Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Kedatangan Etnis Tionghoa dan Cerita di Balik Arti Nama Glodok

Kompas.com - 04/02/2022, 18:09 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Daerah Glodok di Jakarta Barat disebut juga sebagai kawasan Pecinan. Alasannya, kita dapat menemukan banyak masyarakat keturunan Tionghoa dan peninggalan mereka di daerah tersebut.

Mulai dari rumah langgam China, ukiran-ukiran, restoran khas, hingga kelenteng yang identik dengan warga keturunan Tionghoa.

Lalu, kapan dan dari mana asal warga Tionghoa yang datang? Mengapa banyak dari mereka menempati area Glodok? Serta, ada cerita apa di balik pemberian nama Glodok?

Awal mula kedatangan warga keturunan Tionghoa

"Orang tionghoa sudah dari abad 14-an ada di Indonesia. Bahkan mereka datang ke Nusantara lebih dulu daripada orang-orang Eropa," jelas pemandu tur bernama Hans, dalam kegiatan Lunar Festival Walking Tour, Minggu (30/01/2022).

Dulu, orang-orang Tionghoa dikatakan sudah lama memiliki hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa.

Sehingga, wajar jika di beberapa daerah Jawa seperti Cirebon, Demak, atau Kudus, banyak ditemukan peninggalan Tionghoa.

"Orang-orang Tionghoa yang datang terbagi karena beberapa alasan. Di antaranya karena jalur perdagangan, mencari suaka atau daerah aman sebab di dataran mereka dulu banyak perang juga, dan ada yang didatangkan dari Belanda sebagai tenaga ahli," lanjut dia.

Mereka banyak dijadikan sebagai tenaga ahli oleh Belanda, untuk mengurus pertanian, perkebunan, dan lain-lain sehingga kerap memiliki jabatan letnan atau kapitan.

Seperti kita ketahui, pada zaman VOC, Belanda membagi masyarakat dalam beberapa kelas berdasarkan strata atau status.

Urutan pertama tentu diisi oleh orang Belanda dan Eropa. Lalu kelas kedua untuk orang China, India, dan Arab. Terakhir, kelas untuk pribumi atau warga lokal Indonesia yang bukan keturunan ningrat.

Baca juga:

Terjadi Geger Pecinan pada 1740

Ilustrasi terjadinya peristiwa pembantaian terhadap masyarakat Tionghoa di Batavia yang dikenal sebagai Geger Pecinan pada 9 Oktober 1740. Ilustrasi dibuat oleh Jakob van der Schley dan kini menjadi koleksi Rijksmuseum.Jakob van der Schley/ Rijksmuseum. Ilustrasi terjadinya peristiwa pembantaian terhadap masyarakat Tionghoa di Batavia yang dikenal sebagai Geger Pecinan pada 9 Oktober 1740. Ilustrasi dibuat oleh Jakob van der Schley dan kini menjadi koleksi Rijksmuseum.

Strata tersebut menimbulkan kecemburuan, yang memicu terjadinya Geger Pecinan atau pembantaian etnis Tionghoa di Batavia.

Menurut Hans, ini dipimpin oleh Adriaan Valckenier, Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu.

Melansir Kompas.com, peristiwa Geger Pecinan pada 1740 dipicu oleh kebijakan keras Adriaan Vakckenier untuk mengurangi populasi etnis Tionghoa di Batavia.

"Vakckenier merasa kalau orang Tionghoa yang datang ke Batavia udah terlalu banyak, sementara lokasi Batavia udah padat," lanjut dia.

Selain itu, persaingan dagang antara Inggris dan Belanda juga menjadi penyebab para imigran Tionghoa di Batavia merasa diperlakukan tidak adil.

Hal ini membuat etnis Tionghoa di Batavia mulai melakukan pemberontakan. Sampai kemudian Valckenier mengadakan sayembara, jika ada yang berhasil memenggal kepala orang Tionghoa, maka akan diberi hadiah yang besar.

Baca juga: 8 Pecinan di Indonesia yang Penuh Sejarah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

7 Hotel Dekat Bandara Ngurah Rai Bali, Ada yang Jaraknya 850 Meter

7 Hotel Dekat Bandara Ngurah Rai Bali, Ada yang Jaraknya 850 Meter

Hotel Story
6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

Jalan Jalan
7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

Jalan Jalan
Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Travel Update
Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Travel Update
Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Travel Tips
Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Travel Update
Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Travel Update
Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Jalan Jalan
Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Travel Update
KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

Travel Update
Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Travel Update
Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Travel Update
Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Travel Update
Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com