Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (47)

Kompas.com - 09/05/2008, 07:36 WIB

Film yang pembuatannya jauh sebelum Borat ini berkisah tentang kebesaran dan kejayaan peradaban Kazakhstan. Dengan setting kota kuno Turkistan, bangunan-bangunan dari zaman Timur, serta padang rumput Kazakhstan yang luas, semua orang yang menonton pasti dibawa berkhayal tentang masa lalu negeri ini. Ada pejuang padang rumput bernama Mansur yang kemudian menjadi khan agung Kazakh yang beribu kota di Turkistan. Ada nilai-nilai luhur bangsa padang rumput, perjuangan tanpa akhir, dan kemenangan.

Nomad, epos yang membawa imajinasi kita ke padang rumput Kazakhstan, memang dipenuhi wajah-wajah artis Amerika dan teknologi Hollywood, sarat dengan pesan politik dari Presiden Nazarbayev tentang kebangaan akan peradaban Kazakhstan yang gemilang.

Tetapi, pada zaman itu belum ada yang namanya Uzbekistan, Kazakhstan, dan kakak-beradik stan-stan yang lain. Asia Tengah masih belum dipecah-pecah menjadi republik-republik berdasar etnis oleh induk semang Uni Soviet. Identitas Asia Tengah kala itu adalah Islam, Turki, dan Persia. Orang tidak bicara tentang etnis, garis batas negara, dan nasionalisme seperti sekarang. Boleh saja Kazakhstan mengklaim Turkistan sebagai peninggalan peradabannya, seperti halnya Uzbekistan yang meng-Uzbek-kan Amir Timur, serta Tajikistan dengan ratapannya akan kota Samarkand. Semua ini adalah perpaduan dari masa lalu yang gemilang yang kini harus dipecah dalam blok-blok bernama batas teritorial.

Entah apa yang akan dikatakan Khoja Yasaui ketika melihat orang sekarang meributkan apakah Yasaui itu orang Kazakh atau orang Uzbek. Bukankah hal itu pada masa kehidupannya tidak penting sama sekali? Diskusi tentang identitas-identitas kebangsaan baru bermunculan sekarang, ketika negara-negara stan merdeka dan berdaulat penuh, dan membutuhkan common values, common history, dan nasionalisme untuk mempersatukan rakyatnya.

Di antara identitas yang bercampur aduk di Asia Tengah sekarang, kita tentunya tidak boleh melupakan Rusia, yang demikian mengakar setelah seabad lebih bercokol di bumi Asia Tengah. Ketika orang-orang khusyuk berziarah dan memanjatkan doa-doa di pemakaman Khoja Yasawi, tempat ini juga menjadi lokasi pemotretan wedding favorit. Pria berjas, wanita bergaun putih ala Eropa, datang bergandengan diiringi sanak keluarga. Mereka memanjatkan doa di dalam makam, tak lupa senantiasa direkam oleh video camera yang dibawa cameraman. Klik... klik... klik..., foto pernikahan dijepret di depan bangunan agung makam, menjadi kenang-kenangan seumur hidup pasangan pengantin.

Malamnya, saya sampai di Shymkent, kota terakhir Kazakhstan sebelum memasuki negara stan berikutnya, Uzbekistan. Saya berharap bisa sampai di Uzbekistan hari ini juga, tetapi apa daya, ternyata perbatasan Kazakh-Uzbek tutup waktu malam.

Tak ada pilihan lain, saya harus menginap di Shymkent, kota Kazakh yang punya populasi etnis Uzbek sangat besar ini. Saya menghitung recehan uang Tenge di dompet saya. Yang tersisa hanya uang logam, uang receh, yang harus cukup membawa saya sampai ke Uzbekistan.

Terminal bus ini gelap gulita. Ada sebuah penginapan di dalam terminal, tetapi pelayan losmen bilang semua kamar penuh. Bolehkah saya tidur di bangku saja, setidaknya lebih hangat daripada tidur di luar? Si pelayan menolak saya mentah-mentah.

Saya langsung bertemu dengan pemilik hotel, yang terkejut dengan bahasa Kazakh saya yang terbata-bata. Dia juga gembira karena pertama kali ada orang Indonesia sampai di sini. Harga kamar di sini 600 Tenge, dan seperti kata pelayan, semua kamar penuh. Sekali lagi, saya memohon untuk diijinkan tidur di atas kursi. Pemilik hotel mengangguk. "Dua ratus lima puluh Tenge!"

Pemilik hotel mengajak saya makan malam. Perut saya belum diisi apa-apa sejak pagi tadi, tetapi saya cukup tahu diri, saya tak punya uang lagi. Saya membaringkan diri di atas bangku-bangku yang dijajar dan dipasangi selimut oleh pelayan. Saya berusaha menambatkan diri ke alam mimpi dengan perut keroncongan.

Hampir saja saya bermimpi, ketika si pelayan datang dengan semangkuk shorpo, sup daging hangat, bersama selembar roti nan. "Makan saja, nggak usah bayar," kata pelayan gemuk itu sambil tersenyum, faham akan kekuatiran saya. "Rahmat," terima kasih, hanya itu yang bisa saya ucapkan. Saya langsung menyantap makanan itu seperti sudah berhari-hari tak makan, dan langsung tertidur lelap sesudahnya.

Tidur di atas bangku keras di tengah dinginnya Desember Kazakhstan memang sangat menyiksa. Berpetualang di Kazakhstan tanpa dukungan dompet yang tebal memang menyakitkan. Saya hanya berharap, besok semua penderitaan ini akan  berakhir. Karena besok saya akan melangkahkan kaki ke arah gerbang Uzbekistan, negeri hangat di selatan sana.


(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gunung Everest, Atap Dunia yang Penuh Sampah

Gunung Everest, Atap Dunia yang Penuh Sampah

Travel Update
Angkringan Timbangan Tebu di Yogyakarta yang Hits dan Wajib Dikunjungi

Angkringan Timbangan Tebu di Yogyakarta yang Hits dan Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
JAB Fest Kombinasikan Seni dan Literasi, Dipercaya Dongkrak Wisatawan Minat Khusus di DIY

JAB Fest Kombinasikan Seni dan Literasi, Dipercaya Dongkrak Wisatawan Minat Khusus di DIY

Travel Update
8 Oleh-oleh Khas Gorontalo, Ada Kopi hingga Kain

8 Oleh-oleh Khas Gorontalo, Ada Kopi hingga Kain

Jalan Jalan
Rencana Pemindahan Lukisan Mona Lisa, Apa Masih di Louvre?

Rencana Pemindahan Lukisan Mona Lisa, Apa Masih di Louvre?

Travel Update
5 Pusat Oleh-oleh di Makassar, Bawa Pulang Makanan atau Kerajinan Tangan

5 Pusat Oleh-oleh di Makassar, Bawa Pulang Makanan atau Kerajinan Tangan

Jalan Jalan
6 Hotel Murah di Cilacap, Tarif mulai Rp 194.000

6 Hotel Murah di Cilacap, Tarif mulai Rp 194.000

Hotel Story
5 Tips Liburan dengan Open Trip yang Aman dan Menyenangkan

5 Tips Liburan dengan Open Trip yang Aman dan Menyenangkan

Travel Tips
3 Juta Wisatawan Kunjungi Banten Saat Libur Lebaran 2024, Lebihi Target

3 Juta Wisatawan Kunjungi Banten Saat Libur Lebaran 2024, Lebihi Target

Travel Update
Cara Menuju ke Wisata Pantai Bintang Galesong, 1 Jam dari Makassar

Cara Menuju ke Wisata Pantai Bintang Galesong, 1 Jam dari Makassar

Jalan Jalan
The 2nd International Minangkabau Literacy Festival Digelar mulai 8 Mei

The 2nd International Minangkabau Literacy Festival Digelar mulai 8 Mei

Travel Update
Wisata Pantai Bintang Galesong, Cocok untuk Liburan Bersama Rombongan

Wisata Pantai Bintang Galesong, Cocok untuk Liburan Bersama Rombongan

Jalan Jalan
Padatnya Wisatawan di Bali Disebut Bukan karena Overtourism

Padatnya Wisatawan di Bali Disebut Bukan karena Overtourism

Travel Update
Kunjungan Wisata Saat Lebaran 2024 di Kabupaten Malang Turun, Faktor Cuaca dan Jalan Rusak

Kunjungan Wisata Saat Lebaran 2024 di Kabupaten Malang Turun, Faktor Cuaca dan Jalan Rusak

Travel Update
Kemenparekraf Tegaskan Bali Belum Overtourism, tapi...

Kemenparekraf Tegaskan Bali Belum Overtourism, tapi...

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com