Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menginap di Museum Polri, Jelajah Tengah Malam Cuma Berbekal Senter

Kompas.com - 26/12/2022, 10:51 WIB
Suci Wulandari Putri Chaniago,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketika mendengar kata "museum", sebagian besar orang mungkin akan menilai sebagai gedung tua berisi benda-benda kuno nan membosankan.

Belum lagi dengan suasana sepi di dalam ruangan membuat museum terkesan sebagai gedung yang cukup menyeramkan, apalagi saat malam hari.

Baca juga: 6 Museum di Kota Tua Jakarta dan Harga Tiket Masuk

Berbagai ekspektasi buruk perihal museum tersebut satu per satu pada akhirnya dicoba dipatahkan oleh Asep Kambali, seorang sejarawan sekaligus pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI) melalui sebuah kegiatan bertajuk "Menginap di Museum".

Asep menilai, museum merupakan salah satu tempat penting yang harus tetap dijaga dan dipopulerkan supaya garis sejarah yang terjadi pada zaman dahului tidak berubah atau bahkan hilang di masa depan.

"Manusia memang tidak akan abadi, tapi sejarah dapat menghidupkan manusia kembali," kata Asep di Museum Polri, Jakarta Selatan pada Jumat (23/12/2022).

Baca juga:

Peserta acara menginap di lobby Museum Polri.Dok. Komunitas Historia Indonesia. Peserta acara menginap di lobby Museum Polri.

Seperti namanya, kegiatan "Menginap di Museum" yang pertama kali diadakan pada 2009 ini diisi dengan aktivitas bermalam dan berkeliling di museum pada malam hari.

Kali ini, Menginap ri Museum diadakan di Museum Polri. Lokasinya ada di Jalan Trunojoyo Nomor 3. RW 2, Selong, Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta  Selatan.

Baca juga:

Penasaran dengan suasana malam sebuah museum, Kompas.com memutuskan untuk ikut serta menjadi salah satu peserta acara menginap di museum.

Peserta acara Menginap di Museum di Lobby Museum Polri.DOK. KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Peserta acara Menginap di Museum di Lobby Museum Polri.

Pengalaman menginap di Museum Polri

Senja itu langit Jakarta Selatan nampak mendung saat saya sampai di depan gedung Museum Polri. Beberapa peserta yang baru sampai terlihat menggembol ransel dan tikar yang dijinjing.

Ada sekitar 24 peserta yang ikut acara menginap di Museum Polri kali ini. Semua datang dari beragam kalangan, mulai dari pelajar, pekerja kantoran, sejarawan, bahkan ada keluarga yang datang bersama anak dan istri.

Baca juga: 50 Tempat Wisata Jakarta yang Populer, dari Alam hingga Sejarah

Mulanya peserta diminta registrasi ulang data di meja kedatangan, kemudian masing-masing diberi tanda nama guna memudahkan saling mengenal satu sama lain.

Acara diawali dengan makan malam bersama di tenda khusus yang sudah disiapkan oleh KHI di luar gedung museum. Di sini para peserta mulai saling berkenalan.

Sekitar pukul 19.30 WIB semua peserta diminta untuk berkumpul di lobi Museum Polri, yang menjadi lokasi acara diskusi sejarah sekaligus lokasi tidur semua peserta.

Ekspektasi saya tentang ruangan sempit, pengap, dan berdebu untuk ruangan menginap langsung dipatahkan saat masuk ke lobby museum.

Baca juga: 5 Pohon Natal Ikonis dan Instagramable di Jakarta 2022

Ruangannya ternyata terang, bersih, udara lapang, dan terasa sejuk karena nyala AC langsung menyambut.

Acara dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan dilanjutkan dengan diskusi seputar sejarah perjuangan kepolisian bangsa Indonesia pada masa penjajah.

Setelah itu acara dilanjutkan dengan berbincang secara virtual dengan cucu polisi Hoegeng, Krisnadi R. Hoegeng.

Replika sepeda yang digunakan polisi era penjajahan.DOK. KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Replika sepeda yang digunakan polisi era penjajahan.

Sekitar pukul 23.30 WIB, acara puncak menjelajah museum pada malam hari pun dimulai.

Mulanya semua peserta diminta bersiap siap di depan pintu masuk museum mendengarkan arahan petugas perihal aturan yang harus diperhatikan selama berada di dalam museum.

Baca juga:

Nantinya semua peserta di dalam museum tidak boleh membuat kegaduhan, tidak boleh menyalakan penerangn seperti senter dan cahaya telepon genggam, serta tidak boleh menyentuh barang-barang koleksi museum.

Tidak ada pembagian kelompok peserta, semuanya digabung menjadi satu kelompok dan dipandu oleh seorang pemandu museum bermodal sebuah senter kecil.

Jelajah museum pada malam hari dimulai di lantai satu, di sini banyak memajang sejarah kepolisian mulai dari zaman kerajaan hingga zaman penjajah.

Di tengah suasana gelap dan hanya bermodal penerangan dari senter sang pamandu, siluet-siluet jajaran senjata laras panjang nampak menghiasi beberapa bagian ruangan.

Baca juga: 3 Tips Cari Tempat Makan Murah di Jakarta dari Perantau

Meskipun malam itu suasana gelap, tapi jumlah peserta yang cukup banyak dalam satu kelompok membuat kesan menyeramkan di dalam museum hilang sudah. 

Pengunjung museum mencoba sepeda interaktif di lantai 1 Museum Polri.DOK. KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Pengunjung museum mencoba sepeda interaktif di lantai 1 Museum Polri.

Ditambah ada bagian tanya jawab seputar sejarah antara peserta dan pemandu, sehingga jelajah malam itu lebih serupa sesi diskusi kelas biasa. Bedanya, kali ini dilakukan di tengah kegelapan.

Masuk menuju bagian tengah museum, terdapat replika transportasi yang digunakan saat masa penjajah, di antaranya ada sepeda motor dan sepeda tua.

Baca juga: 6 Tempat Wisata Murah Meriah di Jakarta untuk Libur Nataru

Museum Polri menurut saya cukup modern. Alasannya, di sini juga disediakan media interaktif layar sentuh yang dapat digunakan oleh pengunjung museum untuk melihat penjelasan seputar sejarah.

Tidak hanya itu, peserta juga diberi kesempatan mencoba naik sepeda dengan latar gambar kondisi Indonesia pada zaman dahulu. 

Jelajah dilanjutkan ke lantai dua, di sini pemandu fokus menjelaskan seputar kepolisian pada masa sekarang.

Baca juga: 3 Tempat Makan Murah Meriah di Kota Tua Jakarta, Mulai Rp 10.000

Dimulai dari jenis-jenis seragam yang dipakai oleh polisi, jenis-jenis pangkat yang disematkan di seragam polisi, hingga ada replika motor dan mobil patroli polisi yang biasa dilihat di jalanan.

Replika seragam dan transportasi polisi di Museum Polri.DOK. KOMPAS.COM/ SUCI WULANDARI PUTRI CHANIAGO Replika seragam dan transportasi polisi di Museum Polri.

Memasuki lantai dua membuat saya cukup was was karena di sini lebih banyak dihuni oleh patung-patung berseragam yang menyebar di beberapa titik. 

Sehingga saat melihat beberapa pajangan di dinding, saya merasa seperti sedang diawasi. Ditambah semua patung yang dipajang berwarna hitam dan dipakaikan berbagai macam seragam polisi. 

Baca juga: 5 Desa Wisata di Jakarta dan Sekitarnya untuk Libur Nataru

Serupa dengan lantai satu, di lantai dua juga terdapat media interaktif berupa penjelasan seputar teknis otopsi yang biasa dilakukan oleh polisi. 

Autopsi yang dijelaskan di sini meliputi otopsi korban gantung diri, kebakaran, hingga korban pembunuhan.

Maket peristiwa bom Bali I di lantai 3 Museum Polri.Replika seragam dan transportasi polisi di Museum Polri. Maket peristiwa bom Bali I di lantai 3 Museum Polri.

Lanjut menuju lantai tiga, bahasannya cukup menarik karena fokus mengulas kasus terorisme yang pernah terjadi di Indonesia.

Tepat di ujung anak tangga menuju lantai tiga, pengunjung akan disambut dengan maket yang menggambarkan proses terjadinya bom Bali 1. 

Baca juga: Kaleidoskop: Tempat Wisata Hits di Jakarta Sepanjang 2022

Di sini juga terdapat penjelasan seputar jenis-jenis bom yang pernah digunakan di Indonesia, seperti bom panci, bom buku, hingga bom rice cooker. 

Tidur di Museum Polri

Jelajah malam di dalam museum ditutup dengan menonton tayangan seputar sejarah perjuangan polisi di sebuah bioskop mini yang ada di lantai tiga Museum Polri.

Sekitar pukul 02.00 WIB semua peserta kembali ke lobi Museum Polri untuk menonton sebuah film tema kepolisian, kemudian beristirahat.

Sembari menonton film tema kepolisian di lobby utama sebagai pengantar tidur, para peserta menggelar alas tidur di lantai lobby Museum Polri.

Baca juga: 7 Kafe di Kota Tua Jakarta, buat Pilihan Nongkrong

Ada yang menggelar tikar, sleeping bag, kasur tiup, bahkan ada yang membawa kasur lipat lengkap dengan sprei dan bantal layaknya di rumah.

Bagi beberapa peserta yang tidak membawa tikar, panitia juga menyediakan beberapa tikar yang bisa dipinjam. Termasuk saya yang hanya membawa sleeping bag.

Sesuai petunjuk awal, semua peserta diminta untuk membawa sleeping bag atau alas tikar. Akan tetapi bayangan seputar ruangan yang full AC tidak terpikirkan oleh saya.

Untungnya, bermodal baju hangat, kaos kaki, dan sleeping bag, tubuh saya tidak terlalu kedinginan.

Baca juga: Cara ke Kota Tua Jakarta Naik KRL

Cukup sulit untuk tidur langsung beralas lantai dan hanya menggunakan tas sebagai bantal kepala. Ditambah suara dengkuran peserta yang bersahut-sahutan membuat mata saya sulit tidur.

Namun syukurnya mendekati pukul 04.30 mata saya mulai bisa beristirahat sejenak hingga pukul 06.00 WIB. Sekitar pukul 06.30 WIB semua peserta kembali berkemas dan meninggalkan Museum Polri.

Nah, ada yang tertarik mencoba menginap di museum?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com