KOMPAS.com - Sampah menjadi masalah bersama bagi semua orang pegiat wisata alam khususnya wisata gunung.
Tanpa disadari, meninggalkan sampah akan membuat gunung tak lagi indah, bahkan mengganggu ekosistem.
Lalu bagaimana menjaga agar masalah sampah ini segera dituntaskan?
Baca juga: 19 Gunung yang Sudah Dibuka, Bisa Upacara 17 Agustus di Atas Awan
Menurut pendaki senior sekaligus EIGER Adventure Service Team (EAST) Manager, Galih Donikara, masalah sampah ini bisa dikendalikan dengan cara tidak membawa barang yang berpotensi menimbulkan sampah di gunung.
"Mulailah membiasakan dengan tidak membawa perlengkapan atau perbekalan yang mengandung sampah. Ini penting," kata Galih dalam Live Instagram Kompas Travel bertema "Tips Aman Naik Gunung Era New Normal", Senin (10/8/2020).
Perbekalan yang mengandung sampah tersebut, contohnya seperti bungkus-bungkus makanan atau minuman yang dibawa orang ketika mendaki gunung.
Baca juga: Benarkah Pendaki Gunung Sindoro Wajib Bawa Surat Kesehatan dari Basecamp?
Cara pertama yang dicontohkan Galih adalah dengan tidak membawa misalnya mi instan lengkap dengan bungkusnya.
Bungkus mi instan tersebut, kata dia, merupakan salah satu benda yang berpotensi menimbulkan sampah di gunung.
"Jadi pas mau naik gunung itu sudah disiapkan, buka bungkus plastik mi instan, buka bumbunya dari rumah. Sehingga naik gunung itu pakai kemasan yang lain, bisa pakai tupperware, dan peralatan tempat makan lainnya yang bisa dibawa turun kembali," jelasnya.
Selain mi instan, perbekalan yang paling sering dibawa pendaki adalah minuman kopi. Sering kali pendaki gunung membawa kopi sachet.
Baca juga: 4 Kemampuan Wajib Pendaki Gunung, Salah Satunya Kemanusiaan
Bungkus kopi tersebut yang nantinya akan berpotensi menjadi sampah, terlebih jika ditinggalkan di gunung.
"Sama kayak mi instan, kopi juga jangan bawa sama bungkusnya. Jangan bawa kopi instan juga, coba bawa kopi organik. Banyak kok petani kopi," ujarnya.
Perbekalan yang wajib dibawa pendaki adalah air mineral. Perbekalan satu ini, biasanya, selalu dibungkus dalam kemasan botol plastik sekali pakai.
Pendaki biasanya akan membeli air mineral tersebut di warung atau supermarket. Air mineral yang telah dibungkus botol plastik tersebut justru dapat menimbulkan sampah.
Oleh karena itu, Galih mengkampanyekan kepada para pendaki agar tidak lagi membawa botol plastik berisi air mineral yang ia beli.
Baca juga: Benarkah Aktivitas Naik Gunung Berbahaya?
"Kalau mau bawa air mineral, kita sudah siapkan botolnya dari rumah. Jadi ada aturan yang jelas soal perbekalan yang wajib dibawa dan tidak boleh dibawa itu mana aja. Misalnya perbekalan yang wajib dibawa adalah yang organik, jangan yang kaleng, botol plastik, bungkus plastik dan lainnya," tuturnya.
Lanjutnya, untuk meningkatkan kampanye ini harus dimulai dari pengelola gunung. Pengelola bisa memviralkan kampanye tidak membawa sampah ke gunung, bukannya kampanye bawa turun sampahmu, kata dia.
Kampanye itu bisa dilakukan melalui media sosial bahwa naik gunung tersebut tidak boleh membawa perbekalan yang dapat menimbulkan potensi sampah.
"Kemudian diperiksa di pos pendakiannya. Selama itu ada yang melanggar atau ditemukan peralatan melanggar, ya dibuang saja. Tidak perlu dibawa. Pendaki gunung yang bertanggung jawab adalah mereka yang tidak membawa sampah ke gunung, karena mereka sadar bahwa gunung akan bersih jika kita tidak datang ke sana," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.