Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Bunker Kaliadem dan Cerita Pilu tentang Erupsi Merapi 2006

Kompas.com - 19/10/2023, 19:39 WIB
Wijaya Kusuma,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Bunker Kaliadem di Kepuharjo, Kapanewon Cangkringan, Kabupaten Sleman menjadi salah satu spot destinasi wisata di kawasan lereng Gunung Merapi.

Wisatawan yang berkunjung dapat melihat langsung bangunan bunker, bahkan masuk ke bagian dalamnya.

Di area bunker Kaliadem ini wisatawan disuguhi  panorama keindahan alam lereng Gunung Merapi. Ketika cuaca cerah, wisatawan dapat melihat visual Gunung Merapi dengan jelas.

Baca juga: 5 Tips Berkunjung ke Bunker Kaliadem Merapi, Datang Pagi

Momen tersebut biasanya sering digunakan wisatawan untuk berfoto di depan bunker Kaliadem dengan Gunung Merapi sebagai latarnya.

Bunker Kaliadem dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Sleman sekitar tahun 2000-an dan mulanya difungsikan sebagai tempat berlindung dari awan panas Gunung Merapi.

"Itu dibangun P3BA dulu, Dinas Pengairan Pertambangan dan Penanggulangan Bencana Alam (P3BA). Saya dulu di P3BA," ujar Analis Kebencanaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Joko Lelono saat ditemui Kompas.com, Selasa (17/10/2023).

Seingat Joko, proses pembangunan bunker Kaliadem berlangsung selama sekitar dua tahun.

Pada 2006, Gunung Merapi mengalami erupsi. Material vulkanik Gunung Merapi saat itu menutup seluruh bangunan bunker Kaliadem.

"Itu tadinya (bunker Kaliadem) mau dijadikan sebagai monumen dan dibuat seperti museum alam. Tidak dibangun gedung, tapi dibiarkan seperti itu, dijaga," urainya.

Baca juga: Rute ke Bunker Kaliadem di Lereng Merapi, Bisa Naik Kendaraan Pribadi

Saat itu, pihak desa yang berkeinginan untuk mengelola bunker Kaliadem kemudian mengirimkan surat.

Itulah mengapa, sampai saat ini bunker Kaliadem dikelola oleh pihak desa untuk menjadi obyek wisata.

Kisah pilu kala erupsi Merapi 2006

Bunker Kaliadem merupakan saksi bisu peristiwa kelam pada 2006. Saat itu, Merapi mengalami erupsi.

Dua orang relawan yang bermaksud menyelamatkan diri dari awan panas atau "wedhus gembel" dengan berlidung di dalam bunker Kaliadem ditemukan meninggal dunia.

Bunker Kaliadem dengan Latar Belakang Gunung Merapi, Kamis (28/9/2023).KOMPAS.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA Bunker Kaliadem dengan Latar Belakang Gunung Merapi, Kamis (28/9/2023).

Saat itu, bunker Kaliadem tertimbun material panas erupsi Gunung Merapi hingga membuat kedua korban terjebak di dalam.

Anggota TRC BPBD DI Yogyakarta (DIY) Aris Widodo atau yang akrab dipanggil Romo Itonk menceritakan kembali detik-detik peristiwa tersebut terjadi.

Romo Itonk menceritakan saat itu status Gunung Merapi diturunkan dari Awas menjadi Siaga.

Baca juga: 5 Aktivitas Wisata di Bunker Kaliadem, Bisa Trekking Singkat

Ia mendapatkan tugas untuk mendampingi juru kunci Gunung Merapi Mbah Maridjan. Pada 14 Juni 2006 awalnya romo Itonk bersama anggota SAR berada di rumah Juru Kunci Merapi Mbah Maridjan.

Kemudian karena saat itu Mbah Maridjan tidak ada aktivitas, romo Itonk bergeser ke warung sebelah timur Bunker Kaliadem. 

Saat sedang berada di warung tersebut, Gunung Merapi mengeluarkan awan panas atau yang sering dikenal dengan istilah "wedhus gembel".

Melihat awan panas tersebut berhenti di Bukit Kendil, ia dan yang lainya memutuskan untuk tetap mengamati kondisi pascaluncuran awan panas Gunung Merapi. 

"Kami terus diskusi itu (awan panas) kalau sampai melompati bukit itu (Bukit Kendil), berarti sampai di sini. Ternyata kan (awan panas pertama) berhenti dibukit di itu," urainya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (19/10/2023). 

Tak berselang lama, terjadi luncuran awan panas susulan Gunung Merapi. Romo Itonk melihat kepulan awan panas susulan yang cukup tunggi. 

"Kami segera bergerak, balik lagi ke arah simbah (rumah Mbah Maridjan)," tuturnya. 

Baca juga: 6 Wisata Dekat Bunker Kaliadem, Ada Stonehenge

Saat itu, romo Itonk sempat berkomunikasi dengan Kenteng mengajak untuk ikut bergeser ke barat. Namun, Mbah Maridjan menolak dan merasa aman.

Saat sampai di barat bunker Kaliadem, romo Itonk dan yang lainya berhenti. Mereka melihat luncuran awan panas berhenti. 

Setelah landai, mereka kembali ke warung.

Namun, sesampainya di warung, di sela berbincang mereka melihat Gunung Merapi kembali mengeluarkan awan panas. 

Mereka memperkirakan luncuranya akan lebih jauh, sehingga langsung bergegas lari ke arah barat.

"Kita lari ke arahnya simbah (rumah Mbah Maridjan) lagi, Kenteng (Sudarwanto) di situ. Kami ajak ayo ke barat, tapi tidak mau. Terus kami balik ke rumahnya simbah," ucapnya. 

Baca juga: Rute dan Harga Terbaru Paket Jip Wisata Lava Tour Merapi

Saat sampai di masjid kediaman Mbah Maridjan, romo Itonk kembali melakukan pengamatan. Ternyata, awan panas tersebut sampai ke bunker Kaliadem. 

Proses evakuasi dua relawan di dalam bunker Kaliadem

Kawasan Wisata Bunker Kaliadem di lereng Gunung Merapi, Kamis (28/9/2023).KOMPAS.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA Kawasan Wisata Bunker Kaliadem di lereng Gunung Merapi, Kamis (28/9/2023).

Setelah kejadian, romo Itonk bersama yang lainya sempat mencoba untuk datang ke bunker Kaliadem. Hanya saja, saat perjalanan melihat bekas tangki air dalam kondisi meleleh. 

"Tangki air dari fiber meleleh, kan panas banget berarti. Akhirnya kami memutuskan untuk tidak jadi ke sana, kami balik," urainya. 

Baca juga: 20 Wisata Alam di Klaten, Bisa Lihat Gunung Merapi Tanpa Mendaki

Menurutnya, proses evakuasi kedua korban dari bunker cukup sulit. Sebab bunker Kaliadem tertutup material erupsi Gunung Merapi dan material tersebut sangat panas, yakni sekitar 300 derajat celcius.

Untuk itu, mereka harus menggali material sedikit demi sedikit untuk terlebih dahulu menemukan tangga masuk ke bunker. 

Proses evakuasi awalnya dilakukan secara manual. Namun alat-alat yang digunakan seperti sekop melengkung karena panasnya suhu material, sehingga selanjutnya dilakukan dengan alat berat.

Alat berat yang digunakan termasuk alat pemadam kebakaran dari luar negeri yang mampu menahan suhu hingga ratusan derajat celcius.

Meskipun, alat itu ternyata menimbulkan dehidrasi pada orang-orang sekitar, sehingga tidak lagi digunakan.

Setelah ditemukan, pintu bunker tidak bisa langsung dibuka karena ada material panas yang masuk ke bunker dan menahan pintu. 

"Untuk membuka pintu juga sulit, karena kondisinya di satu sisi pintu tertahan material. Ketika kami masuk itu kan, harus menyingkirkan material dulu," bebernya. 

Baca juga: 7 Aktivitas di HeHa Forest Yogyakarta, Bisa Foto dan Lava Tour Merapi

Usai memakan waktu yang cukup panjang akhirnya kedua relawan yang berada di dalam bunker berhasil dievakuasi, meskipun dalam kondisi meningal dunia. 

Dalam proses evakuasi, tim gabungan juga masih terus berjuang karena suhu di dalam bunker masih panas sekalipun sudah disemprotkan air.

Tim gabungan juga harus berjuang untuk mengevakuasi kedua jenazah dari dalam bunker Kaliadem. Sebab suhu di dalam bunker masih panas. 

"Kami ukur masih sekitar 115-120 derajat panasnya. Kami enggak bisa berlama-lama (di dalam bunker), sehingga harus estafet yang masuk, kan harus secapatnya mengevakuasi," tandasnya. 

Baca juga: Wisata Sekitar Museum Petilasan Mbah Maridjan, Tampilkan Pesona Merapi

Di sisi lain, aktivitas erupsi Gunung Merapi masih berlangsung selama proses evakuasi, sehingga berpotensi membahayakan personel.

"Sehingga tim yang di dalam secapatnya keluar, begitu landai masuk lagi, kami enggak mau (ambil) risiko. Pada saat itu erupsi kan masih berjalan terus," ungkapnya.

@kompastravel Guys, Gramedia punya konsep baru yang bikin kita bisa nongkrong kayak di kafe… Habis belanja-belanja kita bisa nongkrong atau nugas.. Ada yang bisa tebak ini di mana?? #jakartahits #explorejakarta #gramediajakarta #jakartanongkrong ? 3D (feat. Jack Harlow) - Jung Kook & Jack Harlow
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com