KOMPAS.com - Candi Borobudur mempunyai banyak daya tarik yang mampu memikat para wisatawan. Salah satunya adalah relief yang mengitari bangunan candi.
Adapun struktur bangunan Candi Borobudur berbentuk vertikal yang terbagi dalam tiga zona, meliputi Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.
Baca juga: Asal Usul Candi Borobudur, Warisan Budaya yang Pernah Terbengkalai
Berdasarkan informasi dari situs Balai Konservasi Borobudur, candi bercorak Buddha ini mempunyai 1.460 panil relief cerita dan 1.212 panil relief hias.
Relief tersebut berada pada tingkatan Kamadhatu dan Rapadhatu. Sedangkan, pada tingkatan Arupadhatu tidak terdapat relief maupun hiasan lainnya, yang menggambarkan kemurnian tertinggi.
Baca juga: 5 Fakta Relief Lalitavistara di Candi Borobudur
Relief Candi Borobudur memiliki makna serta kisah perjalanan hidup Sidharta Gautama atau Sang Buddha. Dengan memahami makna relief Candi Borobudur, wisatawan bisa menikmati kisahnya ketika berkunjung ke candi tersebut.
Pada tingkatan Kamadhatu terdiri dari 160 relief yang menjelaskan Karmawibhangga Sutra, yaitu hukum sebab akibat. Relief ini menggambarkan sifat dan nafsu duniawi manusia.
Baca juga: Pasar Seni Desa Kenalan Borobudur, Satukan Air Suci dari 3 Sumber Berbeda
Selanjutnya, tingkat Rupadhatu mewakili dunia antara, menggambarkan perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi.
Pada tingkatan ini, terdapat 1.300 panil relief yang terdiri dari relief Lalitavistara, Jataka, Avadana, dan Gandawyuha. Berikut penjelasan singkat mengenai makna masing-masing relief tersebut.
Baca juga: Candi Borobudur Ternyata Tidak Masuk Daftar 7 Keajaiban Dunia
Relief Lalitavistara terdiri dari 120 panil relief yang menggambarkan perjalanan hidup Sidharta Gautama, yang kemudian dikenal sebagai Sang Buddha.
Kisah dalam relief itu bermula pada saat para dewa di surga mengabulkan permohonan Bodhisattva untuk turun ke dunia menjelma menjadi manusia bernama Sidharta Gautama.
Sidharta lahir di kalangan bangsawan dari seorang ibu bernama Ratu Maya. Ia lahir di Taman Lumbini, yang sekarang disebut Nepal.
Baca juga: Asal-usul Nama Candi Borobudur, Ternyata Berasal dari Sejenis Tanaman
Setelah melahirkan Sidharta, Ratu Maya meninggal sehingga Sidharta diasuh oleh bibinya Gautami. Setelah dewasa, Sidharta menikah dengan Yasodhara yang dikenal sebagai Dewi Gopa.
Dalam suatu perjalanan, Sidharta menjumpai pengemis tua yang buta, orang sakit, dan orang mati sehingga membuat Sidharta menjadi gelisah.
Kemudian, Sidharta bertemu dengan seorang pendeta yang berwajah damai. Umur tua, sakit, dan mati tidak menjadi ancaman bagi seorang pendeta tersebut.
Setelah mengalami empat perjumpaan tersebut, Sidharta merasa tidak tentram tinggal di istana. Akhirnya, ia diam-diam meninggalkan istana dan memutuskan menjadi pendeta.
Baca juga: 7 Wisata Sekitar Candi Borobudur, Bisa Jadi Alternatif Tempat Liburan
View this post on Instagram