Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menjelajahi Desa Tenun di Manggarai Timur, Flores (2)

Tuan rumah sudah bangun duluan untuk mempersiapkan hidangan sarapan pagi sambil mempersiapkan diri untuk pergi sekolah. Saya, Benediktus Adeni, Levi Betaya juga Paskalis Peli Purnama mempersiapkan diri. Selesai sarapan pagi, kami satu per satu mandi.

Hari itu kami sudah mengagendakan untuk mengunjungi perkampungan yang terjauh dari Kecamatan Elar. Semua persiapan untuk menjelajahi kawasan itu sudah beres. Sang sopir, Benediktus Adeni sudah menghidupkan mesin kendaraannya.

Pagi itu kami berempat berada dalam kendaraan. Kami berangkat jam 09.15 Wita. Mulailah perjalanan kami dari rumah saudara Paskalis Peli Purnama menuju ke pusat Kecamatan Elar.

Saya mempersiapkan segala peralatan kerja, seperti kamera, note book dari Kompas.com, alat rekam serta sebuah handphone. Yang lain juga mempersiapkan jas hujan plastik karena saat itu musim hujan di seluruh Manggarai Timur. Tak lupa dengan buku catatan untuk mencatat segala peristiwa yang terjadi selama perjalanan tersebut.

Sungguh kami berhadapan dengan medan berat. Jalan yang pernah diaspal sejak Bupati Gaspar Parang Ehok (Bupati Manggarai dua periode) terkelupas dan rusak. Beruntung mobil yang kami tumpangi cocok dengan medan berat. Mobil Estrada yang tahan terhadap segala medan berat. Namun, sang sopir yang memiliki nyali besar dan berani disertai pengalaman dalam menghadapi medan berat itu membuat kami tenang dalam perjalanan.

Laju kendaraannya tidak terlalu cepat dan penuh kehati-hatian karena keselamatan manusia dalam kendaran diutamakan. Masing-masing pribadi berdoa dalam hati agar perjalanannya selamat sampai tujuan juga saat pulang.

Dari pusat ibu kota Kecamatan Elar, kami melintasi jalan berkelok-kelok, juga jalan menurun dan mendaki. Sebelum memasuki wilayah Kelurahan Lempang Paji, ada longsoran. Jalannya sempit pas untuk kendaraan karena bagian sisi kanan jalan itu dipenuhi tanah longsor serta bagian kiri bawahnya terdapat batu besar. Longsoran dan batu itu belum dibersihkan. Kami terus laju sambil berbincang-bincang tentang kondisi jalan yang penuh dengan tantangan untuk menghibur diri.

Menolong Seorang Ibu

Di pinggir jalan berdiri seorang ibu yang mengendong anaknya. Kami menaruh iba terhadap ibu itu sehingga kami sepakat untuk menolongnya. Ibu yang mengendong anaknya itu sedang pulang dari wilayah Ranamese menuju ke kampung Paji, Kelurahan Lempang Paji. Sebelumnya, mereka berangkat dengan sepeda motor bersama suaminya dari kawasan Ranamese. Tiba-tiba di dalam perjalanan motor suaminya itu rusak.

Kami persilahkan ibu itu duduk di bagian depan untuk menghormati kaum perempuan apalagi saat itu sedang hujan rintik-rintik.

Kami sempat istirahat di Kampung Tetes, Desa Golomunde untuk berjumpa dengan seorang saudara. Kami disuguhkan minuman kacang kedelai.

Selanjutnya kami mengajak saudara itu untuk sama-sama menuju kampung Marabola, Desa Legurlai. Kampung Marabola merupakan tujuan perjalanan kami di hari pertama menjelajahi kawasan Kecamatan Elar. Sebelum tiba di kampung itu, kami menghantar ibu  di Kampung Paji. Rumah keluarga itu pas di pinggir jalan.

Masuk Kampung Bui, Desa Kaju Wangi

Memasuki wilayah Kampung Bui, Desa Kaju Wangi, mata kami terkejut melihat seorang ibu sedang menenun kain tenun di bawah kolong rumah panggung. Sebagai seorang jurnalis saya meminta sang sopir menghentikan kendaraan agar peristiwa itu tak terlewatkan.

Nama ibu adalah Odalia Biba atau Halima (50). Ia tekun menyelesaikan tenunannya. Ia menceritakan bahwa ia menenun di waktu senggang karena segala urusan domestik dalam rumah sudah selesaikan dikerjakan. Saat itu juga ia dan suaminya tidak pergi ke kebun dan ladang.

Odalia Biba menuturkan, dirinya menenun kain tenun motif Ngada dan Nagekeo. Alasannya sangat sederhana, hasil tenunannya mudah di jual di pasar di Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagekeo juga ada pelanggan tetap yang membeli langsung di kampungnya.

Bahkan pelanggannya dari Kabupaten Ngada dan Nagekeo sudah memesan kain tenun. Harga tenunan berkisar Rp 200.000 sampai Rp 1.000.000.

Tenun Motif Nagekeo dan Ngada Bukan Motif Manggarai

Kaum perempuan di wilayah kedaluan Rembong, Kecamatan Elar menenun kain tenun bermotif Nagekeo dan Ngada bukan motif Manggarai. Alasannya sederhana, pemasaran hasil tenunan mudah dipasarkan di wilayah Kabupaten Nagekeo dan Ngada. Sesekali mereka menenun kain bermotif Rembong.

Selain itu menenun kain tenun bermotif Nagekoe dan Ngada tidak terlalu rumit seperti kain tenun bermotif Manggarai Raya. Menenun kain tenun motif Nagekeo dan Ngada adalah mudah dikerjakan.

Selesai mengumpul bahan liputan, kami meneruskan perjalanan. Kami singgah di rumah Tua Teno Kampung Bui, Desa Kaju Wangi, Geradus Kandang bersama istri dan anaknya.

Kami minta izin untuk memasuki perkampungan Bui dengan ritual kepok berupa tuak lokal. Kami diterima dengan baik oleh tua teno tersebut.

Tua rumah menyuguhkan kami minuman kopi khas Kaju Wangi. Ini merupakan sebuah kebiasaan orang Manggarai Raya dalam menyambut tamu dengan suguhan kopi. Kopi pahit atau kopi tanpa gula. Warga setempat biasanya minum kopi tanpa gula.

Saat minum kopi berlangsung mata saya tertuju kepada sebuah peralatan tenun yang ada di ruang tamu. Saat itu juga bertanya di tua teno dan warga di dalam rumah itu. Semua menjawab bahwa itu adalah peralatan tenun untuk mengulung benang. Saat itu juga bertanya apakah ada seorang ibu yang sedang menenun. Semua menjawab iya dan ada di sudut dapur.

Emilia Tamu (38) kepada Kompas.com, Senin (29/1/2018) menuturkan, dirinya belajar dedang atau tenun dari mamanya sejak usia dewasa. Berawal dari sayak melihat prosesnya. "Selanjutnya mama saya melatih saya untuk dedang. Saat awal memang sangat berat untuk dedang karena prosesnya rumit. Tetapi, karena dilatih dan dipraktikkan terus menerus akhirnya menenun menjadi mudah," katanya.

“Saya berterima kasih kepada mama saya yang melatih saya untuk dedang kain tenun Rembong. Mama saya adalah guru pertama yang melatih saya secara langsung untuk dedang. Mama saya melatih saya mulai dari meracik bahan alami dari alam. Menuntun dan mendamping saya selama proses awal dedang. Bahkan mama saya duduk disamping saya untuk memberikan petunjuk dan menuntun saya agar bisa dedang,” sambung Emilia.

Dia menjelaskan, saat ini dirinya bisa menenun kain tenun bermotif Nagekeo dan Ngada juga Rembong. Selama dua minggu bisa menghasilkan satu tenun. Untuk sebulan bisa menghasilkan dua atau tiga kain tenun tergantung ukuran yang dipesan. Kain tenun motif Rembong dijual dengan harga Rp 500.000 tergantung ukurannya, sedangkan kain tenun motif Nagekeo dan Ngada berkisar Rp 200.000 sampai Rp 1.000.000.

Emilia menjelaskan, menenun kain tenun untuk mengisi waktu senggang karena pekerjaan pokok adalah petani di ladang dan kebun. Jika musim kerja kebun, petik kopi dan pungut kemiri maka dirinya tidak menenun. Langganan pembeli tenun berasal dari Kabupaten Nagekeo dan Ngada. Ukuran tenunan yang biasa dipesan adalah lebarnya satu meter dan panjangnya empat meter.

“Saya mulai menenun sejak tamat SD atau 15 tahun yang lalu. Kalau dihitung dengan bahan-bahan untuk menenun, saya hanya dapat untung kecil. Yang terpenting saya tetap merawat warisan leluhur serta penghargaan terhadap mama saya yang mendidik saya menenun,” katanya.

Emilia menjelaskan, hasil jual tenun untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, membiayai pendidikan anak dan membiayai kesehatan. Sebulan bisa menghasilkan satu sampai tiga kain tenun tergantung pemesanan dari pelanggan.

“Selain untuk dijual, kain tenun juga dipakai oleh kaum perempuan dan laki-laki saat acara-acara adat, acara perkawinan juga pesta adat. Jadi kain tenun banyak kegunaannya,” jelasnya.

“Istri saya juga bisa menenun. Kini istri saya sudah usia lanjut sehingga aktivitas menenun diwariskan kepada anak-anak serta anak mantu di rumah. Kaum perempuan di desa ini juga memiliki penghasilan tambahan selain penghasilan dari suami mereka. Hasil tenunan dijual di pasar di Kabupaten Ngada dan Nagekeo pada hari pasar bahkan pembeli dari kabupaten tetangga langsung memesannya,” jelasnya.

Tua rumah menyuguhkan minuman kopi. Ini kebiasaan yang terus menerus diwariskan leluhur di kampung itu kepada tamu yang berkunjung. Kampung Marabola merupakan perkampungan transmigrasi lokal ketika masih satu dengan Kabupaten Manggarai sebelum dimekarkan menjadi Kabupaten Manggarai Timur. Seorang imam diosesan Keuskupan Ruteng yang membawa warga dari Manggarai untuk bertransmigrasi. Nama imam itu adalah Romo Simon Nama, Pr.

Selanjutnya warga setempat menginformasi aktivitas kaum perempuan di kampung itu menenun kain tenun. Kali ini kain tenunannya bermotif tenun Manggarai.

Berta Nues (39) saat dijumpai Kompas.com di rumahnya sedang menenun kain tenun motif songke. Motif songke merupakan tenun khas Manggarai.

“Saya menghasilkan satu kain tenun motif songke selama tiga minggu. Itupun diselesaikan apabila tidak ada pekerjaan lainnya. Saya seorang petani yang tetap mengurus lahan persawahan dan perkebunan. Saya menenun di waktu senggang. Harga tenunan songke dijual di Kota Ruteng berkisar Rp 450.000; sampai Rp 700.000. Uang hasil penjualan kain tenun dipergunakan untuk kebutuhan hidup keluarga serta membiayai pendidikan anak-anak sampai di perguruan tinggi,” tuturnya.

https://travel.kompas.com/read/2018/02/12/114200827/menjelajahi-desa-tenun-di-manggarai-timur-flores-2-

Terkini Lainnya

Angkringan Timbangan Tebu di Yogyakarta yang Hits dan Wajib Dikunjungi

Angkringan Timbangan Tebu di Yogyakarta yang Hits dan Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
JAB Fest Kombinasikan Seni dan Literasi, Dipercaya Dongkrak Wisatawan Minat Khusus di DIY

JAB Fest Kombinasikan Seni dan Literasi, Dipercaya Dongkrak Wisatawan Minat Khusus di DIY

Travel Update
8 Oleh-oleh Khas Gorontalo, Ada Kopi hingga Kain

8 Oleh-oleh Khas Gorontalo, Ada Kopi hingga Kain

Jalan Jalan
Rencana Pemindahan Lukisan Mona Lisa, Apa Masih di Louvre?

Rencana Pemindahan Lukisan Mona Lisa, Apa Masih di Louvre?

Travel Update
5 Pusat Oleh-oleh di Makassar, Bawa Pulang Makanan atau Kerajinan Tangan

5 Pusat Oleh-oleh di Makassar, Bawa Pulang Makanan atau Kerajinan Tangan

Jalan Jalan
6 Hotel Murah di Cilacap, Tarif mulai Rp 194.000

6 Hotel Murah di Cilacap, Tarif mulai Rp 194.000

Hotel Story
5 Tips Liburan dengan Open Trip yang Aman dan Menyenangkan

5 Tips Liburan dengan Open Trip yang Aman dan Menyenangkan

Travel Tips
3 Juta Wisatawan Kunjungi Banten Saat Libur Lebaran 2024, Lebihi Target

3 Juta Wisatawan Kunjungi Banten Saat Libur Lebaran 2024, Lebihi Target

Travel Update
Cara Menuju ke Wisata Pantai Bintang Galesong, 1 Jam dari Makassar

Cara Menuju ke Wisata Pantai Bintang Galesong, 1 Jam dari Makassar

Jalan Jalan
The 2nd International Minangkabau Literacy Festival Digelar mulai 8 Mei

The 2nd International Minangkabau Literacy Festival Digelar mulai 8 Mei

Travel Update
Wisata Pantai Bintang Galesong, Cocok untuk Liburan Bersama Rombongan

Wisata Pantai Bintang Galesong, Cocok untuk Liburan Bersama Rombongan

Jalan Jalan
Padatnya Wisatawan di Bali Disebut Bukan karena Overtourism

Padatnya Wisatawan di Bali Disebut Bukan karena Overtourism

Travel Update
Kunjungan Wisata Saat Lebaran 2024 di Kabupaten Malang Turun, Faktor Cuaca dan Jalan Rusak

Kunjungan Wisata Saat Lebaran 2024 di Kabupaten Malang Turun, Faktor Cuaca dan Jalan Rusak

Travel Update
Kemenparekraf Tegaskan Bali Belum Overtourism, tapi...

Kemenparekraf Tegaskan Bali Belum Overtourism, tapi...

Travel Update
Museum Benteng Vredeburg di Yogyakarta Akan Buka Kembali Juni 2024

Museum Benteng Vredeburg di Yogyakarta Akan Buka Kembali Juni 2024

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke