KOMPAS.com - Alasan mendominasinya peranakan Tionghoa di Tangerang agaknya dapat diketahui dari jejak sejarah bermulanya peradaban Tionghoa di Tangerang.
Bukti sejarah berupa prasasti dan koleksi peninggalan peradaban Tionghoa di Tangerang disimpan dan dipajang di dalam Museum Benteng Heritage.
Baca juga:
Jika tertarik mendalami peradaban Tionghoa di Tanah Air, berikut sejarah singkat tentang museum yang berlokasi di jalan Cilame Nomor 18-20, Pasar Lama, Tangerang, Banten ini.
Pemandu wisata Museum Benteng Heritage Martin mengatakan, orang Tionghoa pertama kali datang ke Tangerang pada 1407.
"Waktu itu orang Tionghoa yang dipimpin oleh Chen Ci Lung melakukan pendaratan di Teluk Naga," kata Martin kepada Kompas.com di Museum Benteng Heritage pada Rabu (11/01/2023).
Martin menjelaskan, pendaratan Chen Ci Lung di Teluk Naga pada saat itu dilakukan atas utusan dari Laksamana Cheng Ho.
Baca juga:
Pada zaman dahulu, Laksamana Cheng Ho melakukan tujuh kali pelayaran, beberapa lokasi yang didatangi seperti Semarang, Palembang, Laut Cina Selatan, dan salah satunya daerah Tangerang, Banten.
Adapun tujuan pelayaran Laksamana Cheng Ho, kata Martin, dilatarbelakangi kepentingan, yakni menjaga Laut Cina Selatan, melakukan sistem perdagangan, serta menangkap pemberontak yang ada di Sumatera Selatan.
Pendaratan anak buah Laksamana Cheng Ho di Banteng bertujuan untuk melakukan perdagangan dengan penduduk pribumi.
"Mereka (orang Tionghoa) tinggal di sini (Tangerang), dan berbaur dengan masyarakat lokal," kata Martin.
Baca juga: Kenapa Imlek Identik dengan Warna Merah?
Orang Tionghoa yang tinggal di Tangerang juga membuka lahan pertanian dan melakukan pernikahan campuran dengan penduduk pribumi.
Sehingga, keturunan orang Tionghoa yang menikah dengan pribumi di Tangerang disebut juga peranakan Tionghoa sampai sekarang.
View this post on Instagram
Martin mengatakan, bangunan yang dijadikan sebagai Museum Benteng Heritage saat ini diperkirakan sudah dibangun sejak abad ke-17.
Sebelum menjadi museum, bangunan tersebut pada zaman dahulu merupakan rumah sebuah organisasi atau komunitas. Hal ini dapat diketahui dari adanya relief yang berada di dalam bangunan.
Relief yang ada di dalam bangunan, kata Martin, merupakan bagian masterpiece dari Museum Benteng Heritage.
Sebelum direstorasi menjadi sebuah museum, dahulu relief yang ada di dalam bangunan itu masih berwarna hitam karena tertutup debu.
Setelah direstorasi dan dibersihkan, barulah warna dari relief pada bangunan muncul.
Baca juga: Museum Benteng Heritage, Museum Tionghoa Pertama di Indonesia
Untuk diketahui, relief yang berada di dalam Museum Benteng Heritage masih asli, baik dari ornamen hingga warna.
"Pada abad ke-19, bangunan ini (Museum Benteng Heritage) dimiliki secara pribadi oleh keluarga bermarga Lao hingga turun temurun," terang Martin.
Barulah pada 2009, bangunan tersebut dibeli oleh Udaya Halim, dilakukan restorasi, dan kemudian diresmikan sebagai museum pada 11 November 2011.
"Jadi kami dapat bangunannya kosong, dan kami isi dengan koleksi sejarah peranakan (Tionghoa)," katanya.
Baca juga: Museum Benteng Heritage, The Pearl of Tangerang
Penggunaan nama "Benteng " pada museum pun bukan tanpa alasan.
Martin mengatakan bahwa tempat tinggal peranakan Tionghoa di Tangerang berada di kawasan benteng yang dibangun oleh orang Belanda.
Sehingga, Tangerang pada saat itu disebut dengan kota Benteng. Sementara peranakan Tionghoa yang tinggal di Tangerang pada saat itu disebut dengan "Cina Benteng".
Baca juga: Libur Imlek 2023 Tanggal Berapa?
Proses restorasi yang dilakukan pada bangunan museum hanya sebatas memberi tambahan ornamen dan membersihkan.
Tidak ada perbedaan signifikan antara bangunan Museum Benteng Heritage yang dilihat saat ini dengan bangunan yang sudah ada sejak abad ke-17.
Bangunan Museum Benteng Heritage terbuat dari kayu dan terdiri dari dua lantai. Lantai satu museum khusus menyimpan koleksi lukisan dan bacaan seputar peranakan Tionghoa.
Sementara di lantai dua museum khusus menyimpan koleksi sejarah peranakan Tionghoa. Di antaranya ada alat yang digunakan saat berdagang, pakaian, ranjang pengantin, hingga baju pengantin peranakan Tionghoa.
Baca juga:
Untuk diketahui, Museum Benteng Heritage dapat dikunjungi oleh semua kalangan. Harga tiket masuk museum untuk umum yakni Rp 30.000.
Sementara tiket masuk museum untuk kalangan pelajar Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) yakni Rp 20.000.
Museum Benteng Heritage beroperasi setiap Selasa hingga Minggu mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.