Al Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi, atau dikenal sebagai Habib Kwitang, merupakan putra Habib Cikini.
Makam pendiri Taklim pertama di Batavia ini berada di ruangan khusus, berdampingan dengan bangunan Masjid Al Riyadh Kwitang. Lokasinya di Jalan Kembang VI Nomor 4A 1, Kwitang, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
Menurut salah seorang pengurus makam, Ricard, masjid ini ramai dikunjungi saat Maulid Nabi dan malam ke-25 Ramadan.
Makam Habib Kwitang berdampingan dengan makam putra bungsunya yaitu Mohammad Bin Ali Bin Abdurrahman Al Habsyi.
"Menjelang zuhur, aktivitas ziarah enggak ada. Kalau misalnya datang salat, makam ditutup, jadi aktikvitas ziarah kita setop dulu. Kerjakan yang wajib dulu," kata Ricard.
Adapun Habib Kwitang hidup pada masa yang sama dengan Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Tepatnya sekitar tahun 1960-an.
Bahkan, dikutip dari Tribunnews.com, Selasa (12/12/2023), Soekarno sempat berkonsultasi ke Habib Kwitang terkait tanggal dan waktu yang tepat untuk memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Baca juga:
Habib Husein bin Abu Bakr Alaydrus, atau ditulis juga sebagai Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus, wafat pada tahun 1756.
Sebelum wafat, pendakwah dari Hadramaut yang dikenal juga sebagai Habib Luar Batang Ini mendirikan mushala yang saat ini menjadi Masjid Jami' Keramat Luar Batang. Alamatnya di Jalan Luar Batang V Nomor 15, Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Habib Luar Batang dimakamkan di dalam kompleks masjid tersebut, bersama para muridnya. Calon peziarah pun bisa mengunjunginya ke dalam ruangan khusus.
Berdasarkan keterangan dari papan informasi di masjid, Habib Luar Batang semasa belia hijrah ke Kota Surat di Gujarat, India, yang sedang dilanda wabah dan kekeringan. Kedatangan Habib Luar Batang disebut mampu mendatangkan kesehatan dan hujan.
Selanjutnya Habib Luar Batang mengunjungi Batavia dan akhirnya mendirikan mushala.
Selain masjid, peziarah juga bisa membeli aneka barang-barang di area depan masjid, mulai dari baju koko, peci, wewangian, serta aneka ilustrasi dan foto para wali.
Baca juga:
Nama Makam Mbah Priok sempat hangat dibicarakan sekitar tahun 2010 dan 2017-an.
Dilaporkan Kompas.com, Jumat (16/4/2010), Gubernur DKI Jakarta waktu itu, Fauzi Bowo berencana menertibkan bangunan liar di sekitar makam. Sebab, tanah seluas kira-kira 5,4 hektar itu merupakan hak milik PT Pelindo II.
Berangkat dari rencana tersebut, diterjunkanlah personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang akan melakukan penertiban. Namun, terjadi bentrok antara Satpol PP dengan warga.
Selanjutnya pada tahun 2017, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Penetapan Makam Mbah Priok agar dijaga dan diperlakukan seperti cagar budaya, dilaporkan oleh Kompas.com, Rabu (3/5/2017).
Adapun Mbah Priok bernama asli Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad, atau dikenal pula sebagai Habib Hassan.
Pada tahun 1756, dilansir dari Kompas.com, Selasa (20/4/2021), Habib Hassan berlayar ke Pulau Jawa bersama Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad guna menyebarkan agama Islam, tapi dihadang banyak halangan.
Singkat cerita, perahu yang mereka tumpangi dihantam ombak dan terseret. Saat ditemukan warga, Habib Hassan sudah meninggal, sedangkan Habib Ali Al Haddad masih hidup. Di dekat mereka terlihat periuk dan dayung.
Jenazah Habib Hassan pun dimakamkan tidak jauh dari tempatnya ditemukan, ditandai dengan dayung dan periuk. Konon, dayung tersebut tumbuh menjadi pohon tanjung. Hal itulah yang disebut sebagai asal muasal nama Tanjung Priok.
Baca juga: Sejarah Masjid Agung Banten, Masjid Berusia 5 Abad Peninggalan Kesultanan Banten
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.View this post on Instagram