Corak-corak tersebut memiliki makna yang berbeda pada setiap acara ritual, yang diselaraskan dengan maksud ritual tersebut.
Karenanya dalam mengenakan kain batik harus disesuaikan dengan acara ritual yang sedang ditempuhnya agar harapan yang diusung bisa menjadi kenyataan demi kemuliaan kehidupannya.
Sementara itu, di Keraton Yogykarta ada sejumlah motif batik yang dilarang, biasanya disebut dengan “Awisan Dalem, dikutip dari laman Keraton Jogja.
Selain adanya peraturan keraton, sejumlah motif batik yang tak boleh dipakai orang biasa itu dipercaya menyimpan kekuatan spiritual ataupun punya makna filsafat yang mendalam.
Sehingga motif batik pilihan tersebut dipercaya bisa membuat suasana religious dan juga memancarkan aura magis sesuai filosofi yang dikandungnya.
Keraton Yogyakarta diketahui punya batik larangan dengan motif parang rusak barong, parang rusak gendreh, parang klithik, semen gedhe sawat gurdha, semen gedhe sawat lar, udan liris, rujak senthe, parang-parangan, cemukiran, kawung, dan huk.
Perlu diketahui juga bahwa setiap sultan yang tengah menjabat punya kuaa untuk memilih motif batik mana yang masuk ke dalam batik larangan.
Baca juga: 6 Vila Instagramable di Yogyakarta, Harga Mulai Rp 450.000-an
Misalnya saja motif parang rusak, adalah batik pertama yang masuk ke dalam daftar larangan atas keinginan Sri Sultan Hamengku Buwono I di tahun 1785.
Kemudian, motif lainnya yang dilarang atas perintah raja yakni Sri Sultan Hamengku Buwono VII ada motif huk dan kawung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.