Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Jejak Islam Masuk ke Tanah Kutai

Kompas.com - 16/03/2024, 02:46 WIB
Silvita Agmasari

Editor

Sumber Antara

Tuan Tunggang Parangan dan Datuk Ri Bandang kemudian menyeberangi Selat Makassar, menapaki jejak dakwah di Pulau Kalimantan.

"Mereka memasuki muara Sungai Mahakam, menuju Pelabuhan Kutai," ujar Sarip.

Namun, di tengah perjalanan, mereka dikejutkan dengan kabar dari orang Makassar. Sebagian penduduk Makassar yang telah memeluk Islam kembali ke kepercayaan asalnya. Situasi ini menuntut solusi cepat.

Perpisahan dan misi baru

Kedua ulama berunding dan memutuskan untuk membagi tugas. Datuk Ri Bandang kembali ke Makassar untuk meyakinkan penduduk agar kembali memeluk Islam, sementara Tuan Tunggang Parangan melanjutkan dakwahnya di Kalimantan.

Tuan Tunggang Parangan pun menapaki Pelabuhan Kutai Lama, melangkah menuju istana Raja Kutai. Raja Makota menyambutnya dengan hangat, membuka pintu bagi penyebaran Islam di tanah Kutai.

Kisah Tuan Tunggang Parangan, seorang ulama Minangkabau, menjadi legenda dalam penyebaran agama Islam di Tanah Kutai, Kalimantan Timur.

Baca juga: 5 Pesona Masjid 99 Kubah Makassar yang Punya Arsitektur Unik

Kedatangan Tuan Tunggang Parangan menjadi babak baru dalam sejarah Islam di Kutai. Misi dakwahnya bukan hanya membawa perubahan spiritual, tetapi juga membuka jalan bagi kemajuan dan peradaban di tanah Kalimantan.

Tuan atau Habib Tunggang Parangan merupakan salah satu tokoh penyebar agama Islam pertama di Kerajaan Kutai pada abad ke-16.

Ia dikenal sebagai seorang ulama yang kharismatik dan memiliki ilmu agama yang tinggi. Dakwahnya yang penuh kelembutan dan kasih sayang berhasil menarik hati banyak penduduk Kutai untuk memeluk agama Islam.

Kini, makam Habib Tunggang Parangan menjadi salah satu destinasi wisata religi yang populer di Kalimantan Timur. Makamnya kini kerap dikunjungi masyarakat setempat sebagai ziarah religius.

Makam yang bersejarah

Memasuki kompleks makam Habib Tunggang Parangan, pengunjung akan disuguhi dengan suasana yang tenang dan damai. Arsitektur bangunan makam yang bernuansa tradisional Kutai memberikan kesan religius yang kental.

Belum lama berselang pemerintah setempat bekerja sama dengan dunia usaha melakukan pemugaran kompleks makam Habib Tunggang Parangan. Dengan anggaran sekitar Rp1 miliar, kompleks makam diperindah dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti tempat parkir, taman, dan toilet.

Pemugaran ini bertujuan untuk menjadikan Desa Kutai Lama sebagai destinasi wisata budaya, religi, dan sejarah yang terpadu. Selain itu, diharapkan juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dengan adanya kunjungan wisatawan.

Baca juga:

Bagi masyarakat Kutai, makam Habib Tunggang Parangan bukan hanya tempat wisata religi, tetapi juga simbol sejarah dan spiritualitas. Di sini, mereka mengenang jasa-jasanya dalam menyebarkan agama Islam.

Bagi para wisatawan, mengunjungi makam Habib Tunggang Parangan menjadi sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Mereka dapat belajar sejarah Islam di tanah Kutai, merasakan atmosfer religius yang kental, dan mendapatkan ketenangan jiwa.

Kisah Habib Tunggang Parangan merupakan teladan untuk senantiasa menyebarkan kebaikan dan nilai-nilai agama dengan penuh kedamaian dan kasih sayang.

Makam Habib Tunggang Parangan juga telah dipugar. Pemugaran oleh pemerintah setempat bermaksud agar keberadaan makam tersebut menjadi momentum untuk meningkatkan kecintaan terhadap sejarah dan budaya bangsa, serta memperkuat nilai-nilai spiritual.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com