Jumlah hingga ratusan ribu orang itu tak lepas karena adanya rute penerbangan yang tersedia dari Manado ke sejumlah kota di China, atau sebaliknya.
Lion Air adalah maskapai penerbangan yang punya rute tersebut. Tercatat ada delapan penerbangan rute Manado ke sejumlah kota di China seperti Shanghai, Guangzhou, Changsha, Tianjin, Xi'an, Nanjing, Fuzhou dan Hangzhou.
Namun, per Februari 2020, semua rute tersebut dibatalkan sementara karena virus corona. Bahkan, pembatalan tiga rute--Tianjin, Fuzhou dan Hangzhou mulai berlaku per Januari 2020.
Lalu, bagaimana dampak pariwisata Sulut terkait kondisi ini?
Kepala Dinas Pariwisata Sulawesi Utara Henry Kaitjily tak menampik adanya penurunan kunjungan turis China karena imbas dari virus corona.
Ditambah, baru-baru ini Pemerintah China melarang travel agent setempat menyelenggarakan grup tur ke luar negeri guna mencegah penyebaran virus corona.
Namun, lanjut Henry, belum ada angka pasti berapa besar penurunan kunjungan turis China.
"Karena bisa saja, ketika sudah tidak ada imbauan, beberapa maskapai menambah rute penerbangan charter flight dari China ke Manado untuk mengejar ketinggalan jumlah itu," katanya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (28/1/2020).
Hingga saat ini, belum ada pembatalan kedatangan wisatawan China ke Sulut. Opsi yang dilakukan adalah penjadwalan ulang kunjungan hingga situasi kondusif.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Sulut Merry Karouwan mengakui jika penurunan turis China akan berdampak pada roda pariwisata.
"Mereka (turis China) tidak akan mengeluarkan uang untuk kita, (seperti pembayaran) hotel, karyawan, pemandu tur, travel agent, restoran, transportasi publik, bahkan money changer," kata Merry saat dihubungi Kompas.com.
Harapannya, persoalan virus corona cepat terselesaikan, sehingga industri pariwisata bisa kembali berjalan dengan baik.
"Kalau bahaya (virus corona) cepat terselesaikan, pariwisata akan cepat pulih. Kalau sudah dinyatakan wabah virus corona tidak akan menyebar lagi dan sebagainya, maka akan cepat orang-orang kemari,” kata Wakil Ketua Umum 1 Asita Budijanto Ardiansyah saat dihubungi Kompas.com.
Bukan 'kiamat'
"Pemberhentian sementara wisatawan China ke Sulut bukanlah kiamat yang akan mematikan industri pariwisata Sulut. Justru semakin meningkatkan pemasaran pariwisata kita (ke negara lain),” kata Steven saat dihubungi Kompas.com.
Menurutnya, Sulut akan membuka konektivitas baru selain pasar wisatawan China. Beberapa negara yang jadi incaran, seperti Taipei, Jepang, Korea, Jerman, Perancis, Inggris dan AS.
"Pasar wisata kami juga menyasar pasar lokal," ujar Steven.
Turis China masih mendominasi
Dari data yang diterima Kompas.com dari Dinas Pariwisata Sulawesi Utara, selama beberapa tahun terakhir, turis China masih mendominasi kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Sulut. Jumlah setiap tahunnya pun terus meningkat.
Pada tahun 2019, jumlah turis China mencapai angka 116.1150 orang. Jumlah itu meningkat dari tahun 2018, sebanyak 107.075 orang; tahun 2017, sebanyak 63.076 orang; dan tahun 2016, sebanyak 27.304 orang.
Sebagai pembanding, turis Jerman menempati posisi kedua sebagai wisman terbanyak yang mengunjungi Sulut.
Pada tahun 2019, jumlah turis Jerman ke Sulut sebanyak 2.429 orang; tahun 2018, sebanyak 2.348 orang; tahun 2017, sebanyak 1.793 orang; dan tahun 2016, sebanyak 1.670 orang.
https://travel.kompas.com/read/2020/01/29/072000227/bagaimana-virus-corona-berdampak-pada-pariwisata-sulawesi-utara