Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Ajukan Cabut Pajak Hiburan 40-75 Persen ke MK

Kompas.com - 13/02/2024, 13:01 WIB
Suci Wulandari Putri Chaniago,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) mengajukan pencabutan kebijakan pajak hiburan 40 sampai 75 persen untuk jasa hiburan ke Mahkamah Konstitusi pada 7 Februari 2024 pukul 13.56 WIB.

Tanda terima pengajuan permohonan tersebut tercatat dalam dokumen nomor 23/PAN.ONLINE/2024, dan tanda terima penyerahan dokumen tersebut tercatat dalam dokumen nomor 23-1/PUU/PAN.MK/IAP3.

"Adapun harapan DPP GIPI dalam Pengujian Materil ini bahwa Mahkamah Konstitusi dapat mencabut Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, sehingga penetapan Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang termasuk dalam Jasa Kesenian dan Hiburan adalah sama, yaitu antara 0 sampai 1O persen," tulis pihak GIPI.

Baca juga: Kemenparekraf Dukung Pengurangan Pajak 10 Persen dari PPh untuk Sektor Pariwisata

Pernyataan tersebut disampaikan GIPI secara tertulis melalui Surat Edaran DPP GIPI tentang Pajak Hiburan nomor 091/DPP GIPI/II/02/2024 yang diterbitkan pada 12 Februari 2024.

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kompas Travel (@kompas.travel)

Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Pasal 58 Ayat (2) menyebut bahwa khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Hapus diskriminasi besaran pajak

Dengan dicabutnya Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tersebut, GIPI mengatakan tidak ada lagi diskriminasi penetapan besaran pajak dalam usaha Jasa Kesenian dan Hiburan.

Baca juga: PHRI Kepulauan Riau: Kenaikan Pajak Hiburan Harap Ditinjau Ulang

"Dengan mulai berjalannya proses hukum di Mahkamah Konstitusi, DPP GIPI menyampaikan sikap bahwa selama menunggu putusan Uji Materi di Mahkamah Konstitusi, maka pengusaha jasa hiburan (diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa) membayar pajak hiburan dengan tarif lama," katanya.

Ilustrasi perawatan wajah.Dok. Unsplash/engin akyurt Ilustrasi perawatan wajah.

Hal ini dilakukan agar dapat menjaga keberlangsungan usaha hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa terhadap kenaikan tarif yang akan berdampak pada penurunan konsumen.

Kompas.com sudah menghubungi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) guna menanggapi hal ini.

Baca juga: Ni Luh Djelantik Protes Karaoke Keluarga Kena Pajak Hiburan 40-75 Persen

Namun sampai tulisan ini terbit, belum ada tanggapan resmi yang diterima Kompas.com dari Kemenparekraf.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com