Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kebijakan Bebas Visa 20 Negara Belum Resiprokal, Pengamat: Lihat Dampak Pariwisata

KOMPAS.com - Pengamat pariwisata Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Chusmeru menyampaikan pendapatnya mengenai wacana kebijakan bebas visa 20 negara yang belum resiprokal. 

Sebagai informasi, Pemerintah Indonesia dalam waktu dekat yaitu awal 2024 berencana merilis kebijakan bebas visa kepada 20 negara.

Kebijakan itu untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan berkualitas sehingga berdampak terhadap pariwisata. 

Chusmeru menilai, meski negara-negara tersebut belum memberikan kebijakan bebas visa yang sama terhadap Indonesia atau resiprokal, dampak pariwisata jadi tujuan utama. 

"Mungkin ada target yang lebih tinggi yang ingin dicapai oleh Kemenparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)," ujar Chusmeru saat dihubungi Kompas.com, Kamis (21/12/2023). 

"Katakanlah misalnya dengan kebijakan ini diharapkan length of stay (durasi tinggal) meningkat, dengan bebas visa ini menjadikan mereka tinggal lebih lama di Indonesia, ini kan baik juga untuk pertumbuhan pariwisata Indonesia, sehigga tentu akan berkontribusi terhadap peningkatan devisa sektor pariwisata," imbuh Chusmeru. 

Apakah kebijakan bebas visa akan resiprokal?

Lantas, terkait apakah pantas dan tepat suatu negara diberikan bebas visa oleh Indonesia dan belum berlaku sebaliknya, ia menyebut resiprokal seharusnya jadi kondisi ideal. 

"Dari negara-negara tersebut, saya kurang tahu sejauh mana Kemenparekraf sudah melakukan lobi dan negosiasi kepada 20 negara yang akan menjadi sasaran bebas visa. Apakah juga akan ada kebijakan serupa yang turut diberikan oleh negara-negara tersebut? Semestinya sih resprokal ya, idealnya," ujar Chusmeru. 

Menurutnya, pertimbangan kebijakan timbal-balik umumnya biasa terjadi dan dilakukan kedua negara yang tengah bekerjasama.

"Ketika kita membuat suatu kebijakan yang berimplikasi terhadap hubungan internasional atau negara, dalam bidang apapun termasuk tourism ini, mestinya ada kebijakan resiprokal," imbuh dia. 

Kendati demikian, Chusmeru tidak menampik adanya kemungkinan negara-negara tersebut tidak memberikan bebas visa kepada Indonesia. Sebab, tiap negara memiliki pertimbangan masing-masing. 

Apalagi, menurutnya, Indonesia bertujuan memberikan kebijakan tersebut semata lebih mengutamakan untuk menggenjot angka kunjungan wisatawan mancanegara berkualitas yang diharapkan diperoleh dari ke-20 negara. 

"Mungkin beberapa negara juga akan melihat posisi Indonesia terhadap angka kunjungan wisatawan kepada negara tersebut. Kalau memang angkanya rendah, buat apa mereka memberikan resiprokal itu. Tapi dengan pertimbangan masing-masing," terangnya. 

"Tapi Indonesia kan memberikan bebas visa ke 20 negara semata apa karena pertimbangan pada peningkatan jumlah kunjungan wisman, sasarannya peningkatan lama tinggal dan spending-nya juga tinggi, sehingga ke 20 negara itu dipilih," tambah Chusmeru. 

Sebagai informasi, 20 negara tersebut adalah Australia, China, India, Korea Selatan, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan Qatar.

Lalu, ada Uni Ermirat Arab, Arab Saudi, Belanda, Jepang, Rusia, Taiwan, Selandia Baru, Italia, dan Spanyol. Dua negara lainnya, disebut merupakan negara dari Timur Tengah.

Indonesia juga harus siap

Lebih lanjut, Chusmeru menilai kebijakan Indonesia memberikan bebas visa terhadap 20 negara sudah cukup tepat. Namun, alasan pertimbangan di baliknya juga harus terus dikaji. 

Terkait alasan pendapatan per kapita di masing-masing negara, menurut Chusmeru masih dipotetis. Sebab kondisi ekonomi global itu fluktuatif di masing-masing negara.

"Sehingga kalau pertimbangannya pedapatan perkapita di 20 negara itu, sebetulnya tidak terlalu signifikan. Kecuali pada perilaku berwisata dari masing-masing negara, itu baru reasoning-nya lebih rasional," ujar Chusmeru. 

Terkait perilaku berwisata, ia menyebut secara umum wisman yang dibidik memang memiliki durasi lama tinggal dan belanja yang tinggi, saat ke Indonesia. 

Contohnya, ia menjelaskan, negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis, Belanda, biasanya lama tinggal di Indonesia. Negara-negara Timur Tengah juga mengeluarkan belanja yang tinggi. 

Ia juga mengingatkan soal kesiapan pariwisata di Indonesia. Seharusnya, kata dia, dengan memberikan kebijakan bebas visa demi menjaring wisatawan berkualitas, ia menyebut pariwisata Tanah Air juga seharusnya sudah berkualitas dan berkelanjutan, secara menyeluruh. 

"Jadi kalau dari pilihan negaranya ini sebetulnya sudah bagus, cuma sejauh mana kita siap, salah satunya. Kebijakan ini bisa mendulang aib di muka kita sendiri kalau kita tidak siap," pungkasnya. 

https://travel.kompas.com/read/2023/12/23/170500627/kebijakan-bebas-visa-20-negara-belum-resiprokal-pengamat--lihat-dampak

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke