"Kelas menengah yang mengalami kerinduan spiritual ini cenderung mencari tempat-tempat kontemplatif seperti pegunungan, jurang, sungai, dan lembah," ujar Popo.
Pada kurun waktu tulisan tersebut diracik, Popo melihat ada kecenderungan jurang atau lembah menjadi pilihan baru. Laut dirasa mulai jenuh.
Wayan Munut, pemilik Hotel Cahaya Dewata, di artikel ini pun bilang, masyarakat Bali menganggap lembah atau jurang punya getaran kesucian.
"Saya cuma melihat jurang suatu saat akan menjadi tempat tujuan akhir," kata Munut.
Made Parnatha, warga Ubud yang dikutip dalam tulisan Putu Arcana, bertutur bahwa titik awal pembangunan di atas tebing tukad (sungai) di kawasan itu telah dimulai pada 1929.
Baca juga: Itinerary Weekend di Ubud, Satu Hari Jelajahi Pasar sampai Istana
Ada warga Jerman bernama Walter Spies, tutur dia, memutuskan menetap di Ubud. Saat itu, Tuan Sepis—begitu warga setempat memanggilnya—membangun sebuah rumah di atas tebing Tukad Campuhan.
"Rumah itu kini menjadi Hotel Campuhan milik keluarga Puri Ubud," ujar Made Parnatha, di situ.
Namun, Munut-lah yang mengawali perubahan besar di kawasan tersebut. Dia sudah melakukannya sejak 1965, ketika membangun Munut Bungalow di tebing Tukad Campuhan.
Jurang, bagi masyarakat Bali adalah gambaran ruang tak terjamah. Mistis.
Munut, sebagai seniman lukis juga, memandang ruang tak terjamah itu sebagai simbol otentisitas. Bagi seniman, setidaknya, itu adalah ruang untuk berburu originalitas.
Maka, ketika Munut mendirikan Cahaya Dewata pada 1980, dia membuktikan bahwa pencarian soal originalitas itu bukanlah miliknya seorang.
Wisatawan berdatangan, hotel-hotel dari papan biasa sampai papan atas dibangun, ekonomi lokal bergerak.
Salah satu perwakilan hotel jaringan yang ada di situ pun bilang, para tamunya cenderung lebih lama tinggal di Ubud ini daripada di hotel mereka di Jimbaran yang bernuansa pantai. Kontemplasi adalah kata kunci.
Semua cerita itu adalah kisah Ubud sebelum pandemi datang. Itu juga adalah kisah di balik layar dari keramaian Ubud, terlepas dari pariwisata Bali secara keseluruhan.
Pertanyaannya sekarang, apa kabar Ubud ketika pandemi datang?