Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PHRI Kepulauan Riau: Kenaikan Pajak Hiburan Harap Ditinjau Ulang

Kompas.com - 25/01/2024, 11:40 WIB
Hadi Maulana,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

BATAM, KOMPAS.com –  Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Wahyu Wahyudin menilai kondisi perekonomian yang belum pulih dapat memberatkan para pelaku usaha dan konsumen industri hiburan.

Wahyu tak menampik bahwa kenaikan pajak hiburan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), namun tidak semua pelaku usaha hiburan dikatakan wahyu mampu membayar pajak sebesar 40 persen.

“Saya khawatir karena kenaikan pajak pelaku usaha hiburan malah tutup atau gulung tikar, ya ujung-ujungnya pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan, kan ini lebih berat lagi,” kata Wahyu Wahyudin di Batam, Rabu (24/1/2024).

Wahyu menegaskan, banyak masukan terkait potensi kehilangan pelanggan akibat kenaikan pajak dari pengusaha hiburan di Kota Batam.

Baca juga:

Maka dari itu, Wahyu menyarankan pemerintah agar membatasi kenaikan pajak hiburan itu untuk beberapa jenis hiburan seperti diskotek atau hiburan malam.

“Kalau sektor hiburan lainnya, misalkan pijat, kalau bisa jangan naik dulu, masa pendapatannya beda pajaknya sama, harusnya lebih detil,” terang Wahyu.

Senada juga diungkapkan, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badan Pengurus Daerah (BPD) Kepri mengaku heran dengan kenaikan tarif pajak hiburan yang cukup tinggi tersebut.

“Kami harapkan pemerintah bisa melakukan peninjauan ulang, karena kenaikan tarif pajak ini sangat memberatkan pelaku usaha,” ungkap Sekretaris PHRI BPD Kepri, Yeyen Heryawan.

“Kami juga heran dengan kenaikan pajak hiburan saat ini, dasar perhitungan seperti apa yang digunakan oleh pemerintah sehingga kenaikannya paling rendah 40 persen dan maksimal 75 persen,” jelas Yeyen.

Yeyen menyebutkan, kenaikan tarif pajak ini berpotensi membuat harga yang ditetapkan oleh pelaku usaha kepada konsumen meningkat sehingga para konsumen akan terbebani harga tinggi dan membuat bisnis pelaku usaha menjadi lesu.

Tanggapan Kemenparekraf dan Kemenkeu

Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengungkapkan Kemenparekraf menampung dan menerima aspirasi yang disampaikan oleh para pelaku parekraf terkait perubahan tarif pajak hiburan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Baca juga: Jenis Hiburan Tertentu yang Kena Pajak 40-75 Persen, Apa Saja?

“Kami melalui Staf Ahli Bidang Manajemen Krisis akan memfasilitasi setiap aspirasi dan memberikan tambahan informasi untuk pelaku parekraf dan juga ada helpdesk untuk mereka (pelaku parekraf),” kata Sandiaga melalui keterangan tertulis, Rabu (24/1/2024).

Senada diungkapkan, Staf Ahli Menparekraf Bidang Manajemen Krisis, Fadjar Hutomo menambahkan, terkait hal ini Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf sedang mengkaji materi perubahan persentase tarif pajak hiburan ini.

“Kami terus berkomunikasi, berkoordinasi, dan menyerap aspirasi kawan-kawan di industri, termasuk proses yang sedang mereka lakukan dan diskusikan untuk mengawal hal itu,” kata Fadjar.

Kemudian, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati Christyana menyampaikan bahwa pajak hiburan yang termasuk dalam Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), sebenarnya tidak mengalami kenaikan.

Baca juga: Inul dan Hotman Mengeluh Soal Kenaikan Pajak Hiburan, Ini Respons Sandiaga

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com