi tokoh di dunia diplomasi dan kemiliteran.
Seperti Jenderal Soedirman, Soesilo Soedarman, Soepardjo Reostam, dan lain-lain.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.