Akhirnya, terjadi pembantaian pada 1740 yang menewaskan sekitar 10.000 lebih etnis Tionghoa, serta lebih dari 700 rumah mereka dijarah dan dibakar oleh VOC.
"Gubernurnya sempat dimasukkan ke penjara, tapi sebelum dieksekusi, ia sudah meninggal lebih dulu," ujar Hans.
Baru kemudian setelah kejadian ini, penguasa VOC membagi Kota Batavia menjadi beberapa distrik untuk tempat tinggal sesuai etnis atau suku.
Hal ini dilakukan untuk mempermudah VOC mengawasi pergerakan aktivitas warga.
"Jadi warga etnis Tionghoa tempatnya di Glodok, benteng di luar Batavia. India di Pasar Baru, warga Arab di Kepojan," lanjut Hans.
Baca juga: Naik Bus Tingkat Wisata ke Glodok, Ini 4 Pilihan Kulinernya
Lalu, darimana asal mula nama Glodok?
Sebetulnya, ada banyak versi. Namun, kata Hans, salah satunya menyebutkan bahwa Glodok berarti suara kucuran air dari pancuran, yang berbunyi Grojok.
Alasan pemberian nama ini adalah karena pada zaman dahulu, terdapat semacam waduk penampungan air dari Kali Ciliwung yang dikucurkan dengan pancuran kayu.
Biasa digunakan saat mandi di sungai, papan kayu ini jika terkena air akan berbunyi "Grojok, Grojok".
Konon, orang Tionghoa di kawasan tersebut sulit melafalkan huruf "R". Sehingga, mereka mengucapkan Grojok menjadi Glodok, sesuai kebiasaan.
Sementara itu, kita masih dapat menemukan banyak peninggalan khas Tionghoa asli di daerah Glodok.
"Masih banyak rumah-rumah peninggalan Tionghoa di sekitar sini. Cuma antara sudah ditutupi sama bangunan modern, atau ditutup pakai tiang besi, karena mereka merasa tidak nyaman akibat kerusuhan 1998 dan peristiwa Geger Pecinan tadi," tukas Hans.
Baca juga: 5 Benda Langka yang Justru Mudah Dibeli di Glodok
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.