Senja itu langit Jakarta Selatan nampak mendung saat saya sampai di depan gedung Museum Polri. Beberapa peserta yang baru sampai terlihat menggembol ransel dan tikar yang dijinjing.
Ada sekitar 24 peserta yang ikut acara menginap di Museum Polri kali ini. Semua datang dari beragam kalangan, mulai dari pelajar, pekerja kantoran, sejarawan, bahkan ada keluarga yang datang bersama anak dan istri.
Baca juga: 50 Tempat Wisata Jakarta yang Populer, dari Alam hingga Sejarah
Mulanya peserta diminta registrasi ulang data di meja kedatangan, kemudian masing-masing diberi tanda nama guna memudahkan saling mengenal satu sama lain.
Acara diawali dengan makan malam bersama di tenda khusus yang sudah disiapkan oleh KHI di luar gedung museum. Di sini para peserta mulai saling berkenalan.
Sekitar pukul 19.30 WIB semua peserta diminta untuk berkumpul di lobi Museum Polri, yang menjadi lokasi acara diskusi sejarah sekaligus lokasi tidur semua peserta.
Ekspektasi saya tentang ruangan sempit, pengap, dan berdebu untuk ruangan menginap langsung dipatahkan saat masuk ke lobby museum.
Baca juga: 5 Pohon Natal Ikonis dan Instagramable di Jakarta 2022
Ruangannya ternyata terang, bersih, udara lapang, dan terasa sejuk karena nyala AC langsung menyambut.
Acara dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan dilanjutkan dengan diskusi seputar sejarah perjuangan kepolisian bangsa Indonesia pada masa penjajah.
Setelah itu acara dilanjutkan dengan berbincang secara virtual dengan cucu polisi Hoegeng, Krisnadi R. Hoegeng.
Sekitar pukul 23.30 WIB, acara puncak menjelajah museum pada malam hari pun dimulai.
Mulanya semua peserta diminta bersiap siap di depan pintu masuk museum mendengarkan arahan petugas perihal aturan yang harus diperhatikan selama berada di dalam museum.
Baca juga:
Nantinya semua peserta di dalam museum tidak boleh membuat kegaduhan, tidak boleh menyalakan penerangn seperti senter dan cahaya telepon genggam, serta tidak boleh menyentuh barang-barang koleksi museum.
Tidak ada pembagian kelompok peserta, semuanya digabung menjadi satu kelompok dan dipandu oleh seorang pemandu museum bermodal sebuah senter kecil.
Jelajah museum pada malam hari dimulai di lantai satu, di sini banyak memajang sejarah kepolisian mulai dari zaman kerajaan hingga zaman penjajah.
Di tengah suasana gelap dan hanya bermodal penerangan dari senter sang pamandu, siluet-siluet jajaran senjata laras panjang nampak menghiasi beberapa bagian ruangan.
Baca juga: 3 Tips Cari Tempat Makan Murah di Jakarta dari Perantau
Meskipun malam itu suasana gelap, tapi jumlah peserta yang cukup banyak dalam satu kelompok membuat kesan menyeramkan di dalam museum hilang sudah.
Ditambah ada bagian tanya jawab seputar sejarah antara peserta dan pemandu, sehingga jelajah malam itu lebih serupa sesi diskusi kelas biasa. Bedanya, kali ini dilakukan di tengah kegelapan.
Masuk menuju bagian tengah museum, terdapat replika transportasi yang digunakan saat masa penjajah, di antaranya ada sepeda motor dan sepeda tua.
Baca juga: 6 Tempat Wisata Murah Meriah di Jakarta untuk Libur Nataru
Museum Polri menurut saya cukup modern. Alasannya, di sini juga disediakan media interaktif layar sentuh yang dapat digunakan oleh pengunjung museum untuk melihat penjelasan seputar sejarah.
Tidak hanya itu, peserta juga diberi kesempatan mencoba naik sepeda dengan latar gambar kondisi Indonesia pada zaman dahulu.
Jelajah dilanjutkan ke lantai dua, di sini pemandu fokus menjelaskan seputar kepolisian pada masa sekarang.
Baca juga: 3 Tempat Makan Murah Meriah di Kota Tua Jakarta, Mulai Rp 10.000
Dimulai dari jenis-jenis seragam yang dipakai oleh polisi, jenis-jenis pangkat yang disematkan di seragam polisi, hingga ada replika motor dan mobil patroli polisi yang biasa dilihat di jalanan.