KOMPAS.com - Sebagai daerah yang dijuluki Kota Seribu Sungai, Banjarmasin memiliki tradisi unik 17 Agustus, yakni lomba dayung jukung. Lomba ini berlangsung meriah serta dihadiri berbagai kalangan masyarakat.
Selain memeriahkan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) kemerdekaan RI, lomba tersebut juga melestarikan keberadaan jukung yang merupakan alat transportasi khas Kalimantan Selatan.
Baca juga:
Lantas, apa itu lomba dayung jukung? Simak ulasannya berikut ini seperti dihimpun Kompas.com.
Jukung adalah sebutan untuk perahu tradisional suku Banjar di Kalimantan Selatan, seperti dikutip dari website Warisan Budaya TakBenda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada beberapa daerah, jukung juga dikenal dengan nama cadik.
Jukung berfungsi sebagai alat transportasi, alat perdagangan, dan perlengkapan menangkap ikan di sungai, danau, maupun rawa.
Sebelum alat transportasi berkembang, jukung menjadi sarana transportasi utama warga Banjar untuk berdagang, mencari ikan, menambang pasir dan batu, mengangkut hasil pertanian, dan angkutan jasa, seperti dikutip dari Tribun Banjarmasin.
Baca juga:
Konon, perahu tradisional tersebut sudah ada sejak 2.500 tahun silam di Kalimantan Selatan. Ada tiga jenis jukung yang paling dikenal di masyarakat, yakni jukung sudur, jukung patai, dan jukung batambit.
Jukung sudur adalah sampan sederhana yang dibuat dari setengah batang pohon. Biasanya jukung sudur digunakan untuk memancing.
Sementara jukung patai adalah alat transportasi yang terbuat dari batang kayu bulat dengan panjang yang disesuaikan kebutuhan pemilik.
Sedangkan jukung batambit, memiliki ukuran lebih besar dibandingkan jenis lainnya. Bahan bakunya merupakan susunan balok kayu dan papan tebal dari kayu ulin lantaran digunakan untuk mengangkut barang.
Lihat postingan ini di Instagram