Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Berkhayal Kelana ke Ubud, Gara-gara Slank dan Lagu Tepi Campuhan...

Kompas.com - 24/07/2021, 14:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada 2019, devisa dari sektor wisata di Bali tercatat 9,34 juta dollar AS. Ini setara 55,26 persen perolehan devisa nasional dari sektor pariwisata pada tahun itu.

Sebelum pandemi datang, pengangguran terbuka—benar-benar enggak punya pekerjaan—di Bali tercatat hanya 2 persen. 

Pandemi datang, semuanya bubar. Jangankan pemasukan devisa, persentase pengangguran terbuka pun melejit ke atas 5 persen, sampai hari ini. Itu baru yang terbuka, belum yang samar-samar alias berstatus kerja atau setidaknya tetap berupaya kerja tetapi terseok-seok.

Baca juga: Itinerary 3 Hari di Ubud untuk Libur Akhir Tahun

Banyak juga media massa internasional dan bahkan influencer global mengangkat perubahan situasi di Bali, tak terkecuali Ubud, setidaknya sekali. Rata-rata dalam tulisan panjang dan video dokumenter berdasarkan pengalaman nyata. 

Salah satunya, Nikkei, media Jepang, yang menggunakan judul In Ubud: Not Much to Eat, Lots of Prayer, No Love. Ini adalah satire dari judul film berdasarkan biografi dan kisah nyata, Eat, Pray, Love.

Dibintangi Julia Roberts yang memerankan Elizabet Gilbert—pelaku dan penulis biografi dengan judul yang sama—film itu memang sebagian dibuat di Ubud, sesuai perjalanan hidup Gilbert. 

Baca juga: Itinerary Seharian di Ubud Bali, Bisa ke Bukit dan Pura

Iya, Bali, tak hanya Ubud, tengah sengsara karena pandemi. Baru Ubud saja tak cuma ada Campuhan dan pariwisata kelembahannya itu, apalagi Bali yang hampir seluruh aspek keekonomiannya bersandar ke sektor pariwisata.

Beragam upaya dijadwalkan dan direncanakan. Namun, gelombang tak berkesudahan ini tak kenal kompromi, tak peduli penanganan dan angka-angka kasus di Bali relatif terkendali dibandingkan Pulau Jawa.

Entah kesan yang mana yang mau Sahabat Kompas.com terakan sekarang pada Campuhan, Ubud, atau bahkan Bali, pandemi memang bikin rasa sepi makin menjadi, berpadu dengan rasa tak berdaya pula.

Kenangan saat berkontemplasi di Bali berbaur dengan sepi dan sesak hati, bisa jadi terwakili benar oleh potongan lirik lagu Tepi Campuhan yang membuat tulisan ini terjadi: 

Sembunyi diriku dalam pelukan alam
Hindari semua kenyataan
Menggigil tubuhku sadari alam
Di sini aku kecil dan tak berarti

Duh....

 

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Catatan:
Artikel utuh Arsip Kompas yang dikutip di sini dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com