Ribuan warga dari sejumlah daerah pun memadati Desa Huta Nagodang, Kecamatan Muara, Tapanuli Utara, yang berada tepat di tepi Danau Toba. Di wilayah ini terdapat beberapa singkapan geologi yang berumur puluhan ribu hingga jutaan tahun, yang termasuk dalam situs dilindungi sebagai bagian dari Taman Bumi Kaldera Toba.
Festival Tumba atau menari sambil menyanyi diikuti 20 sekolah dasar. Festival Tortor melibatkan 15 SMA di Tapanuli Utara. Seluruh peserta memakai pakaian adat suku Batak serta kain ulos. Puluhan wisatawan asing juga mengikuti pergelaran itu.
Menurut RE Nainggolan, pendiri RE Foundation yang menjadi penggiat Taman Bumi Kaldera Toba, Festival Tumba dan Tortor digelar untuk mengampanyekan pentingnya pelestarian kawasan Kaldera Toba sebagai warisan dunia. ”Kami ingin melibatkan masyarakat untuk ikut serta mendukung Geopark Kaldera Toba masuk dalam Global Geopark Network (GGN) ke UNESCO,” jelasnya.
Nainggolan, yang juga mantan Bupati Tapanuli Selatan, berharap warga di tujuh kabupaten di sekitar Danau Toba paham, didaftarkannya Geopark Kaldera Toba dalam GGN UNESCO, akan memberi banyak keuntungan di sektor infrastruktur pembangunan sarana prasarana, kemajuan ekonomi, dan pariwisata.
Sekretaris Forum Sisingamaraja XII Mangarimpun Parhusip menambahkan, saat ini semakin sedikit generasi muda Batak yang bisa menarikan tortor dan menyenandungkan lagu Batak. Kondisi itulah yang mendorong festival itu digelar.
Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan mengatakan, lewat seni, ia ingin memunculkan pariwisata berbasis edukasi, ekologi, serta ekonomi kreatif. (GRE)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.