Di kawasan yang mungkin seluas setengah hektar itu sarat tumbuhan asal gurun Amerika dan Asia. Di sini ada 100 jenis kaktus, agave, yucca, dan sukulen yang berbeda bentuk dan warna batang, bunga, dan ukuran duri.
Misalnya, agave karibia atau si pedang berduri. Bentuk daun seperti pedang yang pada bagian mata atau ujung adalah duri. Ada juga Agave latifolia Karw yang berdaun merah-nila, Agave vivipara L yang di kedua sisi daun penuh duri, Agave americana L var striata yang berdaun hijau, tetapi kedua tepinya kuning, dan Agave potatorum Zucc.
Ada kaktus Cereus repandus (L) mill yang sisi batang berduri dan dalam berongga bahkan bisa menggelembung saat berisi air untuk hidup bulanan bahkan tahunan.
Semua tumbuhan gurun itu ditata pada lahan yang diberi kerikil dan karang putih, krem, marun, dan hitam. Penataan itu membuat Taman Meksiko bernuansa gurun sehingga paling berbeda di antara lokasi lain dalam kawasan seluas total 87 hektar dan bernama resmi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu.
Taman Meksiko berada di sisi selatan. Areal ini berbatasan dengan dinding pagar di sisi Jalan Otto Iskandar Dinata atau biasa disingkat Otista. Untuk itu, Taman Meksiko paling mudah dicapai dari gerbang utama di depan Simpang Suryakancana yang merupakan pertemuan tiga ruas jalan, yakni Otista, Juanda, dan Suryakancana.
Jalur refleksi
Di sisi utara atau sekitar 2 kilometer dari Taman Meksiko ada Taman Koleksi Tumbuhan Obat. Kalau di Taman Meksiko bisa asyik berfoto dengan nuansa berbeda, di Taman Koleksi Tumbuhan Obat adalah saatnya menyelami kesehatan.
Di sini ada jalur refleksi berupa trotoar yang terbuat dari susunan batu. Berjalanlah tanpa alas kaki. Yang terasa amat sakit di telapak kaki mungkin itu tanda kondisi kesehatan kurang baik. Sakit juga merupakan tanda bahwa saraf-saraf sedang dirangsang untuk berfungsi baik.
Jangan khawatir terjatuh. Di jalur refleksi yang merupakan lintasan melengkung sepanjang 25 meter itu tersedia pegangan di sisinya. Sayang, jalur itu seharusnya ditambah sehingga berbentuk lingkaran utuh. Dengan demikian, satu kali berjalan keliling jalur refleksi mungkin bisa disetarakan dengan pijatan yang cukup bagi saraf-saraf telapak kaki.
Menurut informasi dari KRB yang mengutip Badan Kesehatan Dunia (WHO), 8 dari 10 warga mengandalkan perawatan kesehatan pada obat tradisional yang adalah ekstrak tumbuhan.
Di taman ini tumbuhan obat dikelompokkan menjadi sembilan tema atau khasiat. Untuk sakit kelamin dan kulit, pernapasan, pencernaan dan organ dalam, otot dan tulang, kewanitaan, aromatik, afrodisiak tonikum stimulan, kanker, serta penawar racun
Di KRB, sebagian tumbuhan obat memang sengaja ditanam sebagai upaya pelestarian. Ada juga yang tumbuh alami, misalnya tapak dara, kuwalot, dan tempuyung. Karena mudah tumbuh dan banyak ditemukan, tumbuhan-tumbuhan itu biasanya dianggap liar, disepelekan, kurang diperhatikan, atau malah dibinasakan karena dianggap pengganggu. Padahal, khasiat sebagai bahan obat cukup potensial.
Tapak dara, misalnya, mengandung tidak kurang 100 alkaloida yang dikembangkan menjadi senyawa antikanker dan obat gangguan jantung.