Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Spa di Bali Tidak Kena Pajak Hiburan 40 Persen, Sandiaga: Spa Bukan Hiburan

Kompas.com - 11/01/2024, 12:36 WIB
Suci Wulandari Putri Chaniago,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno menegaskan bahwa sektor spa di Bali tidak kena pajak hiburan sebesar 40 persen. Alasannya, spa bukanlah sektor hiburan, melainkan sektor kebugaran.

"Jangan khawatir, seperti yang disampaikan Pak Tjok (Kepala Dinas Pariwisata Bali), bahwa spa ini tetap berbasis budaya dan kearifan lokal," kata Sandiaga dalam program The Weekly Brief with Sandi Uno di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Rabu (10/1/2024).

"Tentunya spa tidak dimasukkan ke dalam pajak hiburan yang menjadi bahasan," jelasnya.

Baca juga:

10 Destinasi Wisata Terpopuler Dunia 2024 Versi Tripadvisor, Ada Bali

Bali Jadi Destinasi Terbaik untuk Honeymoon 2024 Versi Tripadvisor

Seperti diketahui, Pemerintah Daerah Kabupaten Badung telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 973/14315 tentang Pelaksanaan Pemungutan Pajak Daerah di Kabupaten Badung.

Di dalam SE tersebut, disampaikan bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 

Di dalamnya juga termuat Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, spa masuk ke dalam kategori hiburan.

Dalam hal ini dikenai biaya kenaikan pajak dari 15 persen menjadi 40 persen.

Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun mengatakan jika spa masuk ke dalam ketegori hiburan, otomatis pelaku usaha spa yang bekerja dikategorikan sebagai penghibur.

Padahal, kata Tjok, Spa yang ada di Bali menyuguhkan kearifan lokal dan menjunjung tinggi kebudayaan.

"(Kalau) dikategorikan sebagai usaha hiburan juga mempengaruhi persepsi publik terhadap bisnis spa, " kata Tjok.

Ketika spa dipandang sebagai suatu hiburan, lanjutnya, beberapa orang akan melihat spa sebagai tempat hiburan semata. Hal ini tentu dapat mempengaruhi citra profesional dan kesehatan.

Tidak hanya itu, kata Tjok, dengan konsep hiburan yang melekat pada spa, ini juga berpengaruh terhadap sertifikasi kompetensi, dan strategi pemasaran.

"Jika spa tidak diintegrasikan secara bijak dengan budaya lokal, ada risiko komodifikasi budaya. Nantinya hanya dianggap sebagai atraksi, jauh dari konteks yg sebenarnya," paparnya.

Baca juga:

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com