Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Beda Keraton Yogyakarta dan Solo, Berawal dari Perjanjian Jatisari

Kompas.com - 24/07/2023, 23:08 WIB
Ulfa Arieza

Penulis

KOMPAS.com - Kasultanan Ngayogyakarta atau Keraton Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo berasal dari kerajaan yang sama, yakni Kerajaan Mataram Islam.

Melalui Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada 13 Februari 1755, Kerajaan Mataram Islam terbagi menjadi dua, yakni Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo. Pembagian Kerajaan Mataram Islam tersebut merupakan salah satu peristiwa besar dalam sejarah.

Baca juga:

Keraton Yogyakarta berada di Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta. Sedangkan, Keraton Solo berada di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo.

Meskipun berasal dari kerajaan yang sama, yakni Kerajaan Mataram Islam, namun ada perbedaan antara Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo.

Ilustrasi Keraton Surakarta, Keraton SoloShutterstock/Setyo Adhi Pamungkas Ilustrasi Keraton Surakarta, Keraton Solo

Lantas, apa beda Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo? Simak ulasannya berikut ini seperti dihimpun Kompas.com.

1. Gelar penguasa 

Sultan Hamengku Buwono X di Keraton Yogyakarta. 

kratonjogja.id Sultan Hamengku Buwono X di Keraton Yogyakarta.

Setelah Perjanjian Giyanti, maka Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo masing-masing dipimpin oleh seorang raja.

Keraton Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I, seperti dikutip dari website Kraton Jogja. Saat ini, Keraton Yogyakarta dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono X.

Sedangkan, Keraton Solo dipimpin oleh Susuhan Paku Buwono III atau Sunan Pakubuwono III. Saat ini, Keraton Solo dipimpin oleh Sunan Pakubuwono XII.

2. Tradisi dan adat istiadat 

Tari Bedhaya Ketawang Keraton SurakartaTribunnews.com Tari Bedhaya Ketawang Keraton Surakarta

Dua hari setelah Perjanjian Giyanti, dilaksanakan Perjanjian Jatisari tepatnya pada 15 Februari 1755. Berdasarkan informasi dari website Kraton Jogja, salah satu isi penting Perjanjian Jatisari adalah membahas perbedaan identitas kedua keraton tersebut.

Bahasan dalam perjanjian ini meliputi perbedaan identitas tata cara berpakaian, ada istiadat, bahasa, gamelan, tari tradisional, dan sebagainya.

Baca juga:

Inti dari Perjanjian Jatisari adalah, Sultan Hamengku Buwono I memilih untuk melanjutkan tradisi dan adat istiadat lama Kerajaan Mataram Islam.

Sementara itu, Sunan Pakubuwono III sepakat untuk memberikan modifikasi atau menciptakan bentuk budaya baru, dengan tetap berlandaskan pada budaya lama. Perjanjian Jatisari tersebut merupakan titik awal perkembangan budaya yang berbeda antara Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo.

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kompas Travel (@kompas.travel)

 

Keraton Surakarta HadiningratSHUTTERSTOCK Keraton Surakarta Hadiningrat

3. Pakaian adat

Ilustrasi Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta. Iring-iringan para bregada membawa Gunungan Jaler atau Gunungan Kakung.Shutterstock/aditya_frzhm Ilustrasi Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta. Iring-iringan para bregada membawa Gunungan Jaler atau Gunungan Kakung.

Perbedaan Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo selanjutnya adalah dari sisi pakaian adat. Salah satunya adalah blangkon, sebagai penutup kepala yang sarat nilai kebaikan.

Blangkon yang digunakan oleh Keraton Yogyakarta memiliki ciri khas mondolan di bagian belakang,  seperti dikutip dari laman Pemerintah Kota Solo. Penggunaan mondolan ini memiliki filosofi, yaitu masyarakat Jawa pandai menyimpan aib dan rahasia diri sendiri maupun orang lain.

Blangkon Keraton Yogyakarta biasanya menggunakan motif batik modang, blumbangan, kumitir, celengkewengen, jumputan, sido asih, sido wirasat, atau taruntum.

Sementara itu, blangkon Keraton Solo tidak menggunakan mondolan, sehingga bagian belakangnya datar dengan mengikatkan kain pucuk blangkon menjadi satu. Filosofi blangkon Keraton Solo adalah menyatukan satu tujuan dalam pemikiran yang lurus dengan dua kalimat syahadat.

Motif batik yang digunakan untuk membuat blangkon Solo, antara lain motif keprabon, motif kesatrian, motif perbawan, motif dines, serta motif tempen.

Baca juga:

4. Gamelan 

Selain pakaian adat, gamelan di Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo juga berbeda. Gamelan merupakan seperangkat alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara dipukul atau ditabuh. 

Gamelan Keraton Yogyakarta memiliki ukuran lebih besar dibandingkan gamelan Keraton Solo, seperti dikutip dari laman Pemerintah Kota Solo. Selain itu, ukiran gamelan Keraton Solo memiliki desain yang lebih rumit dibandingkan pahatan pada  gamelan Keraton Yogyakarta.

Perbedaan lainnya berada pada fungsi, instrumen, dan sebagainya. Meskipun berbeda, namun keduanya tetaplah warisan budaya yang harus dilestarikan. 

5. Bangunan keraton

Keraton Yogyakarta.Dok. Shutterstock/Julius Bramanto Keraton Yogyakarta.

Bangunan Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo memiliki ciri khas masing-masing.

Keraton Yogyakarta identik dengan gaya arsitektur Jawa tradisional, seperti dikutip dari Kompas.com (15/2/2022).

Sementara bangunan Keraton Surakarta sebagian besar bernuansa putih dan biru dengan arsitektur campuran Jawa-Eropa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Turis Asing Diduga Bikin Sekte Sesat di Bali, Sandiaga: Sedang Ditelusuri

Turis Asing Diduga Bikin Sekte Sesat di Bali, Sandiaga: Sedang Ditelusuri

Travel Update
Ada Pembangunan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, Penumpang Bisa Berangkat dari Stasiun Jatinegara

Ada Pembangunan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, Penumpang Bisa Berangkat dari Stasiun Jatinegara

Travel Update
Hotel Ibis Styles Serpong BSD CIty Resmi Dibuka di Tangerang

Hotel Ibis Styles Serpong BSD CIty Resmi Dibuka di Tangerang

Hotel Story
10 Mal di Thailand untuk Belanja dan Hindari Cuaca Panas

10 Mal di Thailand untuk Belanja dan Hindari Cuaca Panas

Jalan Jalan
Menparekraf Susun Peta Wisata Berbasis Storytelling di Yogyakarta, Solo, dan Semarang

Menparekraf Susun Peta Wisata Berbasis Storytelling di Yogyakarta, Solo, dan Semarang

Travel Update
Waisak 2024, Menparekraf Targetkan Gaet hingga 300.000 Wisatawan

Waisak 2024, Menparekraf Targetkan Gaet hingga 300.000 Wisatawan

Travel Update
3 Bulan Lagi, Penerbangan Langsung Thailand-Yogyakarta Akan Dibuka

3 Bulan Lagi, Penerbangan Langsung Thailand-Yogyakarta Akan Dibuka

Travel Update
Jelang Waisak 2024, Okupansi Hotel di Area Borobudur Terisi Penuh

Jelang Waisak 2024, Okupansi Hotel di Area Borobudur Terisi Penuh

Hotel Story
iMuseum IMERI FKUI Terima Kunjungan Individu dengan Pemandu

iMuseum IMERI FKUI Terima Kunjungan Individu dengan Pemandu

Travel Update
9 Wisata Malam di Jakarta, dari Taman hingga Aquarium

9 Wisata Malam di Jakarta, dari Taman hingga Aquarium

Jalan Jalan
Jangan Sembarangan Ambil Pasir di Pulau Sardinia, Ini Alasannya

Jangan Sembarangan Ambil Pasir di Pulau Sardinia, Ini Alasannya

Travel Update
6 Cara Cegah Kehilangan Koper di Bandara, Simak Sebelum Naik Pesawat

6 Cara Cegah Kehilangan Koper di Bandara, Simak Sebelum Naik Pesawat

Travel Tips
Maskapai Penerbangan di Australia Didenda Rp 1,1 Miliar karena Penerbangan Hantu

Maskapai Penerbangan di Australia Didenda Rp 1,1 Miliar karena Penerbangan Hantu

Travel Update
China Terapkan Bebas Visa untuk 11 Negara di Eropa dan Malaysia

China Terapkan Bebas Visa untuk 11 Negara di Eropa dan Malaysia

Travel Update
Pelepasan 40 Bhikku Thudong untuk Waisak 2024 Digelar di TMII

Pelepasan 40 Bhikku Thudong untuk Waisak 2024 Digelar di TMII

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com