"Sudah banyak hasil rekayasa budaya yang menjadi andalan obyek wisata di Indonesia, bahkan di Yogyakarta. Salah satunya adalah Masangin, yaitu berjalan di antara dua pohon beringin di Alun-Alun Selatan Yogyakarta. Hal-hal semacam ini yang perlu dikembangkan," kata Dr Kuswarsantyo pada Focus Group Discussion (FGD) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta di Yogyakarta, Selasa (18/11/2014).
Hanya saja, lanjut dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta itu, pelaksanaan rekayasa budaya tidak bisa sembarangan tetapi harus tetap memperhatikan latar belakang sejarah, melakukan uji publik dan kajian terhadap dampak ekonomi, sosial dan budaya di masyarakat.
Selain Masangin, contoh hasil rekayasa budaya yang sederhana namun cukup berhasil menarik minat wisatawan adalah upacara "Ngguyang Jaran" di Kabupaten Kulon Progo.
"Orang awam yang belum pernah melihat secara langsung tentu akan berpikir bahwa upacara tersebut dilakukan untuk memandikan kuda. Namun, selama prosesi yang dimandikan adalah kuda kepang," katanya.
Ia berharap masyarakat dapat mengerti proses rekayasa budaya yang ditujukan untuk menarik minat wisatawan tersebut. "Orientasi seni yang dikemas untuk tujuan pariwisata ini lebih ditekankan pada seni untuk kebutuhan pasar," katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta Achmad Charis Zubair mengatakan atraksi budaya dapat dikelompokkan menjadi atraksi budaya untuk kebutuhan acara dan atraksi budaya untuk upacara.
"Di dalam atraksi budaya untuk kepentingan acara, hanya ditekankan untuk kebutuhan tontonan saja, sedangkan atraksi budaya untuk upacara masih memperhatikan simboliasi nilai-nilai yang diyakini keagungannya," katanya.
"Budaya menjadi kekuatan yang dimiliki Yogyakarta sehingga hal ini perlu terus dikuatkan. Salah satunya dengan pengembangan kampung wisata," katanya.
Saat ini, Yogyakarta memiliki 18 kampung wisata dan banyak di antara mereka yang sudah melakukan berbagai atraksi wisata berbasis budaya.
"Sudah banyak kegiatan atau atraksi wisata yang dilakukan oleh kampung wisata atau paguyuban di wilayah. Namun, kegiatan itu perlu terus ditingkatkan kualitasnya sehingga menjadi suguhan yang menarik minat wisatawan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.