Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/09/2022, 20:45 WIB
Wasti Samaria Simangunsong ,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penutupan Bali selama 2,5 tahun akibat pandemi Covid-19 membawa derita bagi pelaku industri pariwisata, khususnya perhotelan.

Managing Director of BVR (Building Valuable Relationships) Group Asia Dian Desiana mengatakan, tahun 2019 menjadi puncak kedatangan turis asing ke Pulau Dewata dan membuat tingkat okupansi vila yang dikelolanya mencapai 97 persen.

Adapun BVR Group Asia merupakan perusahaan jasa yang saling terintegrasi dan terdiri dari 14 divisi, salah satunya HD Management sebagai pengelola Berry Amour Romantic Villas yang memiliki 20 villa eksklusif beroperasi di Bali.

Sebagai penduduk Bali, Dian mengaku sampai sulit menikmati wisata setempat karena begitu penuh dengan turis.

Baca juga: 6 Pantai di Bali Barat, Asri dan Belum Banyak Dikunjungi

Namun, situasi berubah menjadi sebaliknya ketika memasuki pandemi Covid-19 pada 2020.

"Berry Amour di 2019 itu year to date 97 persen okupansi, sampai bingung kalau mau renovasi vila. Tiba-tiba 2020 benar-benar nol, tidak ada tamu sama sekali," kata Dian dalam sesi diskusi bersama "Partisipasi Traveloka dalam Tourism Working Group G20" di Bali, Selasa (27/9/2022).

Tahun 2020 sampai 2021 menjadi waktu yang pahit bagi pariwisata Bali. Bali Amour pun harus menutup penuh sejumlah vilanya selama dua bulan, yakni Maret dan April 2020.

Baca juga: 6 Tempat Melihat Sunset di Bali, Ada yang Terbaik di Dunia

Ia memberi contoh, saking sepinya, ia pernah berkendara sendirian saja di Tol Bali Mandira. Tak ada mobil lain. 

"Tidak pernah menyangka ada di kondisi seperti itu," tutur Dian.

Hanya buka dua dari 20 vila

Adapun total 20 vila Bali Amour harus ditutup penuh selama Maret dan April 2020.

Namun, pada bulan berikutnya, Dian memutuskan untuk membuka dua vila karena biaya operasional perawatan yang tinggi.

"Setelah dua bulan tutup, siapa yang sanggup mempertahankan cashflow-nya dengan vila yang tidak buka? Itu sangat sulit dan kami memutuskan buka. Saat itu saya buka dua vila saja karena kalau tidak buka, vila itu operational cost-nya tinggi," imbuhnya.

Baca juga: 5 Tempat Wisata Dekat Kebun Raya Bali

Untuk bangkit seperti saat ini, pihaknya mencoba banyak upaya, termasuk dengan mengikuti program flash sale Traveloka. Dibantu pula lewat kemunculan tren staycation saat itu.

"Saya ikut lah program-program Traveloka seperti flash sale-nya karena tentunya Traveloka (sebagai industri di ekosistem pariwisata) yang paling mengetahui traveller-nya. Kalau saya, dengan ketidakpastian Covid-19 ini, saya tahu dari mana?" tutur dia.

Dian mengaku tidak menyangka munculnya tren staycation yang justru membantu pergerakan okupansi vila.

"Saya tidak menyangka, ternyata staycation itu, ada banyak warga Bali sendiri yang mau stay di hotel," imbuhnya.

Baca juga: Pertemuan Menteri Pariwisata Anggota G20 Sepakati 5 Poin Bali Guidelines

Di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19, pihaknya juga hanya melakukan budgeting dan business review setiap tiga bulan sekali.

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kompas Travel (@kompas.travel)

"Kami juga tidak pernah bikin bujet langsung satu tahun karena siapa yang tahu satu tahun ke depan akan seperti apa. Akhirnya, setiap tiga bulan kita bersama market manager-nya Traveloka, business review, lihat bagaimana hasilnya," kata Dian.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com