KOMPAS.com – Deputi Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Hari Santosa Sungkari menjelaskan terkait rencana revitalisasi toilet di destinasi wisata.
Di dalam rencana untuk mencapai destinasi yang berkelanjutan tersebut, termasuk pula rencana bimbingan teknis dan pendampingan yang akan dilakukan Kemenparekraf dalam kurun waktu sekitar enam bulan.
“Tidak cukup kita hanya melakukan pembinaan teknis atau peraturan. Ini harus jadi pertama, knowledge, lalu habis itu akan jadi kebiasaan. Ini memerlukan pendampingan yang berbulan bulan,” ujar Hari dalam acara diskusi strategis Redefining Sustainable Tourism Roadmap, Selasa (9/3/2021).
Baca juga: Sandiaga Gandeng Asosiasi Toilet Indonesia untuk Revitalisasi WC di Destinasi Wisata
Kemenparekraf berencana akan melakukan dua hari bimbingan teknis yang dilanjutkan dengan pendampingan selama enam bulan. Selain untuk rencana revitalisasi toilet, juga termasuk untuk penerapan juknis sampah dari Kemenparekraf.
Pendampingan tersebut akan membahas tata cara pengelolaan dan juga perawatan toilet, termasuk bagaimana membangun toilet sesuai standar Asosiasi Toilet Indonesia (ATI) yang mengacu pada World Toilet Organization (WTO).
Kemenparekraf akan memberikan sosialisasi dan juga membangun beberapa proyek pilot toilet yang sesuai dengan standar tersebut. Serta tentu saja harus sesuai pula dengan protokol Covid-19.
Menurut Hari, ada beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi untuk bisa memenuhi kedua standar tersebut. Di antaranya adalah toilet harus memiliki aliran udara atau ventilasi yang ada di bawah, yakni sekitar 20 sentimeter dari lantai.
“Lalu nanti kalau itu toilet duduk, pada saat kita flush, SOP-nya adalah harus ditutup, sehingga tidak ada bakteri atau virus yang beterbangan dari toilet itu. Itu SOP baru di zaman Covid,” ujar dia.
Tak lupa pula, aliran udara dengan kipas hexos di dalam bilik toilet, serta ketersediaan sabun dan air bersih. Perencanaan sumber air bersih dan alur pembuangan air kotor juga perlu diperhatikan.
Baca juga: Perbaikan Kualitas WC di Tempat Wisata, Jangan Lupakan Kearifan Lokal
“Apakah ada septic tank yang biopori atau ke mana? Saya menemukan beberapa tempat toiletnya membuang air kotornya langsung ke selokan setempat, atau bahkan ke tanah di sampingnya. Itu yang harus kita tangani dari segi pembangunan konstruksi,” tutur Hari.
Dia menyampaikan, Kemenparekraf berencana menyosialisasikan standar toilet tersebut dengan menunjukkan beberapa contoh toilet yang mereka bangun.
Selain soal pembangunan, nantinya Kemenparekraf juga akan memberikan pendampingan terkait rencana perawatan toilet agar bisa berkelanjutan, termasuk di antaranya cara mendapat anggaran biaya untuk melakukan perawatan tersebut.
Beberapa sumber biaya yang bisa jadi pilihan, antara lain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setempat. Bisa juga berasal dari tarif penggunaan toilet yang dibayarkan para pengunjung tempat wisata.
“Jadi di beberapa tempat mereka membangun toiletnya, mereka mengelola, memelihara, mereka menarik bayaran, dan bayaran itu untuk mengelola toilet itu dilakukan secara cashless,” imbuh Hari.
Baca juga: Luhut Sampai Turun Tangan, Ini Pentingnya Kualitas WC di Tempat Wisata
Penerapannya, lanjut dia, menggunakan QR Code Indonesian Standard (QRIS) dari Bank Indonesia dan juga bank-bank tertentu.